Saturday, December 7, 2024
HomeReforminer di Media2010BPH Migas Mengontrol Pembelian BBM

BPH Migas Mengontrol Pembelian BBM

Kompas, Sabtu, 23 Januari 2010

Tanjung Pinang, Kompas – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi menerapkan sistem pengendalian atau pemantauan pembelian bahan bakar minyak jenis tertentu untuk transportasi darat pada stasiun pengisian bahan bakar. Uji coba sistem pengendalian itu dilakukan di Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Bintan, dan Kota Batam, Kepulauan Riau. Hal itu diungkapkan Kepala BPH Migas Tubagus Haryono saat pencanangan sistem pemantauan jenis BBM tertentu untuk transportasi darat di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri), Jumat (22/1). Hadir pada acara itu Gubernur Kepri Ismeth Abdullah dan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno.

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Pri Agung Rakhmanto, sistem yang diterapkan itu tidak menyelesaikan masalah secara komprehensif. Hanya solusi jangka pendek dan sulit diterapkan secara nasional. Terkesan proyek yang dipaksakan untuk jalan di daerah. Akar masalah BBM itu kemiskinan, pemerintah semestinya menyiapkan program subsidi langsung ke masyarakat, ujar Pri Agung.

Tubagus mengatakan, dengan sistem itu, pembelian BBM bersubsidi, khususnya premium dan solar, di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) bisa dipantau. Jadi, kebutuhan riil BBM di masyarakat dapat diketahui. Penerapan sistem ini dilakukan dengan menggunakan sejenis kartu prabayar yang dilengkapi data kendaraan untuk membeli BBM. Menurut Waryono, penerapan sistem pengendalian pembelian BBM ini bagian dari upaya BPH Migas untuk mengawasi pendistribusian BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Sistem pengendalian menggunakan kartu ini hanya diterapkan untuk transportasi darat. Jika uji coba di Tanjung Pinang dan Bintan berhasil, akan diterapkan ke provinsi lain, seperti Bangka Belitung. Sistem ini belum diterapkan di kota besar seperti Jakarta.

Pri Agung menilai, sistem ini hanya cocok untuk daerah tertutup dan tidak memiliki mobilitas tinggi. Jika dilakukan di wilayah Pulau Jawa dengan tingkat mobilitas penduduk tinggi, dituntut kesiapan infrastruktur di SPBU. (FER/EVY)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments