Investor Daily 20 November 2012
Jakarta, Revisi UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas yang sedang diproses DPR harus sesuai konstitusi, serta memberi solusi komprehensif dan bisa mengantisipasi persoalan migas dimasa mendatang. Pasal-pasal yang baru tidak boleh tercemar transaksi kepentingan pihak tertentu atau politik dagang sapia
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) harus mengikuti konstitusi, yakni migas dikuasai langsung oleh negara untuk memakmurkan rakyat. RUU Migas yang sedang dibahas di DPR jangan berbasis kepentingan pihak-pihak tertentu, sehingga nantinya kembali melanggar konstitusi. Kalau tidak sesuai UUD 1945, akan ada lagi yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK bisa membatalkan pasal-pasal UU Migas yang baru, kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, senin (19/11)
Pasal-pasal dalam UU Migas Tersebut banyak yang tidak sesuai konstitusi, sehingga dibatalkan MK. Dia pernah mengaku mengingatkan DPR tentang pasal-pasal UU Migas yang rawan digugat.
Lihat sejak UU No. 22 Tahun 2001 itu diberlakukan, tidak ada cadangan migas baru yang besar yang ditemukan di Tanah Air, imbuh dia.
Ia Menambahkan, selain tidak mudah digugat, UU Migas yang baru harus bisa bertahan lama. Sikap hati-hati diperlukan dalam pembahasan RUU Migas, namun Revisi UU tetap harus bisa cepat diselesaikan. Hal ini dimungkinkan jika DPR bebas dari kepentingan kelompok.
DPR dan Pemerintah jangan mempertaruhkan masa depan negara dan bangsa, dengan mengedepankan kelompok dalam pembahasan RUU Migas. Putusan MK itu sudah jelas, pandangannya sudah final tentang pasal-pasal yang dibatalkan. Jadi, kalau tidak ada tarik menarik kepentingan di antara anggota DPR, mestinya pembahasan RUU Migas cepat selesaia, ucap dia.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Mohamad Sohibul Iman Mengatakan, sebelum membatalkan pasal mengenai Badan Pelaksana yang mendasari pembentukan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), MK telah membatalkan pasal-pasal lain dalam UU Migas.
Pasal-pasal yang telah dianulir sebelumnya adalah ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) serta penentuan harga eceran BBM melalui mekanisme pasar, papar dia.
Menurut Sohibul Iman, menyusul pembubaran BP Migas, fungsi pengelola kegiatan hulu migas harus segera diserahkan secara permanen kepada badan hukum sekaligus badan usaha. Lembaga tersebut harus berbeda dari BP Migas yang dibubarkan MK, yang hanya merupakan badan hukum.
Jika merupakan badan usaha, lembaga tersebut mampu menjalankan delegasi dari Negara sebagai entitas bisnis migas, termasuk melakukan kerja sama bisnis dengan menerapkan mekanisme business to business. Lembaga pengganti juga harus memiliki fungsi lebih luas seperti Petronas di Malaysia, yakni menjalankan fungsi entitas bisnis dan menjaga ketahanan migas nasional. Indonesia memiliki lembaga serupa, yakni Pertamina, ucap dia.
Perusahaan migas pelat merah tersebut dinilai memiliki kelebihan dibanding BP Migas, yakni berstatus badan hukum sekaligus badan usaha. Namun, corporate culture Pertamina perlu diubah menjadi baik.
Fungsi-fungsi seperti BP Migas bisa diserahkan ke Pertamina, tapi perlu overhaul (turun mesin) lebih dulu. Pertamina sebagai BUMN juga harus imun dari penyimpangan dan intervensi dari pemerintah maupun politikusa tandas Sohibul.
Ia menegaskan, satuan kerja sementara (SKS) pengelola kegiatan hulu migas yang dibentuk pemerintah harus benar-benar ditempatkan sebagai lembaga sementara. Artinya , Pemerintah harus segera membentuk lembaga baru yang permanen.
Kita harus belajar dari kasus BP Migas yang dibubarkan, yang hanya berbentuk badan hukum sehingga tidak memiliki alat-alat produksi, kilang, dan lain-lain. jika suatu hari pemegang kontrak migas menghentikan produksi, apakah badan hukum semacam ini bisa menjaga ketahanan energi nasional? Jelas tidak bisa, karena dia bukan badan usaha yang bisa berproduksi, tutur Sohibul.
Status BP Migas selama ini, lanjut dia, bertolak belakang dengan kewenangannya sebagai pengelola industri migas nasional. BP Migas sulit menjalankan fungsi sebagai penjamin ketahanan energi nasional.
Enam Bulan
Sohibul Iman mengatakan, pembatalan banyak pasal dalam UU Migas oleh MK menyebabkan kekosongan norma hukum. Kekosongan tersebut harus segera diisi dengan norma hukum baru, lewat Revisi UU.
Ia menjelaskan, Revisi UU Migas merupakan inisiatif DPR yang sudah digagas sejak tahun 2009. Namun, hingga kini pembahasan di DPR masih maju mundur, karena nilai politisnya tinggi sekali.
Revisi UU Migas juga sudah masuk Prolegnas dan prioritas 2012-2013. sekarang posisinya masih di DPR, belum diserahkan ke Pemerintah, karena kami belum satu suara. setelah draf diterima pemerintah, tindakan selanjutnya adalah penentuan Daftar Isian Masalah (DIM), ujar dia kepada Investor Daily di Jakarta kemarin.
Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi demokrat Sutan Batoegana mengatakan, pembahasan RUU Migas tetap menjadi prioritas DPR dan hingga kini masih berjalan. DPR akan membahas bersama-sama stakeholder yang lain mengenai lembaga yang menggantikan peran BP Migas.
Mengenai pandangan fraksi-fraksi di DPR terkait Revisi UU Migas, sutan mengaku saat ini belum bisa mengatakannya. semua pihak tentunya harus menghormati putusan MK yang membubarkan BP Migas. Soal RUU, semoga dalam enam bulan kedepan pembahasannya sudah selesai. Yang penting, dalam pembahasan nanti kami tidak melanggar UUD 1945 Pasal 33. Sementara MK untuk membenahi yang ada harus kami hormati, ujar dia.
Ia menilai langkah Pemerintah mengambil alih tugas BP Migas sudah tepat, sehingga tidak ada kekosongan hukum. Fungsi BP Migas tersebut kini dialihkan ke unit kerja di bawah Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, Kami juga akan melihat dulu kinerja unit kerja di bawah Kementerian ESDM ini, tandasnya.
Ia menuturkan, dulu dibentuk BP Migas karena di Pertamina ada kongkolingkong. Hal ini tidak boleh terjadi lagi.
Dulu ketika tugas-tugas yang dilakukan BP Migas di serahkan ke Pertamina, BUMN itu hampir bangkrut, ujar dia.
Sementara itu, merespons pembubaran BP Migas oleh MK, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No 95 Tahun 2012 dan dua keputusan Menteri, yakni Kepmen ESDM No 3135 dan No 3136 Tahun 2012. sesuai aturan tersebut, Pemerintah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (SKSPMigas), sebagai pengganti BP Migas.
Beda Format
Mengenai pengelolan kekayaan migas nasional, Pri Agung menyarankan sebaiknya ditugaskan kepada BUMN, namun dengan format yang berbeda dengan saat Pertamina mendapat penugasan sebelum lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2001. Kalau dulu, penugasan langsung dari presiden.
Sebaiknya, BUMN migas itu berada di bawah menteri. Fungsi legalitasnya berada di Kementerian dan pengendali juga ada di Kementerian, kata dia.
Dia menjelaskan, hirarkinya adalah kuasa pertambangan diserahkan ke BUMN, selanjutnya BUMN tersebut bisa bekerja sama dengan pihak asing maupun swasta nasional BUMN itu bisa melakukan kontrak dengan asing maupun swasta lokal lewat mekanisme business to business.
Saya tidak menginginkan kondisi seperti Pertamina dimasa lalu terulang, ujar dia.
Jika wewenang itu diserahkan ke Pertamina, Pri Agung mengusulkan, dua anak usahanya yakni Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Pertamina EP (PEP) dikeluarkan dulu dari perseroan. Keduanya jadi perusahaan hulu migas yang berada di bawah kementerian.
PEP diberi tugas mengelola sendiri lapangan milik mereka. Sedangkan PHE bisa melakukan kontrak bagi hasil (PSC) dengan pihak asing, atau melaksanakan tugas dan fungsi eks BP Migas. Sedangkan Pertamina diberi tugas menangani bisnis yang menjadi cost center, seperti distribusi bahan bakar minyak (BBM), papar dia.
Petronas, lanjut dia, sebenarnya seperti Pertamina dijaman dulu, tapi aturannya dibuat lebih baik. Sedangkan yang saya usulkan itu merupakan model yang diadopsi di Norwegia, kata dia.
Pertamina Diminta Fokus
Sementara itu, menurut menteri BUMN Dahlan Iskan. PT Pertamina sebaiknya tidaK mengambil alih tugas BP Migas. Pertamina diminta lebih fokus untuk menjadi perusahaan minyak kelas regional pada 2014.
Banyak ide dari masyarakat agar fungsi BP Migas kembali ke Pertamina. Saya minta teman-teman Pertamina untuk tidak pernah punya pikiran untuk mengambil alih tugas itu. Lain halnya jika Pemerintah memberikan wewenang itu ke Pertamina, itu terserah,tandas Dahlan di Jakarta, kemarin
Dahlan menuturkan, awalnya fungsi yang dijalankan oleh BP Migas selama ini berada di tangan Pertamina. Namun, Ketika itu, Pertamina Justru lengah dan tidak memperhatikan produksi yang seharusnya menjadi tugas utama BUMN ini.
Pertamina dulu manja, sehingga begitu dicabut fungsinya dan dialihkan ke BP Migas, BUMN ini jadi perusahaan lemah untuk sementara waktu, kata dia.