(Antaranews.com: Selasa 21 Juni 2016)
JAKARTAA�- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menilai keekonomian pengembangan gas Blok Masela di Maluku merupakan syarat untuk menciptakan efek ganda (multiplier effect) dari megaproyek tersebut.
“Sulit membayangkan efek ganda yang ditimbulkan, apabila skala keekonomian proyek tidak dipenuhi. Lupakan efek ganda, bila proyek tidak ekonomis,” katanya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, setelah proyek mendapat kepastian keekonomiannya, maka baru berbicara tentang “multiplier effect” yang ditimbulkan oleh proyek.
Prastowo mengatakan, salah satu yang dibutuhkan untuk mencapai skala keekonomian proyek Masela adalah perlunya insentif.
Kebutuhan insentif, katanya, menjadi sebuah keharusan sebagai konsekuensi dari perubahan skema pengembangan Masela dari laut ke darat.
Pasalnya, lanjut Prastowo, perubahan dari skema laut ke darat berpotensi menyebabkan pembengkakan biaya investasi. Dari sisi kalkulasi bisnis, menurut dia, membangun di darat harus memperhitungkan potensi pembengkakan biaya atas pembebasan atau sewa lahan, intervensi daerah yang terlalu besar, jangka waktu proyek, dan biaya yang sudah dikeluarkan kontraktor selama ini.
“Semua itu harus masuk dalam pertimbangan. Saya kira sebagai konsekuensi keputusan onshore, pemerintah harus komit memberikan insentif agar proyek Masela bisa berjalan,” ujarnya.
Pemerintah, lanjutnya lagi, harus mampu menjamin dan memastikan proyek Masela bisa “feasible” dan “profitable”.
“Tentunya, pemberian insentif itu mesti dikaji juga secara mendalam kewajarannya,” katanya.
Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga mengatakan, pemerintah harus memberikan solusi sebagai konsekuensi perubahan skema laut ke darat.
“Jika ada risiko investasi akibat perubahan skema itu, maka saya kira perlu ada solusi, karena bagaimanapun ini bisnis yang harus menguntungkan kedua belah pihak,” ujarnya.
Kajian SKK Migas bersama beberapa lembaga menyatakan bahwa investasi Masela dengan skema “onshore” sekitar 19,3 miliar dolar AS dibandingkan “offshore” 14,8 miliar dolar.
Sedangkan, penerimaan negara untuk skema “onshore” sekitar 42,3 miliar dolar atau lebih kecil dari skema “offshore” 51,8 miliar dolar.
Pada Maret 2016, Presiden Joko Widodo mengumumkan skema “onshore” Blok Masela atau berbeda dengan rencana pengembangan (POD) yang sudah disetujui pada Desember 2010 dengan menggunakan skema “offshore”.
Perubahaan skema pengembangan itu, menurut SKK Migas, berdampak pada molornya keputusan investasi final (final investment decision/FID) karena revisi POD diperkirakan baru selesai pada 2019.
Perkiraan produksi Masela sekitar 2026, sedangkan masa kontrak Inpex di blok tersebut selesai pada 2028.