Kontan.co.id; 22 Januari 2023
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) masih menghadapi tantangan keekonomian proyek.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, sampai saat ini tantangan yang melingkupi industri panas bumi masih berfokus pada keekonomian proyek yang berkaitan juga dengan harga jual listrik yang dihasilkan.
“Jangka waktu (pengembangan) cukup panjang sementara pembelinya masih tunggal yaitu PLN. Jadi kalau PLN tidak mau membeli (listrik) dengan argumentasi lebih mahal dibandingkan yang rata-rata mereka beli ya gak akan salah, selama ini itu yang terjadi,” terang Komaidi, Senin (22/1).
Komaidi menjelaskan, persoalan lain merupakan turunan dari aspek keekonomian proyek seperti perizinan, investasi pada daerah terpencil hingga konflik penggunaan lahan.
Di sisi lain, PLN sempat menyampaikan rencana mendorong kerjasama dalam membangun 9 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan total kapasitas diperkirakan mencapai 260 megawatt (MW).
Adapun 9 lokasi geothermal yang akan segera dikembangkan PLN, yakni Tulehu di Maluku Tengah, Atadei di Nusa Tenggara Timur, Songa Wayaua di Halmahera Selatan, Tangkuban Perahu di Jawa Barat, Ungaran di Jawa Tengah, Kepahiang di Bengkulu, Oka Ile Ange di NTT, Gunung Sirung di NTT, Danau Ranau di Sumatra Selatan dan Lampung Barat.
Komaidi menilai langkah ini perlu didorong untuk meningkatkan pengembangan panas bumi.
“Ini terobosan yang bagus untuk meminimalkan risiko investasi dan mendorong pengembangan panas bumi lebih baik lagi,” pungkas Komaidi.
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pengembangan pembangkit panas bumi hingga 2023 mencapai 2.417,7 MW atau bertambah 57,4 MW dari tahun 2022 yang sebesar 2.360,3 MW. Pada tahun 2024 ini, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang PLTP mencapai 2.472,7 MW.