(Koransindo,22 Desember 2016)
Setelah mengalami penurunan sekitar 59% dalam kurun waktu dua tahun terakhir, harga minyak dunia tahun depan diperkirakan mulai kembali naik.
K eputusan Organisasi Negaranegara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas produksi di penghujung tahun ini, ditambah membaiknya permintaan secara global, diyakini bakal mendongkrak harga minyak dunia. Tak heran jika pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 pun mematok asumsi harga minyak di angka USD45 per barel, lebih tinggi ketimbang asumsi dalam APBN-P 2016 sebesar USD40 per barel.
Bahkan, beberapa pendapat menyebut ratarata harga minyak dunia tahun depan bisa di atas USD50 per barel. Pakar energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto misalnya, memperkirakan rata-rata harga minyak tahun depan berada pada kisaran USD55-60 per barel. Di satu sisi, kenaikan harga minyak dunia akan menjadi beban mengingat masih tingginya impor minyak oleh negara ini.
Kurang lebih separuh dari kebutuhan minyak dalam negeri sebesar 1,6 juta barel per hari harus dipenuhi melalui impor. Di sisi lain, proyeksi naiknya harga minyak mentah juga membangun optimisme akan meningkatkan investasi ekplorasi di sektor hulu minyak dan gas bumi di dalam negeri. Namun, tampaknya agak sulit berharap produksi minyak dalam negeri akan meningkat signifikan pada tahun depan.
Sebab, produksi minyak dalam negeri saat ini memang relatif kecil karena sebagian besar ladang minyak yang ada relatif berusia tua. Tak hanya itu, iklim investasi, khususnya di sektor migas juga dinilai masih dibayangi ketidakpastian. Utamanya adalah terkait belum selesainya revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Dalam kondisi tersebut penerimaan dari sektor ini diperkirakan tidak akan meningkat signifikan karena produksi yang relatif stagnan. Hal senada diutarakan anggota DPR Komisi VII DPR dari Fraksi Gokar Satya Widya Yudha. Pesimisme akan naiknya produksi hulu migas secara signifikan tahun depan menurutnya didasari pada persoalan iklim investasi migas di dalam negeri. Kompleksitas permasalahan peraturan yang berlapis dan izin birokrasi yang berbelit menurutnya masih menjadi pekerjaan rumah tahun depan.
Meski begitu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mempunyai pandangan berbeda. Jonan mengatakan bahwa kemungkinan tahun depan lifting migas melampaui target APBN 2017 sebesar 815.000 barel per hari. Secara internal target tersebut telah ditetapkan bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Menurut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, produksi minyak siap jual tahun depan diperkirakan mencapai 825.000 barel per hari. Optimisme itu muncul karena rata-rata lifting harian saat ini mencapai 821.000 barel per hari atau melebihi target APBN 2016 sebesar 820.000 barel per hari. Apabila tidak ada kejadian luar biasa sampai akhir tahun ini, kata dia, target lifting 820.000 barel per hari optimistis tercapai.
Terlepas dari itu, optimisme pemerintah seharusnya memang juga ditunjang langkah konkrit memperbaiki iklim investasi migas, khususnya memberikan kepastian dengan menyelesaikan revisi UU Migas yang menjadi aturan dasarnya.
Bagi investor, pemerintah juga diharapkan memberikan kepastian dengan memberikan keputusan terkait 22 blok migas yang akan habis masa kontraknya pada 2020. Selain itu, penyederhanaan izin mutlak diberikan. Bahkan, pemberian insentif pun sudah harus dipertimbangkan untuk mendorong kontraktor kontrak kerja sama lebih giat menggarap wilayah kerjanya.