Kompas.id; 5 Agustus 2023
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu hati-hati dalam upaya menekan harga gas bumi di tingkat hulu karena hal itu bisa menjadi disinsentif serta mengurangi daya tarik investasi hulu migas. Situasi berpotensi makin runyam jika investasi berkurang sehingga produksi gas bumi dalam negeri tersendat. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan kepentingan hulu-hilir gas bumi.
Sebelumnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (31/7/2023), digelar rapat terbatas yang membahas strategi besar pemanfaatan gas nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif seusai rapat itu mengemukakan, operasional produksi gas bumi mesti efisien agar harga gas kompetitif dan mendukung perkembangan industri di dalam negeri (Kompas.id, 31/72023).
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, dihubungi di Jakarta, Sabtu (5/8/2023), mengatakan, lapangan migas di Indonesia umumnya sudah berusia tua (mature) sehingga biaya produksi akan lebih tinggi. Setiap lapangan migas memiliki kondisi yang berbeda. Ketidakseragaman itu perlu disikapi secara bijaksana oleh pemerintah.
”Tidak bisa sekadar, misalnya, ingin sampai ke ujungnya (harga gas bumi) 6 dollar AS per MMBTU (juta metrik british thermal unit). Tidak bisa seperti itu. Perlu rasional karena pemerintah perlu berdiri di atas semua kepentingan (hulu migas ataupun industri pemanfaat gas bumi),” ujar Komaidi.
Komaidi menyepakati bahwa harga gas bumi yang murah meningkatkan daya saing industri. Namun, jika industri hulu migas menjadi kurang diperhatikan dan tak berdaya tarik investasi, produksi gas bumi ke depan dikhawatirkan bakal menurun. Hal itu bisa menyebabkan pemenuhan kebutuhan gas bumi kelak mesti dipenuhi dengan impor.
”Kalau sudah impor, (harga) akan jauh lebih mahal lagi dan bisa tidak terkontrol. Misal, untuk lima tahun ke depan harga gas untuk industri 6 dollar AS per MMBTU tetapi setelah itu tak ada produksi dan harga menjadi ke 12 dollar AS per MMBTU. Lebih efisien boleh, tapi tak bisa dibuat angka absolut, misal harga maksimal sekian dollar AS per MMBTU,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM mengatakan, eksplorasi dan eksploitasi migas dalam rangka pemanfaatan potensi-potensi yang ada di dalam negeri diperlukan agar suplai gas untuk industri terjaga. Berkaitan dengan arahan dari Presiden Joko Widodo, ia pun telah diminta mengevaluasi kembali biaya produksi gas bumi (Kompas.id, 31/72023).
”Nanti akan ada tim antar-kementerian untuk mengevaluasi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk bisa memproduksikan gas itu. Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa gas tersebut memang bisa betul-betul sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya. Kita ingin menjadi negara yang kompetitif, terutama dengan negara-negara di ASEAN,” kata Arifin.
Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan regulasi ”gas murah” untuk industri. Itu didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, ada tujuh bidang industri yang mendapat insentif harga senilai 6 dollar AS per MMBTU. Ketujuh bidang industri itu yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Bagi industri, kebijakan itu dirasa telah menyelamatkan sektor industri pengolahan dari dampak pandemi Covid-19 meski belum sepenuhnya optimal. Sebab, masih ada penyaluran volume gas di bawah kontrak akibat kendala pasokan. Namun, di tengah rencana perluasan industri penerima manfaat ”gas murah”, kebijakan itu dikhawatirkan membuat iklim investasi industri gas bumi menjadi tidak menarik.
Eksplorasi laut dalam
Di tengah perdebatan itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berupaya meningkatkan aktivitas ekplorasi migas. Pada Juni 2023, Eni North Ganal Ltd yang merupakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) melakukan tajak Sumur Geng North-1 di kedalaman air sekitar 1.950 meter di lepas pantai Cekungan Kutai.
Hal itu menjadi lanjutan seri pengeboran laut dalam di Indonesia. Pada 2022, Harbour Energy memulai pengeboran laut dalam sekaligus play opener di area Andaman, melalui pengeboran Sumur Timpan-1. Catatan SKK Migas, pengeboran itu membuahkan penemuan gas signifikan di perairan tersebut.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, dalam keterangannya Jumat (4/8/2023), menekankan bahwa eksplorasi di laut dalam menjadi salah satu fokus penemuan cadangan migas ke depan. Hal tersebut dalam rangka memenuhi target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara mengatakan, di tingkat global, persaingan memperoleh investasi akan terus meningkat. ”Perlu perbaikan fiskal yang radikal untuk tetap menarik di pasar global karena setiap negara terus memperkenalkan term and condition fiskal yang lebih menarik,” ucapnya.