Friday, November 22, 2024
HomeReforminer di Media2021Soroti keuangan PLN, ReforMiner Institute: Perlu ada perubahan kebijakan

Soroti keuangan PLN, ReforMiner Institute: Perlu ada perubahan kebijakan

Kontan, 12 Juli 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. ReforMiner Institute menilai perlu ada perbaikan kebijakan demi menghindarkan perusahaan setrum pelat merah tersebut bernasib seperti Garuda Indonesia.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam kajiannya mengungkapkan porsi tenaga listrik dari batubara diproyeksikan meningkat hingga 70,10%. Sementara itu, kebutuhan batubara PLN tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024 masing-masing direncanakan sebesar 121 juta ton, 129 juta ton, 135 juta ton, dan 137 juta ton.

Peningkatan harga batubara yang terjadi beberapa waktu terakhir dinilai perlu jadi perhatian pemerintah. Komaidi mengungkapkan dampak kenaikan harga batubara ini sejatinya tak berdampak pada PLN. Mengingat adanya penerapan harga DMO untuk listrik.

“Jika mengacu pada HBA dan nilai tukar rupiah saat ini, pada tahun 2021 PLN memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan batubara sekitar Rp 78,95 triliun jika harga DMO batubara untuk listrik ditiadakan,” kata Komaidi, Minggu (11/7).

Komaidi menambahkan, sejumlah kebijakan seperti Tarif Dasar Listrik (TDL) dan subsidi listrik yang cenderung kurang konsisten juga berpotensi membebani kinerja keuangan PLN. Di sisi lain, pada tahun 2020 utang PLN disebut mencapai Rp 649 triliun. Kendati demikian, pertumbuhan utang ini dinilai sejalan dengan pertumbuhan aset.

Selama 2010-2020, rata-rata pertumbuhan hutang PLN sekitar 10,31% per tahun. Sementara, pada periode yang sama aset PLN rata-rata tumbuh 17,93% per tahun. Sayangnya, kemampuan PLN dalam menghasilkan laba dari aset yang dipergunakan dinilai cenderung rendah. Selama periode 2010-2020 Return On Total Assets (ROA) PLN cenderung menurun.

“Selama periode tersebut, rata-rata ROA PLN sebesar 0,40% jauh di bawah ROA Singapore Power yang tercatat sekitar 6%,” sambung Komaidi.

Adapun, standar industri menetapkan batasan ROA yang dikategorikan sehat atau baik yakni 5,98%. Dengan demikian, ROA PLN pada kurun 2010 hingga 2020 masih berada di bawah standar yang ada. “Dengan aset Rp 1.589 triliun, kinerja keuangan PLN dapat dikatakan baik atau sehat jika laba bersih di atas Rp 95 triliun,” terang Komaidi.

Pada tahun 2020, laba yang dibukukan PLN sebesar Rp 5,99 triliun. Dengan kondisi ini, maka jika harga DMO batubara tidak dikenakan maka PLN diprediksi tak mampu mencetak laba. Selain itu, terdapat tambahan biaya pembelian batubara sebesar Rp 78,95 triliun.

Adapun, upaya melunasi utang yang ada pun juga dinilai perlu waktu lama. Bahkan dengan asumsi laba Rp 10 triliun per tahun maka butuh 64 tahun agar seluruh utang dapat lunas. “Penyelesaian hutang PLN tersebut dapat dipercepat dengan mengurangi belanja modal dan/atau menjual sebagian aset yang dimiliki,” kata Komaidi.

ReforMiner Institute pun menilai pemerintah perlu lebih proporsional dalam memperlakukan PLN. Antara lain dengan lebih tertib memisahkan urusan administrasi negara dan usaha.

“Kebijakan subsidi untuk PLN tidak dapat hanya berdasarkan ruang fiskal yang ada, tetapi perlu konsisten dengan ketentuan UU Keuangan Negara bahwa kerugian usaha yang timbul akibat selisih harga wajar dan harga penugasan harus diganti penuh oleh negara,” sambung Komaidi.

Tanpa adanya perubahan kebijakan, maka kekhawatiran Menteri BUMN Erick Thohir bahwa PLN bisa bernasib seperti Garuda Indonesia dinilai sangat mungkin terjadi.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments