Republika,12 November 2009
JAKARTA–Mundurnya PT Aneka Tambang (Antam) tbk dari konsorsium divestasi Newmont disayangkan sejumlah pihak. Salah satunya adalah pengamat pertambangan, Pri Agung Rakhmanto. Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute ini sebetulnya dari awal pemerintah seharunya jangan menunjuk Pemda NTB sebagai lead konsorsium.
”Semestinya dari awal lead itu dikasihkan ke BUMN seperti Antam yang memang punya kemampuan finasial dan teknis,” kata Pri Agung kepada Republika, Kamis (12/11). ”Kenapa dikasihkan ke Pemda dari awal memang sudah agak aneh.”
Dengan mundurnya Antam, kata Pri, apa yang dilakukan pemerintah selama ini seperti mengajukan gugatan ke arbitrase internasional dan melakukan negosiasi harga dengan pihak Newmont menjadi sia-sia. Karena dengan kondisi seperti ini justru pihak swasta atau dalam hal ini Multicapital yang menuai keuntungan. ”Untuk apa perjuangan pemerintah di arbitrase kalau ujungnya seperti ini mendingan swastanya saja yang melakukan negosiasi dengan Newmont dari awal,” kata Pri Agung.
Meski Sulit dibuktikan, kata Pri Agung namun nuansa politis dari proses divestasi ini terasa ada. Namun Pri Agung mengelak untuk membeberkannya. Pri Agung pun menegaskan bahwa Pemerintah tidak beralasan jika menekan Antam agar tetap ikut konsorsium.
”Kalau sekarang yang memiliki kewenangan untuk kesepakatan komposisi sahamnya kan Pemda sebagai leader nya, nah ketika Antam merasa tidak menguntungkan dengan menjadi minoritas ya pemerintah tidak bisa memaksa begitu saja kepada Antam, harusnya dari awal justru Antam lah yang ditunjuk sebagai lead,” tandas Pri Agung.