VIVAnews.com, 4 Mei 2012
“Sudah lewat semua, sudah tidak ada alternatif lagi,”
Pemerintah sudah tidak memiliki cara lagi untuk menyelamatkan anggaran akibat batalnya pembatasan BBM dan kenaikan harga BBM. Pemerintah lebih baik bersiap menyusun APBN-Perubahan jilid II.
“Sudah lewat semua, sudah tidak ada alternatif lagi,” ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi VIVAnews, Jumat 4 Mei 2012.
Menurutnya untuk menyelamatkan APBN tahun ini hanya menyiapkan perubahan APBN kembali. Pasalnya dalam APBN-P angka yang digunakan sudah mempertimbangkan kenaikan harga BBM. “Namun kan ada akrobat politik seperti itu. Anggarannya asumsinya kenaikan BBM, tapi dalam praktiknya sulit. Alokasi anggaran sudah tidak ada, jadi ya penyelesaiannya mengubah APBN lagi sebetulnya,” ujarnya.
Jika mengubah APBN-P kembali, pemerintah perlu menambah anggaran sebesar Rp41 triliun untuk memenuhi kuota BBM, tergantung dari asumsi harga minyak. Jika harga minyak berada di kisaran US$105 per barel seperti asumsi saat ini, perlu tambahan RP10 triliun karena ada anggaran kompensasi yang tak terpakai. “Kalau harga minyak US$115-120 ini yang susah karena sudah terlalu jauh berbeda dari asumsi,” tambahnya.
Seperti diketahui pemerintah urung menerapkan kebijakan pembatasan bahan bakar bersubsidi bagi mobil pribadi berdasar kapasitas mesin (cc) atau tahun produksi. Pemerintah menerapkan pembatasan dengan cara lain, meniadakan premium di SPBU tertentu.
“Untuk pengendalian pelat hitam, kemarin ada cc atau tahun. Setelah kami ujicoba di lapangan, itu akan sulit,” kata Menteri Energi Jero Wacik dalam konferensi pers usai rapat kabinet terbatas bidang energi di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis 3 Mei 2012.
Jero mengungkapkan, pembatasan dilakukan dengan sporadis di beberapa tempat, khususnya di kawasan-kawasan perumahan elit. Di tempat itu seluruh SPBU Pertamina hanya menjual BBM nonsubsidi. (eh)