Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2011
JAKARTA: Pemerintah sebaiknya menerapkan sistem kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) di sektor pertambangan umum, untuk menciptakan iklim pertambangan yang lebih baik dan berkeadilan.
Pengamat energi dari ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan dengan sistem PSC yang diberlakukan di sektor migas, porsi penerimaan pemerintah rata-rata mencapai sekitar 50%.
Sementara itu, untuk sektor tambang yang hanya mengenal istilah royalti, pemerintah hanya menerima sekitar 23,2%, dengan perhitungan besaran royalti sudah dinaikkan menjadi 5%.
“Semuanya masih jauh dari keadilan. Jadi, jika ingin lebih baik dan berkeadilan, terapkan sistem Kontrak Bagi Hasil/PSC di pertambangan umum, sehingga pengawasannya juga akan lebih baik. Jangan hanya mengubah besaran royaltinya,” ujarnya hari ini.
Dia memperkirakan dengan royalti 1%, pajak 28%, dan biaya operasional produksi diasumsikan sekitar 30% dari nilai pendapatan kotor, maka porsi penerimaan negara dari pertambangan umum hanya 20,32% dari nilai pendapatan kotor.
Artinya, jelasnya, sekitar 79,68% dari pendapatan kotor itu dinikmati oleh para kontraktor dan perusahaan tambang.
Kalaupun pemerintah mengusulkan kenaikan royalti emas menjadi 3,75%, sesuai dengan acuan Peraturan Pemerintah No.45/2003, lanjutnya, porsi yang diterima negara hanya sekitar 22,3% dari pendapatan kotor, atau meningkat 1,98%.
“Sekarang, pengusaha tambang mengusulkan besaran royalti menjadi 2%. Itu artinya besaran yang diterima pemerintah hanya 21,04%,” tutur Pri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association/IMA) mengusulkan besaran royalti mineral rata-rata sebesar 2% agar proses renegosiasi kontrak tambang dengan pemerintah bisa terus berlanjut.(sut)