Kompas.com Senin 26 Februari 2018, 18:04 WIB
KOMPAS.com Pemerintah diminta menyerahkan masalah unitisasi lapangan Sukowati di Wilayah Kerja Tuban, Jawa Timur kepada PT Pertamina (Persero).
Apalagi lapangan yang saat ini dikelola Joint Operation Body Pertamina Hulu Energi-PetroChina East Java (JOB PPEJ) hak partisipasinya mayoritas dikuasai Pertamina melalui dua anak usahanya, yaitu PT Pertamina EP dan Pertamina Hulu Energi (PHE).
Hal ini disampaikan Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dalam diskusi publik Menyelisik Kemampuan Pertamina Dalam Mengelola Blok Migas Habis Kontrak yang digelar Dunia Energi di Jakarta, Senin (26/2/2018)
Untuk lapangan Sukowati harusnya tidak ada problem karena Pertamina memliki hak yang besar karena menguasai 80 persen, ujar Komaidi melalui rilis, Senin.
Sebelumnya, Pertamina EP telah mengajukan untuk mengelola lapangan unitisasi Sukowati. Pertamina EP juga berkomitmen meningkatkan produksi lapangan Sukowati sebesar 1.500 barel per hari (bph) dari kapasitas produksi saat ini yang di bawah 10 ribu bph karena dikelola dan dioperatori JOB PPEJ.
Saat ini Blok Tuban dikelola JOB PPEJ. Di Blok Tuban, PHE menguasai 75 persen hak partisipasi, yaitu PHE East Tuban 50 persen dan 25 persen melalui PHE Tuban.
Sedangkan 25 persen sisanya dimiliki Petrochina International Java Ltd. JOB PPEJ juga mengelola unitisasi Lapangan Sukowati yang 80 persen dimiliki Pertamina EP dan 20 persen dikuasai JOB PPEJ.
Dari total produksi JOB PPEJ yang mencapai 9.000-10.000 bph, sebesar 80 persen berasal dari Lapangan Sukowati.
Kontrak PPEJ di Blok Tuban akan berakhir pada 28 Februari 2018. Blok Tuban dan tujuh blok migas habis kontrak (terminasi) lainnya diputuskan untuk diserahkan ke Pertamina.
Namun, pemerintah masih menunggu term on condition (TOC) dari Pertamina sebelum menandatangani kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) baru.
Menurut Komaidi, pengelolaan blok terminasi berdasarkan aturan menempatkan Pertamina maupun kontraktor eksisting sudah diberikan 10 tahun sebelum kontrak berakhir.
Aturannya sudah sangat jelas. Yang terbaru yang kemudian menjadi acuan adalah Permen ESDM No 15 Tahun 2015 yang kemudian direvisi. Revisi ini tidak membatalkan aturan sebelumnya, tapi memberikan jalan kepada pemerintah untuk masuk blok Mahakam,ungkap dia.
Komaidi menambahkan poin utama regulasi tersebut adalah mempertahankan tingkat produksi, memperbaiki tingkat investasi. Regulasi tersebut sangat berpihak kepada Pertamina.
Intinya dari regulasi yang ada sudah sangat jelas mengenai tahapan blok migas habis masa kontrak. Kalau sampai hari ini ada beberapa WK yang belum ada keputusan, domainnya ke aturan tersebut, kata dia.
Tantangan Pertamina
Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan Pertamina mampu mengelola blok-blok terminasi. Namun pengelolaan blok eksisting yang dikelola Pertamina memang sedang turun. Sejak 2013, laju penurunan cukup berat untuk dinaikkan.
SKK Migas selalu memberi atensi khusus ke Pertamina. Jadi dari SKK secara konkret mendukung Pertamina untuk mengelola blok migas, kata Wisnu.
Dia menambahkan, cost recoverry yang dikelola Pertamina masih di bawah rata-rata. Padahal, lapangan yang dikelola Pertamina berada di Sabang sampai Merauke.
Dengan ada tambahan delapan wilayah kerja (WK) akan jadi tantangan buat Pertamina. SKK Migas akan mengikuti keputusan pemerintah, tetap akan dukung Pertamina untuk meningkatkan performanya, tegas dia.
E Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan pemerintah harus tegas bahwa Indonesia sudah mampu mengelola wilayah kerja migas terminasi dan jangan lagi ada keraguan.
Turunannya, tawarkan Pertamina lebih dulu sebagai institusi negara yang tentu memiliki prospek yang lebih baik. Kedua, perusahaan daerah, jangan dilupakan, kata dia.
Menurut Herman, pemerintah daerah mampu. Jika daerah saja sudah mampu, apalagi Pertamina. Ketegasan pemerintah agar perusahaan nasional mengelola WK migas terminasi dalam rangka mewujudkan kedaulatan energi nasional.
Urgensi akan penerimaan negara, kalau sudah 100 persen dikelola anak bangsa, minyak dan gas milik negara. Wilayah migas terminasi adalah lapangan yang sudah mature. Kita harus beri kepercayaan kepada Pertamina, kata Herman.