Kapan Harga Energi Bisa Turun? Ini Prediksinya

Liputan6.com; 26 Agustus 2022

Liputan6.com, Jakarta – Harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar diwacanakan akan segera naik. Hal ini karena beban pemerintah dalam menanggulangi subsidi energi semakin berat, dimana saat ini negara sudah mengeluarkan Rp 502 triliun.

Membaca kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah akan terus mengikuti situasi terkini untuk menentukan harga BBM kepada masyarakat.

“Saya kira moderat asumsi dan targetnya. Harga tinggi pada level saat ini memang lebih banyak karena faktor non fundemantal,” ujar Komaidi kepada Liputan6.com, Kamis (25/8/2022).

Menurut dia, harga BBM naik jelas akan mengikuti kisruh geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang belum berkesudahan. Pasalnya, kedua negara tersebut memainkan peran penting dalam roda distribusi minyak dunia.

“Jika perang usai harga kemungkinan akan norma kembali,” imbuh dia.

Komaidi pun menilai, dirinya tak bisa asal dalam melihat kemampuan pemerintah untuk menutup beban subsidi BBM, dan komoditas energi lain semisal LPG 3 kg.

“Untuk melihat cukup tidaknya sambil jalan saya kira. Tidak bisa dilihat secara pasti saat ini,” ungkap dia.

“Anggaran umumnya akan bergerak atau disesuaikan jika kondisi eksternal mengalami perubahan,” kata Komaidi.

Pasokan Berlimpah, Transisi Energi Bisa Andalkan Peran Gas

CNBCIndonesia,23 Agustus 2022

Jakarta, CNBC Indonesia – Komitmen pemerintah untuk turut serta dalam pengurangan emisi karbon menjadi salah satu agenda penting yang akan dibahas dalam perhelatan G20. Menanggapi hal itu, sektor energi nasional kini harus menghadapi dua tantangan utama sekaligus, yaitu peningkatan produksi guna memastikan ketahanan energi dan mengurangi beban impor, serta pencapaian target nett zero emission (NZE).

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong mengatakan upaya menjaga ketahanan energi pada masa transisi seperti saat ini, menjadi hal yang patut diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan. Mengingat masih belum optimalnya pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia.

Oleh karena itu menurut dia, gas bumi sebagai sumber energi berbasis fosil yang lebih bersih daripada batu bara dan minyak bumi, diharapkan dapat menjadi andalan dalam mendukung transisi energi yang ada. “Gas Bumi sebagai Jembatan Menuju Transisi Energi,” di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi gas bumi yang sangat besar sehingga diyakini dapat mendukung proses transisi energi dengan tetap memenuhi kebutuhan energi nasional. Namun demikian, terdapat banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi terlebih dahulu agar potensi gas bumi yang ada tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan secara maksimal.

Marjolijn menilai para pengambil kebijakan sebaiknya tetap berusaha memastikan agar kebijakan yang dibuat dapat meningkatkan keyakinan investor untuk terus berinvestasi dalam proyek-proyek gas yang ada, terutama dalam hal keekonomian. Selain itu, keberlanjutan proyek gas bumi juga perlu diperhatikan agar ketersediaan gas bumi yang menjadi sumber energi tidak terputus.

Sementara, Wakil Ketua Forum Pengguna Gas Bumi Indonesia (FPGBI), Achmad Widjaja mengatakan bahwa gas bumi adalah bahan baku yang sangat penting untuk menggerakan industri. Namun, saat ini porsi gas bumi sebagian besar masih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ekspor daripada industri dalam negeri. Alhasil, kebutuhan domestik gas bumi untuk industri nasional pun belum optimal terpenuhi.

Terkait harga, Achmad menilai kebijakan harga gas bumi tertentu yang sudah dibuat oleh Pemerintah hingga saat ini belum memberikan dampak yang signifikan.

“Kebijakan ini dirasa belum terlihat memberikan dampak pada tujuh jenis industri yang dimaksud. Belum ada inovasi, peningkatan daya saing, dan penciptaan multiplier effect seperti yang diharapkan, sesuai Kepmen 134/2021,”ujarnya.

Menurut Achmad, peran gas bumi seyogyanya tak tergantikan karena selain sebagai bahan baku atau komoditi, gas bumi juga merupakan sumber energi yang paling efisien. “Itu sebabnya, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus tidak hanya kepada industri hilir, melainkan juga kepada industri hulu yang menjadi produsen gas bumi,” kata dia.

Sementara, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, pemanfaatan gas bumi sebagai jembatan menuju transisi energi nasional bersifat sangat strategis. Hal ini merujuk pada beberapa tahun terakhir di mana penemuan cadangan migas nasional didominasi oleh gas bumi.

Selain soal potensi tersebut, menurut dia, kebijakan yang diambil pemerintah untuk industri hulu harus dilihat secara lebih luas. “Perlu diingat bahwa sektor hulu migas memiliki multiplier effect yang besar, sehingga nilai tambah yang ditimbulkan pun cukup besar dan signifikan bagi perekonomian nasional,” ungkapnya.

Sayangnya, menurut Komaidi, kebijakan di sektor ketenagalistrikan saat ini justru mengalami pergeseran dari pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi. “Dalam road map transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang terbaru, pemerintah cenderung lebih mengutamakan pemanfaatan EBT daripada gas bumi,” jelas dia.

Padahal, dari aspek regulasi, menurut Komaidi, pemerintah telah mendorong pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik dengan menetapkan kebijakan harga gas bumi tertentu. Untuk itu, dia mendorong pemerintah bersama pelaku industri hulu dan pelaku industri hilir untuk duduk bersama guna menentukan kebijakan yang tepat bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor energi nasional.

a) energi baru terbarukan setidaknya sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya sebesar 31% di tahun 2050;

b) minyak harus lebih kecil dari 25% di tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% di tahun 2050;

c) batubara paling sedikit 30% di tahun 2025 dan paling sedikit 25% di tahun 2050;

d) gas setidaknya paling sedikit 22% di tahun 2025 dan paling sedikit 24% di tahun 2050

Dari target tersebut di atas, gas bumi menjadi sumber energi yang justru ditingkatkan target ketersediaannya dalam mendukung transisi energi.

Investasi Hulu Migas Mandek, Revisi UU Minyak dan Gas Bumi Perlu Segera Disahkan

Liputan6.com; 18 Agustus 2022

Liputan6.com, Jakarta – Iklim investasi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) cenderung tak bergerak dari tahun ke tahun. Salah satu penopang yang bisa mendorong investasi hulu migas ini adalah kejelasan regulasi dari pemerintah.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan, iklim investasi di sektor hulu migas cenderung tak mengalami peningkatan. Ia menyertakan sejumlah riset yang dilakukan lembaga internasional.

“Kalau kita lihat survei Fraser Institute dari waktu ke waktu ini mengindikasikan bahwa tingkat kondusivitas investasi di Indonesia tidak bergerak untuk di hulu migas. jadi relatif berada di peringkat mendekati akhir,” ungkap Komaidi dalam diskusi Capaian dan Tantangana Satu Tahun Blok Rokan oleh Pertamina Hulu Rokan, Kamis (18/8/2022).

“Artinya bahwa ketertarikan pihak lain pelaku usaha yang sebelumnya cukup antusias, satu persatu meninggalkan,” imbuhnya.

Sebagai contoh, Shell yang hengkang dari Blok Abadi Masela setelah melakukan eksplorasi. Kemudian, wacana IDD yang akan dilakukan oleh Chevron yang tak kunjung ada kepastiannya.

Di samping itu, ada pula Indeks Kondusivitas Investasi dari Bank Dunia yang menunjukkan kecenderungan tak bergerak. Lalu, dikuatkan Fraser Institute di sektor hulu minyak dan gas bumi.

Guna menjawab ini, Komaidi memandang, rampungnya revisi Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi bisa mengambil peran. Utamanya soal regulasi dan kepastian investasi pengusaha sektor energi.

“Revisi Undang-Undang Migas, yang jadi payung hukum tertinggi di dalam konteks berusaha migas di Indonesia sudah dimulai sejak 2008 berdasarkan saran dari panitia hak angket BBM waktu itu, sampai sekarang 2022 mau selesai saya kira sudah 10 tahun lebih yang belum diselesaikan,” bebernya.

“ini saya kira juga memberikan kontribusi signifikan kenapa investasi migas kita menjadi relatif tidak bergerak,” tambah Komaidi.

Ruang Fiskal APBN 2022 dan Peran Hulu Migas

DuniaEnergi, 01 Agustus 2022

Penulis: Komaidi Notonegoro (Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti)

RUANG fiskal pada APBN 2022 tercatat sebagai salah satu yang relatif tidak memiliki ruang gerak lebih. Undang-Undang No 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 menetapkan target pendapatan negara pada tahun 2022 Rp 1.846,10 triliun. Sementara itu, belanja negara dianggarkan sebesar Rp 2.714,20 triliun.

Berdasarkan postur pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit APBN 2022 adalah sebesar Rp 868,10 triliun. Sampai dengan saat ini, deficit tersebut secara nominal tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah APBN Indonesia. Perubahan APBN 2022 juga terpantau tidak banyak memberikan dampak terhadap kondisi defisit APBN.

Sebagaimana diketahui, untuk merespons perkembangan terkini pelaksanaan APBN 2022, Menteri Keuangan menyampaikan Surat No.411/MK.02/2022 kepada Pimpinan DPR mengenai Permohonan Persetujuan Tambahan Kebutuhan Anggaran dalam Merespons Kenaikan Harga Komoditas. Merespons permohonan tersebut dan dalam pembahasan lebih lanjut, Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah menyepakati pendapatan negara meningkat menjadi Rp 2.266,20 triliun dan belanja negara meningkat menjadi Rp 3.106,40 triliun. Dengan demikian defisit APBNP 2022 adalah sebesar Rp 840,20 triliun.

Peran Hulu Migas

Meskipun secara porsi mengalami penurunan, secara nominal kontribusi dari hulu migas terhadap penerimaan APBN Indonesia masih cukup besar. Dalam 10 tahun terakhir misalnya, sebagian besar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berbasis sumber daya alam sebagian besar berasal dari kegiatan usaha hulu migas.

Asumsi dan postur APBN 2022 mengindikasikan bahwa sampai saat ini sektor hulu migas Indonesia masih memegang peran penting terhadap keuangan negara. Dengan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) yang ditetapkan sebesar 63 USD per barel, kontribusi hulu migas terhadap penerimaan APBN 2022 ditetapkan sebesar Rp 227,09 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari PPh Migas, PBB Migas, PNBP Migas, DMO Minyak Bumi, dan pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha gas bumi melalui pipa.

Peran penting hulu migas juga tercermin dari kontribusinya terhadap penerimaan sumber daya alam di APBN. Pada APBN 2022, PNBP sumber daya alam ditetapkan sebesar Rp 226,51 triliun, sebesar Rp 148,94 triliun atau 65,75 % di antaranya berasal dari PNBP hulu migas.

Revisi asumsi dan postur APBNP 2022 kembali menegaskan bahwa hulu migas memiliki peran penting dalam keuangan negara. Peran penting tersebut tercermin dalam kesimpulan rapat kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah dalam rangka kebijakan antisipatif APBN untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan kesehatan APBN yang dilaksanakan pada 19 Mei 2022.

Kesimpulan rapat kerja tersebut juga memberikan gambaran bahwa perubahan asumsi ICP dari US$63 per barel menjadi US$100 per barel akan merubah postur APBN 2022 secara keseluruhan. Perubahan asumsi ICP memberikan konsekuensi terhadap perubahan postur pendapatan negara, belanja negara, dan defisit APBN 2022.

Peran penting sektor migas terhadap keuangan negara juga tercermin dari adanya alokasi anggaran negara untuk membiayai pos pengeluaran yang terkait langsung dengan migas. Diantaranya adalah untuk membiayai subsidi BBM, Subsidi LPG, dan Kompensasi BBM. Dari alokasi tambahan anggaran subsidi energi yang ditetapkan oleh Badan Anggaran DPR RI dan Pemerintah sebesar Rp 74,90 triliun, sebesar Rp 71,87 triliun atau 95,95 % diantaranya dialokasikan untuk tambahan subsidi migas.

Tambahan alokasi pembayaran kompensasi energi pada APBNP 2022 sebagian besar juga dialokasikan untuk pengeluaran yang terkait dengan sektor migas. Dari tambahan kompensasi energi yang ditetapkan sebesar Rp275 triliun, sebesar Rp 234 triliun atau 85,09% di antaranya dialokasikan untuk tambahan anggaran kompensasi BBM.

Keterkaitan dan peran penting sektor migas terhadap keuangan negara tercatat tidak hanya melalui saluran langsung, tetapi juga melalui keterkaitan antar sektor ekonomi di Indonesia. Dalam struktur ekonomi Indonesia, sektor migas paling tidak memiliki keterkaitan dengan sekitar 150 sektor dari 185 sektor ekonomi yang ada di Indonesia.

Dalam perekonomian Indonesia produk yang dihasilkan sektor migas paling tidak memiliki dua fungsi utama, sebagai sumber energi dan bahan baku. Karena itu, sektor migas memiliki peran penting tidak hanya terhadap proses produksi dan distribusi barang dan jasa, tetapi juga berperan penting dalam mendukung aktivitas dan mobilitas masyarakat secara keseluruhan.

Penciptaan nilai tambah ekonomi dari 150 sektor yang terkait dengan sektor migas pada dasarnya dipengaruhi oleh kegiatan usaha pada sektor minyak dan gas bumi. Mengingat nilai tambah ekonomi tersebut merupakan salah satu basis dalam perhitungan pembayaran dan penerimaan pajak, maka secara tidak langsung dapat dikatakan sektor migas memiliki peran terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh 150 sektor ekonomi tersebut.

Peran penting sektor migas juga tercermin dari 150 sektor ekonomi yang terkait dengan sektor migas tersebut memiliki peran signifikan dalam perekonomian Indonesia. Data menunjukkan 150 sektor ekonomi tersebut berkontribusi dalam menciptakan sekitar 80 % Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sekitar 78 % serapan tenaga kerja di Indonesia juga dilakukan oleh 150 sektor tersebut.

Mengingat peran pentingnya tersebut, para pihak kiranya perlu untuk memberikan perhatian lebih pada sektor migas dan segera menyelesaikan akar masalah yang dihadapi sektor migas nasional. Sejauh ini sektor migas menghadapi permasalahan baik di segmen usaha hulu maupun di segmen usaha hilir.

Pada segmen usaha hulu, Indonesia dihadapkan pada permasalahan jumlah cadangan dan kemampuan produksi migas yang terus menurun. Jumlah cadangan minyak Indonesia menurun dari sekitar 12 miliar barel pada 1980-an menjadi sekitar 2,45 miliar barel pada 2021. Kemampuan produksi minyak juga tercatat menurun dari sekitar 1,6 juta barel per hari pada tahun 1980an menjadi sekitar 670 ribu barel per hari pada 2021. Penurunan produksi salah satunya karena sekitar 70 % produksi minyak Indonesia berasal dari mature field.

Pada segmen usaha hilir, kebijakan harga BBM bersubsidi masih menjadi kendala utama dalam kegiatan dan tata niaga hilir migas Indonesia. Permasalahan sulit diselesaikan karena ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap subsidi BBM dapat dikatakan relatif besar. Ketergantungan tersebut menjadi salah satu pertimbangan mengapa subsidi BBM tetap diberikan meskipun sudah sejak lama neraca minyak Indonesia pada dasarnya telah berada pada kondisi defisit dan berstatus sebagai net oil importer.

Penyelesaian masalah pada segmen usaha hulu migas baik secara langsung maupun tidak langsung berpotensi dapat menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan. Secara langsung, dengan perbaikan dan peningkatan kinerja segmen usaha hulu kontribusi hulu migas terhadap keuangan negara akan meningkat. Selain itu, meskipun kemungkinan belum akan menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan, peningkatan kinerja pada segmen usaha hulu sudah akan dapat meminimalkan permasalahan pada segmen usaha hilir migas Indonesia.   (*)

Keterkaitan Sektor Migas dengan Keuangan Negara

Investordaily, 02 Agustus 2022

Penulis:

Komaidi Notonegoro

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Keterkaitan sektor minyak dan gas bumi (migas) Indonesia dengan keuangan negara cukup kuat. Berdasarkan data, ketika dalam periode kejayaannya, kontribusi penerimaan dari hulu migas tercatat pernah mencapai kisaran 60% terhadap total penerimaan negara dan hibah

Meskipun secara porsi mengalami penurunan, secara nominal kontribusi hulu migas terhadap APBN Indonesia masih cukup besar.Dalam sepuluh tahun terakhir sebagian besar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berbasis sumber daya alam sebagian besar bersumber dari kegiatan migas.

Hulu Migas Masih Penting

Asumsi dan postur APBN 2022, mengindikasikan bahwa sektor hulu migas Indonesia memegang peranan penting dalam keuangan negara. Dengan asumsi Indonesian Crude Price sebesar USD 63 per barel, kontribusi hulu migas terhadap penerimaan APBN sebesar Rp 227,09 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari PPh migas, PBB Migas, PNBP Migas, DMO Minyak Bumi dan pendapatan iuran badan usaha dari kegiatan usaha gas bumi melalui pipa.

Peran penting hulu migas juga tercermin dari kontribusinya terhadap penerimaan sumber daya alam di APBN. Pada APBN 2022, PNBP sumber daya alam ditetapkan sebesar RP 226,51 triliun, sebesar Rp 148,94 triliun atau 66,7% diantaranya dari PNBP hulu migas.

Revisi asumsi dan postur APBNP 2022 kembali menegaskan bahwa hulu migas memiliki peran penting dalam keuangan negara. Peran pentingnya tercermin dalam kesimpulan rapat kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah pada 19 Mei 2022 dalam rangka kebijakan antisipatif APBN untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan kesehatan APBN.

Kesimpulan rapat kerja memberikan gambaran bahwa perubahan asumsi ICP dari USD 63 per barel menjadi USD 100 per barel akan mengubah postur APBN 2022 secara keseluruhan. Yakni memberikan konsekuensi terhadap perubahan postur pendapatan negara, belanja negara dan defisit APBN 2022.

Dengan perubahan asumsi ICP, pendapatan negara diproyeksi meningkat sebesar Rp 420,10 triliun, dari semula Rp 1.846,10 triliun pada APBN 2022 menjadi Rp 2.266,20 triliun pada APBNP 2022. Namun, belanja negara diproyeksikan meningkat Rp 392,30 triliun, dari sebesar Rp 2.714,20 triliun dalam APBN 2022 menjadi Rp 3.106,40 triliun. Dengan demikian defisit APBNP 2022 adalah sebesar Rp 840,20 triliun.

Peran penting sektor migas terhadap keuangan negara juga tercermin dari alokasi anggaran negara untuk membiayai pos pengeluaran yang terkait langsung dengan migas. Diantaranya adalah untuk pembiayaan subsidi BBM, subsidi LPG dan kompensasi BBM. Alokasi tambahan anggaran subsidi energi yang ditetapkan Badan Anggaran DPR RI dan Pemerintah adalah sebesar Rp 74,90 triliun, Rp 71,87 triliun (95,95%) diantaranya dialokasikan untuk tambahan subsidi migas.

Tambahan alokasi pembayaran kompensasi energi sebagian besar dialokasikan untuk pengeluaran yang terkait dengan sektor migas. Dari tambahan kompensasi energi sebesar Rp 275 triliun, sebesar Rp 234 triliun (85,09%) diantaranya dialokasikan untuk tambahan anggaran kompensasi BBM.

Keterkaitan dan peran penting sektor migas terhadap keuangan negara tercatat tidak hanya melalui keterkaitan antar sektor ekonomi. Dalam struktur ekonomi Indonesia, sektor migas memiliki keterkaitan dengan sekitar 150 sektor dari 185 sektor ekonomi yang ada di Indonesia.

Dalam perekonomian Indonesia, produk sektor migas memiliki dua fungsi utama, yakni sebagai sumber energi dan bahan baku. Karena itu, sektor migas memiliki peran penting tidak hanya terhadap proses produksi dan distribusi barang dan jasa, tetapi juga dalam mendukung aktivitas dan mobilitas masyarakat.

Penciptaan nilai tambah ekonomi dari 150 sektor yang terkait dengan sektor migas dipengaruhi oleh kegiatan usaha sektor migas. Sehingga dapat dikatakan bahwa sektor migas berperan terhadap pembayaran pajak oleh sekitar 150 sektor ekonomi tersebut. Data juga menunjukkan, 150 sektor ekonomi tersebut berkontribusi sekitar 80% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sekitar 78% serapan tenaga kerja di Indonesia juga berasal 150 sektor tersebut.

Oleh karenanya, para pihak perlu memberikan perhatian lebih pada sektor migas dan segera menyelesaikan akar masalah yang dihadapi sektor migas nasional. Sejauh ini sektor migas menghadapi permasalah baik di segmen usaha hulu maupun di segmen usaha hilir.

Pada segmen usaha hulu, Indonesia dihadapkan pada permasalahan jumlah cadangan dan kemampuan produksi migas yang terus menurun. Jumlah cadangan minyak Indonesia menurun dari sekitar 12 miliar barel pada 1980-an menjadi sekitar 2,45 miliar barel pada 2021. Kemampuan produksi minyak juga menurun, dari sekitar 1,6 juta barel per hari pada 1980-an menjadi sekitar 670 ribu barel per hari pada 2021. Penurunan produksi salah satunya karena sekitar 70% produksi minyak Indonesia berasal dari mature field.

Pada segmen usaha hilir, kebijakan harga BBM bersubsidi masih menjadi kendala utama dalam kegiatan dan tata niaga hilir migas Indonesia. Permasalahan sulit diselesaikan karena ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap subsidi BBM dapat dikatakan relatif besar. Ketergantungan tersebut menjadi salah satu pertimbangan mengapa subsidi BBM tetap diberikan meskipun sudah sejak lama neraca minyak Indonesia pada dasarnya telah berada pada kondisi defisit dan berstatus sebagai net oil importer.

Penyelesaian masalah pada segmen usaha hulu migas baik secara langsung maupun tidak langsung berpotensi dapat menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan. Secara langsung, dengan perbaikan dan peningkatan kinerja segmen usaha hulu, kontribusi hulu migas terhadap keuangan negara akan meningkat. Meskipun kemungkinan belum akan menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan, peningkatan kinerja pada segmen usaha hulu sudah akan meminimalkan permasalahan pada segmen usaha hilir migas Indonesia.

 

Kuota BBM Subsidi Menipis, Akan Habis September 2022

Kompas.com; 03 Agustus 2022

JAKARTA, KOMPAS.com – Kuota BBM subsidi akan habis pada akhir tahun ini. Konsumsi BBM jenis Pertalite tahun ini diproyeksikan bakal mencapai 28 juta Kiloliter. Sementara kuota yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini hanya 23,05 juta Kiloliter, sehingga diprediksi hanya bertahan sampai September 2022. Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, menilai kuota Pertalite yang akan habis berpotensi mengakibatkan kelangkaan Pertalite ke depan. Pemerintah harus segera mengambil sikap agar tidak lagi terjadi kegaduhan. Dalam mengontrol konsumsi BBM, sistem kuota cenderung tidak efektif karena mengakibatkan kelangkaan pada berbagai tempat serta punya potensi kebocoran yang besar.

“Upaya Pertamina untuk menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menseleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM subsidi. Tinggal impelementasi penggunaan aplikasi tersebut yang kini harus bisa disiapkan dan dieksekusi dengan baik,” kata Josua di Jakarta, Selasa (2/8/2022), melalui keterangannya.

Penyebab naiknya konsumsi Pertalite Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyatakan peningkatan konsumsi Pertalite tahun ini terjadi seiring dengan hilangnya BBM jenis Premium dari pasaran. Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah kisaran 28-30 juta Kiloliter (KL). Hal tersebut karena sebelum adanya program penghapusan Premium konsumsi Pertalite sudah 22 juta KL. Sementara konsumsi Premium Stataus terakhir sekitar 6-8 juta KL.

“Jadi wajar kalo 23 juta Kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran,” kata Komaidi. Komaidi menilai, rencana untuk melakukan mengandalkan pembatasan pembeli Pertalite maupun Solar melalui revisi Perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.

“Tentu kalau efektif 100 persen sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM Subsidi). Namun ini upaya yg bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja sifatnya. Memang idealnya subsidinya langsung bukan ke barang. Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada,” ungkap Komaidi. Masyarakat sulit mendapatkan Pertalite Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade, mengatakan kuota Pertalite yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini yakni sebesar 23,05 juta Kiloliter hanya bertahan sampai September 2022. Oleh sebab itu, diperlukan upaya pengendalian dan penambahan kuota guna mengatasi hal tersebut.

Dampak dari menipisnya kuota BBM jenis Pertalite ini sudah mulai terasa. Masyarakat di berbagai daerah mengeluh kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertalite di SPBU. Kondisi itu seperti terpantau di Sumatera Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Kota Banda Aceh, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, hingga Cianjur, Jawa Barat. “Jika kuota tidak ditambah pada tahun ini, kuota Pertalite hanya cukup hingga September mendatang. Pemerintah harus bergerak cepat. Semua pihak terkait harus duduk bersama mencari solusi permasalahan ini. Jangan sampai masyarakat kesulitan mendapatkan BBM subsidi,” kata Andre.

Pembelian Pertalite dengan Aplikasi agar Kuota BBM Subsidi Tak Jebol

Sindonews.com; 02 Agustus 2022

JAKARTA – Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan prediksi habisnya kuota BBM bersubsidi , terutama pada Pertalite , memang wajar terjadi. Peningkatan konsumsi Pertalite tahun ini makin meningkat seiring dengan hilangnya Premium dari pasaran.

Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah 28-30 juta kiloliter (kl). Menurut dia, konsumsi Pertalie sebelum adanya program penghapusan Premium sudah mencapai 22 juta kl dan konsumsi Premium status terakhir sekitar 6-8 juta kl.

“Jadi wajar kalo 23 juta kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran,” kata Komaidi di Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjut Komaidi, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM. Namun itu tentu tidak mudah lantaran masih harus dibicarakan lagi dengan berbagai pihak, terutama parlemen.

“Kalau tidak mau ada pengaturan sederhana pemerintah tambah kuota. Sebagai pemerintah saya kira kondisinya tidak mudah,” kata Komaidi.

Komaidi menuturkan, langkah yang dilakukan Pertamina dengan menerapkan pembelian Pertalite dengan aplikasi, secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta kl tidak terlampaui.

“Tentu itu sulit untuk dilakukan karena kuota normalnya perlu kisaran 28-30 juta kl per tahun. Maka bolanya ada pada pemerintah,” kata dia.

Komaidi menilai, rencana untuk melakukan pembatasan pembeli Pertalite maupun solar melalui revisi perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.

“Tentu kalau efektif 100 persen sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM subsidi). Namun ini sifatnya upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja. Memang idealnya subsidinya langsung, bukan ke barang. Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada,” ujarnya.