Monday, October 14, 2024
HomeReforminer di Media2024Nihil Anggaran, Pembangunan Pipa Gas di Pantura Jawa dan Sumatera Bidik PNBP

Nihil Anggaran, Pembangunan Pipa Gas di Pantura Jawa dan Sumatera Bidik PNBP

Kompas.co.id; 12 Septmeber 2024

JAKARTA, KOMPAS — Anggaran pembangunan infrastruktur berupa pipa transmisi gas bumi tahap II dan Dumai-Sei Mangkei tak disetujui Badan Anggaran DPR untuk masuk dalam pagu anggaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam RAPBN 2025. Kementerian ESDM mengusulkan program tetap dilanjutkan dengan pembiayaan berasal dari sumber anggaran penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dony Maryadi Oekon dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2024), mengatakan, keputusan rapat kerja pada 5 September 2024 menyepakati rencana kerja dan anggaran Kementerian ESDM 2025 senilai Rp 10,88 triliun. Keputusan ini kemudian dibahas oleh Badan Anggaran DPR.

Baca juga: Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi

”Hasil pembahasan di Badan Anggaran DPR menyebutkan bahwa RKA-KL (rencana kerja dan anggaran kementerian-lembaga) Kementerian ESDM tahun anggaran 2025 yang disetujui hanya Rp 3,90 triliun,” kata Dony saat membuka raker.

Apabila dibandingkan dengan usulan RKA-KL Kementerian ESDM, sebagian besar unit mengalami penurunan anggaran. Yang paling mencolok ialah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dari Rp 4,84 triliun menjadi Rp 566,68 miliar. Sebelumnya, Rp 4 triliun lebih dialokasikan untuk pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) tahap II dan Dumai-Sei Mangkei (Dusem, di Sumatera).

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mendatangi rumah duka almarhum ekonom senior Faisal Basri Batubara di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2024).
KOMPAS/ERIKA KURNIA

Bahlil Lahdalia mengatakan, lantaran sudah diputuskan, pihaknya menerima RKA-KL Kementerian ESDM senilai Rp 3,90 triliun. Namun, ia mengingatkan, Indonesia tengah mengalami persoalan dalam infrastruktur gas bumi. Pembangunan pipa gas Cisem tahap II (Batang-Cirebon) sudah dilakukan lelang dan telah ada pemenangnya sehingga seharusnya dianggarkan.

”Saran kami, kalau boleh, rapat-rapat berikutnya, (DPR) jangan tanya kami tentang pipa gas. Sebab, parlemen boleh bertanya jika diberi ruang, biaya, untuk kami mengerjakan. Jadi, kalau tidak ada pekerjaan, apa yang mau ditanyakan? Kita juga harus menjelaskan kepada publik, jangan sampai dianggap kita ini yang mandek,” ujarnya.

Bahlil juga menyangkutkan rendahnya anggaran untuk Ditjen Migas dengan upaya peningkatan produksi siap jual (lifting) minyak bumi. ”Bayangkan, kita mau menaikkan lifting minyak, tetapi dirjennya hanya dikasih anggaran Rp 500 miliar. Padahal, target negara dari hulu migas mau dijadikan lebih kurang 15-16 miliar dollar AS,” katanya.

https://cdn-assetd.kompas.id/gogrdsaPWesJHv9XE4o_9rKheuY=/1024×506/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F19%2F628ff721-12b5-430d-85ab-75769184abc4_png.png

Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ratna Juwita Sari, yang juga ditugasi dalam Banggar DPR, mengatakan, dirinya telah memperjuangkan penambahan anggaran bagi Kementerian ESDM, termasuk terkait penyelesaian pipa gas Cisem tahap II dan Dusem. Terlebih, hal itu juga menyangkut jaringan gas perkotaan.

”Kami akan terus perjuangkan untuk adanya perubahan-perubahan. Namun, kami berharap Kementerian ESDM juga proaktif menyampaikan ke pemerintah, dari sisi pemerintahannya sendiri. Pak Menteri juga ketua umum partai. Mudah-mudahan kedekatan-kedekatan yang ada bisa meningkatkan performa Kementerian ESDM dalam melayani masyarakat serta bangsa dan negara,” ujarnya.

Proyek itu diusulkan menggunakan anggaran dari instansi pengelola PNBP Minerba (penjualan hasil tambang).

Merespons permintaan Ratna, Bahlil menuturkan, ”Menyangkut lobi-lobi, kita tunggu Menteri Keuangan yang baru saja karena memang negara ini, kan, harus berjalan terus. Saya yakin, Pak Presiden Terpilih pasti akan mengangkat dan memilih menteri yang bisa menjalankan apa yang beliau paparkan dalam kampanye,” ucapnya.

Dalam raker itu, Bahlil dan Komisi VII DPR sepakat melanjutkan program pembangunan pipa gas Cisem tahap II dan Dusem senilai Rp 4,28 triliun. Proyek itu diusulkan menggunakan anggaran dari instansi pengelola PNBP Minerba (penjualan hasil tambang).

Adapun proyek pipa transmisi gas Cisem sempat mangkrak belasan tahun hingga akhirnya diputuskan dijalankan menggunakan APBN mulai 2022. Pada 2023, Cisem tahap I atau ruas Semarang-Batang telah tersambung. Apabila Cisem dan Dusem sepenuhnya tersambung, Aceh hingga Jawa Timur akan tersambung pipa transmisi gas. Itu, antara lain, guna menyalurkan surplus gas di Jatim ke Jabar yang defisit gas.

Pipa baja yang beberapa bagian telah disambung dengan pengelasan sebagai bagian dari pembangunan transmisi gas bumi di kawasan utara Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/1/2023). Proyek pembangunan pipa gas bumi tersebut menurut rencana melalui Semarang-Batang-Cirebon. Pembangunan jalur pipa gas tersebut sebagai bagian konektivitas penyaluran gas bumi dari Jawa Timur hingga Jawa Barat untuk mendapatkan energi murah dan mudah diakses.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pipa baja yang beberapa bagian telah disambung dengan pengelasan sebagai bagian dari pembangunan transmisi gas bumi di kawasan utara Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/1/2023). Proyek pembangunan pipa gas bumi tersebut menurut rencana melalui Semarang-Batang-Cirebon. Pembangunan jalur pipa gas tersebut sebagai bagian konektivitas penyaluran gas bumi dari Jawa Timur hingga Jawa Barat untuk mendapatkan energi murah dan mudah diakses.

Menyangkut pangan

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penganggaran saat ini masih periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, jika melihat pemerintahan ke depan (2024-2029), Presiden Prabowo Subianto, antara lain, mengusung ketahanan energi dan ketahanan pangan sebagai visinya.

”Infrastruktur gas penting untuk keduanya. Terkait pangan, gas ialah bahan baku pupuk. Dari Aceh hingga Jawa Timur ada sejumlah titik pabrik pupuk yang amat penting untuk ketahanan pangan. Kalau infrastruktur energi ini tidak jadi prioritas, berarti kemarin hanya (untuk) kampanye,” ujarnya.

Komaidi memahami bahwa banyak anggaran di kementerian pada RAPBN 2025 yang dikurangi dari basis APBN 2024. ”Namun, belajar dari pengalaman, kalau dijalankan dengan mekanisme swasta/bisnis, bukan APBN, proyek pipa gas berjalan lambat. Apalagi ada komitmen pemerintah untuk memastikan pasokan gas. Jika mandek, pelaku usaha akan berpikir-pikir untuk investasi dan lainnya,” katanya.

Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, jika pembangunan infrastruktur gas terkendala, masalah ketidakseimbangan supply-demand gas bisa semakin tidak pasti penyelesaiannya. Kelebihan kapasitas produksi di wilayah Jatim, misalnya, yang tetap tak bisa tersalurkan ke Jabar atau daerah lain yang memerlukan gas.

”Sementara pembiayaan non-APBN untuk infrastruktur energi di Tanah Air sulit diharapkan. Sebab, pasar energi yang regulated dengan harga di bawah cenderung tidak menarik bagi investasi. Di samping itu, tidak sejalan dengan strategi bisnis dan prioritas portofolio investasi badan usaha,” lanjut Pri Agung.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments