Friday, November 22, 2024
HomeReforminer di Media2012JICA Danai 85% Proyek Kabel Listrik Bawah Laut Sumatera-Jawa

JICA Danai 85% Proyek Kabel Listrik Bawah Laut Sumatera-Jawa

Nasri Sebayang, Direktur Konstruksi PLN, menambahkan perseroan akan mulai melelang proyek kabel transmisi bawah laut ruas Sumatera-Jawa berkapasitas tegangan 500 kilovolt pada kuartal III 2012. PLN masih menyiapkan dokumen tender proyek kabel transmisi berkapasitas tegangan 500 kilovolot itu akan membentang dari pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang yang berada di Bangko, Sumatera Selatan hingga Bogor, Jawa Barat.

“Kami berharap sudah bisa mulai konstruksi pada 2013, sehingga beroperasi sesuai target pada Februari 2016,” ujar Nasri.

Berdasarkan studi proyek, biaya mengalirkan listrik dari Sumatera ke Jawa lebih murah dibandingkan ongkos mengangkut batu bara dari Sumatera ke Jawa. Nasri menyebutkan dengan kapasitas daya yang disalurkan sebesar 3.000 megawatt, setara dengan pemakaian batu bara 15 juta per tahun. ?Ongkos angkutnya akan mahal kalau membangun pembangkit listrik tenaga uap di Jawa, karena jumlah batu bara yang harus dibawa besar,” katanya.

Keuntungan proyek lainnya adalah menekan tingkat polusi akibat pembangkit di Jawa yang sudah terlalu banyak. “Jadi secara ekonomi, lingkungan, dan teknologi, proyek ini lebih baik,” ujarnya.

Nasri Sebayang, Direktur Konstruksi PLN, menambahkan perseroan akan mulai melelang proyek kabel transmisi bawah laut ruas Sumatera-Jawa berkapasitas tegangan 500 kilovolt pada kuartal III 2012. PLN masih menyiapkan dokumen tender proyek kabel transmisi berkapasitas tegangan 500 kilovolot itu akan membentang dari pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang yang berada di Bangko, Sumatera Selatan hingga Bogor, Jawa Barat.

“Kami berharap sudah bisa mulai konstruksi pada 2013, sehingga beroperasi sesuai target pada Februari 2016,” ujar Nasri.

Berdasarkan studi proyek, biaya mengalirkan listrik dari Sumatera ke Jawa lebih murah dibandingkan ongkos mengangkut batu bara dari Sumatera ke Jawa. Nasri menyebutkan dengan kapasitas daya yang disalurkan sebesar 3.000 megawatt, setara dengan pemakaian batu bara 15 juta per tahun. Ongkos angkutnya akan mahal kalau membangun pembangkit listrik tenaga uap di Jawa, karena jumlah batu bara yang harus dibawa besar,” katanya.

Keuntungan proyek lainnya adalah menekan tingkat polusi akibat pembangkit di Jawa yang sudah terlalu banyak. “Jadi secara ekonomi, lingkungan, dan teknologi, proyek ini lebih baik,” ujarnya.

IGA Ngurah Adnyana, Direktur Operasi Jawa Bali PLN, menyatakan pembangunan jaringan kabel untuk mengatasi pertumbuhan listrik di Jawa ke depan yang akan terus melimpah. “Untuk saat ini pasokan listrik di Jawa lebih baik dibandingkan di Sumatera. Tapi ke depan, pasokan di sana akan berlebih karena akan ada banyak pembangkit tenaga uap mulut tambang yang dibangun di sana,” katanya.

Komaidi, Deputi Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menjelaskan rencana pembangunan kabel bawah laut dari Bangko ke Bogor oleh PLN itu menunjukkan pemerintah masih memprioritaskan Jawa sebagai sumber pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal, dari sisi rasio elektrifikasi di Sumatera saat ini juga masih belum optimal dan lebih rendah dibandingkan Jawa. Dengan demikian, asas pemerataan pembangunan pun seolah tidak menjadi prioritas pemerintah.

“Kalau mau bersikap bijak, seharusnya alokasikan sebagian dari kapasitas pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang itu untuk jaringan listrik di Sumatera, sehingga rasio elektrifikasi di Sumatera juga bisa meningkat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sumatera juga,” ujarnya.

Komaidi mengakui jika pasokan listrik dari kapasitas pembangkit itu tidak sepenuhnya dialirkan ke Jawa, akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Bagaimanapun pusat industri kebanyakan berada di Jawa. Meskipun PLN tetap berencana akan menyediakan kabel bawah laut sebagai jaringan listrik ke Jawa itu, Komaidi meminta agar PLN siap dengan segala risiko.

Pengadaan kabel bawah listrik ini bukan tanpa risiko. Bahkan akan lebih besar risikonya dibandingkan jaringan kabel biasa, katanya.

Komaidi mengatakan apabila terjadi kerusakan di kabel bawah laut ini, dikhawatirkan proses perbaikan akan lebih lama dibandingkan jaringan kabel pada umumnya. “Karena itu, mekanisme kontrol juga harus diperhatikan dan PLN pun harus siap dengan sumber daya manusianya,” ujar Komaidi.

Dia membenarkan adanya kemungkinan biaya transportasi angkutan batu bara dari mulut tambang ke Jawa untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Jawa lebih mahal ketimbang hanya mendistribusikan listrik melalui kabel bawah laut tersebut. Menurut Komaidi, hal ini juga dikarenakan faktor cuaca dan gelombang laut yang tidak menentu, sehingga bisa menghambat pendistribusian batu bara. “Semua memang ada plus dan minusnya, sehingga benar-benar harus dipertimbangkan segala sesuatunya,” kata dia. (*)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments