Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di Media2011CNOOC Merasa Tak Nyaman di West Madura

CNOOC Merasa Tak Nyaman di West Madura

TEMPO Interaktif, 6 Mei 2011

Jakarta – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai mundurnya China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) di Blok West Madura lantaran merasa tak nyaman dengan proses di belakang layar yang kemungkinan terjadi dalam kasus perpanjangan kontrak di blok tersebut. “Itu bisa saja karena sebelum ini ada semacam tekanan untuk melepaskan sebagian PI (Participating Interest)-nya,” kata Pri Agung kepada Tempo, Jumat 6 Mei 2011.

Tapi, kata Pria Agung, bisa juga mundurnya CNOOC akibat “dikhianati” Pertamina, seperti yang disebut Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono. Sebelumnya, Priyono mengatakan CNOOC kecewa terhadap Pertamina, yang tak memenuhi komitmen melanjutkan kerja sama. Menurut dia, tampaknya CNOOC patah arang. Selain itu, Pertamina selalu berubah-ubah keputusan, terakhir meminta 100 persen pengelolaan di West Madura. “Atau mungkin pula kekecewaan karena faktor kedua-duanya,” ujar Pri Agung.

Pria Agung menambahkan, tidak tertutup kemungkinan di atas dan di belakang kisruh Blok West Madura menyangkut masalah geopolitik dan perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Cina. “Dengan mempertimbangkan banyak aspek seperti menjaga iklim investasi dan menjaga hubungan baik dengan negara lain, secara proporsional memang seharusnya Pertamina tidak perlu menguasai kepemilikan 100 persen, cukup 60 persen tapi menjadi operator,” tutur Pri Agung.

Kemudian sisa 40 persen saham, menurut Pri Agung, masing-masing lebih baik dimiliki Kodeco Energy Limited dan CNOOC. Yang penting tidak ada lagi perusahaan-perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya di sektor hulu minyak dan gas itu. “Saya khawatir, meski sekarang Pertamina menguasai 80 persen, tapi sebenarnya kita hanya menari dalam gendang pihak lain, dalam hal ini Amerika. Sehingga hubungan kita dengan Cina menjadi terganggu. Kita yang merugi,” katanya.

Pri Agung balik mempertanyakan alasan Pertamina yang begitu ngotot dengan kepemilikan hak partisipasi yang begitu tinggi dan tidak berfokus mendapatkan status operatorship. Padahal semestinya Pertamina cukup mendapatkan hak partisipasi antara 51-60 persen sehingga investasi yang ditanggung bisa di-share ke pihak lain. “Pertamina pun dapat mengalihkan sisa dananya ke tempat lain,” ujar dia.Pemerintah, Kamis 5 Mei 2011, akhirnya menunjuk PT Pertamina sebagai operator di Blok West Madura Offshore dalam kontrak perpanjangan untuk masa konsesi selama 20 tahun. Sebagai operator, perusahaan minyak dan gas nasional itu kini menguasai 80 persen hak kepemilikan di ladang minyak lepas pantai Jawa Timur ini. Sisanya, sebanyak 20 persen dimiliki kontraktor lama, Kodeco Energy Co. Ltd.

Staf Ahli Menteri Energi Kardaya Warnika mengatakan, penunjukan Pertamina sebagai operator lantaran perusahaan nasional ini sudah berkecimpung lama di perminyakan. Tapi, kewenangan Pertamina sebagai operator bisa dicabut pemerintah, jika kinerja memburuk. Misalnya, kata Kardaya, target produksi tidak tercapai serta tidak ada komitmen investasi yang baik. “Kalau jelek sehari saja, bisa kami cabut (operatornya).

Soal mundurnya perusahaan minyak Cina, China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), dari kerja sama di West Madura, Kardaya tak berkomentar. CNOOC bersama Kodeco adalah mitra kerja sama Pertamina di West Madura pada kontrak selama 30 tahun yang akan berakhir besok. Sebelumnya, kedua perusahaan masing-masing menguasai 25 persen. Sisanya yang 50 persen dikuasai Pertamina.

Menjelang kontrak berakhir, CNOOC dan Kodeco mengalihkan 12,5 persen kepemilikan West Madura kepada Pure Link Investment dan PT Sinergindo Titra Harapan. Banyak kalangan yang mempertanyakan masuknya dua perusahaan ini. Reputasi dan track record keduanya tak banyak dikenal. Bahkan, kantor Sinergindo hanya kios kecil di Mal Ambasador, Kuningan, Jakarta.

Pada 13 April, sebetulnya sudah disepakati perpanjangan kontrak kerja sama pengelolaan West Madura oleh lima perusahaan. Komposisinya, Pertamina 50 persen, Kodeco 10 persen, CNOOC 10 persen, PT Sinergindo Citra Harapan 10 persen dan Pure Link Investment Ltd 10 persen. Kontraktor pasca 2011 adalah Kodeco dengan masa transisi sampai 2013. Setelah itu operator diserahkan kepada Pertamina.

Belakangan Pertamina meminta kepada pemerintah agar bisa menguasai 100 persen blok West Madura. Keinginan Pertamina ini membuat kesepakatan pada April berubah dan menyebabkan CNOOC mundur. Setelah penunjukan sebagai operator, kata Kardaya, Pertamina dan Kodeco dibolehkan mengalihkan sahamnya. Alasannya, pengalihan saham dalam bisnis adalah hal yang lumrah dalam perjanjian business to business.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments