(www.kompas.com: 3 Februari 2016)
JAKARTA, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menjamin tak ada kebuntuan dalam pemilihan model pengolahan gas Blok Masela, Maluku. Keputusan pemilihan model pengolahan gas, yaitu di lepas pantai atau di daratan, sepenuhnya di tangan Presiden Joko Widodo. Namun, lambannya keputusan terkait dengan Blok Masela dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi iklim investasi di Indonesia.
“Saya tidak melihat ada potensi deadlock (kebuntuan) dalam masalah ini. Tugas saya meyakinkan bahwa proses ini berjalan baik,†kata Sudirman, Selasa (2/2), di Jakarta.
Tender pengelolaan Blok Masela dimenangi Inpex Corporation (Jepang) dan Shell (Belanda) pada 1998. Inpex bertindak sebagai operator dengan kepemilikan saham 65 persen dan Shell 35 persen. Mereka mengajukan model pengolahan gas di atas laut dengan model kilang gas alam cair terapung (floating LNG).
Polemik soal pengolahan gas Blok Masela mencuat setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan bahwa pengolahan gas Blok Masela lebih tepat dilakukan dengan model kilang gas di darat. Keputusan model pengolahan gas Blok Masela diserahkan ke Presiden sembari meminta masukan dari semua pihak, termasuk investor.
“Saya akan menghormati keputusan Presiden. Dalam waktu dekat, akan ada pertemuan dengan investor (Inpex dan Shell). Semoga dalam satu-dua bulan keputusan bisa difinalkan,†ujar Sudirman.
Pengamat energi dari Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, berlarut-larutnya pengambilan keputusan mengenai Blok Masela menciptakan situasi kurang kondusif bagi iklim investasi di Indonesia. Namun, investor perlu menyadari bahwa realitas sosial, ekonomi, dan politik terkait Blok Masela sangat sensitif.
“Investor memang harus bersabar. Mereka juga harus menyadari bahwa pemerintah segera memutuskan masalah ini setelah seluruh kajian secara lengkap sudah ada,†ujar Pri Agung.
Pri Agung juga sepakat dengan keputusan pemerintah yang membuat kajian lengkap mengenai model pengolahan gas Blok Masela. Dengan cara itu, keputusan yang diambil dapat benar-benar dipertanggungjawabkan dari segala aspek.
Menurut kajian Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), investasi yang dibutuhkan jika gas diolah dengan fasilitas LNG terapung sebesar 14,8 miliar dollar AS. Kebutuhan ini lebih murah daripada mengolah di darat yang diperkirakan memerlukan dana 19,3 miliar dollar AS.
Mengutip data SKK Migas, cadangan gas Blok Masela sebanyak 10,73 triliun kaki kubik dan kondensat sebanyak 24.460 barrel per hari.
Sebelumnya, setelah rapat terbatas tentang Blok Masela di Kantor Presiden, Senin (1/2), Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, memang masih terdapat perbedaan dalam soal pilihan lokasi pengolahan Blok Masela. Hal ini antara lain terkait dengan biaya pemulihan, pendapatan negara, hingga efek ekonomi berganda bagi masyarakat sekitar jika dibangun di darat.
Â