Saturday, December 7, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2011JANJI NEGOSIASI ULANG KONTRAK TAMBANG

JANJI NEGOSIASI ULANG KONTRAK TAMBANG

PRI AGUNG RAKHMANTO
Pendiri ReforMiner Institute;Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti
KOMPAS, Senin, 7 November 2011

Berbagai berita tentang negosiasi ulang kontrak pertambangan belakangan mengesankan seolah ada progres signifikan. Benarkah ada progres yang menjanjikan?

Pertama, dalam hal klaim pemerintah bahwa 65 persen dari total perusahaan pertambangan yang terikat kontrak telah menyetujui prinsip-prinsip negosiasi ulang kontrak (diantaranya yang utama menyangkut besaran royalti) untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba 4/2009) (Kompas, 22 September 2011).

Dari jumlah itu, ada yang telah menyetujui seluruh prinsip, ada yang baru menyetujui sebagiannya saja. Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini ini tercatat ada 42 perusahaan yang terikat Kontrak Karya (untuk pertambangan mineral) dan 76 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Jika didasarkan atas jumlah kontrak (perusahaan) yang ada tersebut, klaim tersebut bisa jadi memang dapat diterima. Namun, berdasarkan kajian lanjut ReforMiner Institute atas data-data tersebut, diketahui bahwa 35 persen perusahaan yang belum (tidak) menyetujui prinsip-prinsip negosiasi ulang tersebut, skala produksinya ternyata mendominasi total produksi mineral utama dan batubara nasional.

 

Sebanyak 75,5 persen produksi batubara, 82,4 persen produksi emas, 85,1 persen produksi perak, dan 100 persen produksi tembaga nasional selama kurun waktu 2003 – 2010, dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang termasuk di dalam 35 persen yang tidak menyetujui prinsip-prinsip negosiasi ulang tersebut. Dari sini secara sederhana dapat dikatakan bahwa klaim keberhasilan negosiasi ulang kontrak tambang oleh pemerintah, jika pun benar, itu hanya berlaku untuk perusahaan atau kontrak tambang dengan skala remeh-temeh, tidak signifikan.

 

Posisi Lemah

Kedua, dalam hal dasar argumentasi yang digunakan pemerintah saat ini di dalam melakukan negosiasi ulang itu sendiri sesungguhnya dapat dikatakan sangat lemah. Undang-Undang Minerba 4/2009 yang dikatakan menjadi dasar sangat ambigu di dalam ketentuannya; Pasal 169 butir b menyatakan bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU Minerba ini diundangkan (Januari 2009).

Akan tetapi Pasal 169 butir a menyatakan bahwa Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah ada sebelum berlakunya UU Minerba ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.

Jadi, mana yang benar? Jika UU yang ada tidak ambigu seperti itu pun, posisi pemerintah dalam negosiasi ulang kontrak tambang juga sudah lemah karena pasal-pasal yang ada dalam kontrak tambang memang sudah sedemikian banyak yang berat sebelah. Sebagai contoh, hanya untuk menentukan perusahaan tambang itu lalai saja, pemerintah tidak bisa sendiri, tetapi harus melalui arbitrase.

Ketiga, dalam hal penetapan tarif royalti yang saat ini oleh pemerintah diharapkan dapat dinaikkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Ini merupakan bukti lain bahwa posisi pemerintah dalam negosiasi ulang kontrak tambang selama ini sejatinya memang lemah. Peraturan Pemerintah yang sudah ada dan berlaku sejak tahun 2003 saja nyatanya selama ini tak dipatuhi oleh kontrak-kontrak tambang ada.

Jadi, apakah masih akan terus menjanjikan negosiasi ulang kontrak tambang dengan membungkusnya dengan klaim-klaim keberhasilan yang semu ataukah akan benar-benar merealisasikannya dengan kerja nyata membenahi hal-hal yang fundamental terlebih dahulu? Kita butuh bukti, bukan janji.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments