Monday, October 14, 2024
HomeReforminer di Media2022Buntut Krisis Batu Bara PLN: Biaya Produksi Listrik Bengkak!

Buntut Krisis Batu Bara PLN: Biaya Produksi Listrik Bengkak!

CNBCIndonesia, 05 Januari 2022

Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis pasokan batu bara yang dialami PT PLN (Persero) saat ini bisa berimbas pada membengkaknya Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Pasalnya, PLN pasti akan menggunakan sumber energi alternatif seperti gas dan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang notabene lebih mahal dibandingkan batu bara guna mencegah pemadaman listrik tidak terjadi.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Dia mengatakan, apapun sumber energi alternatif penggantinya, pasti akan meningkatkan BPP listrik PLN.

“Apapun penggantinya, BPP pasti naik karena batu bara saat ini yang termurah,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (05/01/2022).

Berdasarkan data Statistik PLN 2020, harga rata-rata batu bara pada 2020 sekitar Rp 917,18 per kilo gram (kg), gas alam Rp 101.650,07 per juta standar kaki kubik (MMSCF), dan BBM sebesar Rp 5.746,55 per liter.

Adapun biaya pembangkitan rata-rata untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara pada 2020 rata-rata sebesar Rp 636,55 per kilo Watt hour (kWh), jauh lebih murah dibandingkan pembangkit energi fosil lainnya.

Biaya pembangkitan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) pada 2020 sebesar Rp 1.611,79 per kWh, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Rp 1.322,23 per kWh, dan tertinggi yakni pembangkit listrik yang masih menggunakan BBM atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan biaya mencapai Rp 4.746,32 per kWh.

Bahkan, untuk energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) juga masih di atas Rp 1.000 per kWh, tepatnya Rp 1.107,89 per kWh, masih di atas PLTU.

Adapun biaya pembangkitan yang masih lebih murah dari PLTU batu bara yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan biaya pembangkitan rata-rata “hanya” Rp 438,57 per kWh.

Berdasarkan data tersebut terlihat, bila PLN menggantikan PLTU dengan pembangkit listrik lainnya karena keterbatasan pasokan batu bara, maka ini tentunya akan berdampak pada peningkatan biaya pembangkitan listrik perseroan.

Seperti diketahui, akibat kritisnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) dan juga pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa langkah ini harus diambil dan bersifat sementara guna menjaga keamanan dan stabilitas kelistrikan dan perekonomian nasional.

Kurangnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik pada akhir Desember 2021 dan Januari 2022 ini mengancam pasokan listrik bagi 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri di Jawa, Madura, Bali (Jamali), maupun non Jamali.

Hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total daya sekitar 10.850 Mega Watt (MW) terancam padam bila pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tak kunjung dipasok oleh perusahaan batu bara.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments