Media Indonesia, 6 februari 2010
JAKARTA–MICOM: Program pengayaan Liquified Gas for Vehicle atau LGV sebagai alternatif bahan bakar minyak (BBM) membutuhkan kemauan politik yang sangat besar. Saat ini wacana LGV terkesan sebagai pengalihan isu setelah program pembatasan BBM dituding tidak realistis.
Deputy Director Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute), Komaidi, menegaskan hal tersebut di Jakarta, Minggu (6/2).
“Berdasarkan perhitungan, jika converter kit (alat konversi-RED) disubsidi semua, dengan asumsi jumlah mobil pribadi nasional 10 juta unit, butuh anggaran Rp100 triliun sementara total anggaran Kementerian ESDM hanya sekitar Rp15 triliun,” ujar Komaidi.
Untuk itu, Komaidi menilai akan sangat berat memaksakan program tersebut tanpa ada kemauan politik dari pemerintah. Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan pihaknya tengah menelaah kemungkinan pemberian insentif untuk alat konversi LGV.
Meskipun demikian, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo mengemukakan untuk saat ini pemerintah belum berniat untuk menjadikan LGV sebagai program nasional.
Alih-alih, Pemerintah lebih berkonsentrasi pada pembatasan BBM bersubsidi pada akhir kuartal I 2011. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sendiri mengaku siap mendukung program tersebut apabila diminta Pemerintah. (*/OL)