(IndoPetroNews,20 Desember 2016)
IndoPetroNews-Adagium ganti menteri, ganti pula kebijakan bukan hanya sindiran khalayak kepada pemegang kebijakan di Tanah Air. Dan inilah yang terjadi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini.
“Dulu, zamannya Pak Sudirman Said jadi Menteri ESDM, fokus utamanya adalah tata kelola. Saat Pak Luhut Binsar Pandjaitan menjabat Plt Menteri ESDM lebih gencar menggulirkan revisi PP 79 2010. Kini, Pak Jonan lebih gandrung pada skema Gross Split yang akan menggantikan cost recovery,” tandas Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, kepada indoPetroNews.com Senin petang (19/12/2016) di Jakarta. Akibatnya, pihak kontraktor kebingungan
“Kasihan pengusahanya,” kata Komaidi. Sejatinya, regulasi minyak dan gas bumi (migas) dibuat secara permanen sehingga ada kepastian. “Kepastian itulah yang dibutuhkan pelaku bisnis. Mereka kan sudah membuat planing dan kalkulasi bisnis secara matang jauh hari sebelum mengeksekusi satu bisnis,” terang Komaidi.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini tengah menggodok perubahan skema bisnis dalam industri hulu migas. Selama ini skema yang dijalankan menggunakan cost recovery. Sistem ini hendak diubah dengan skema Gross Split.
Menurut anggota Komisi VII DPR, Satya W Yuda, skema Gross Split tidak jauh berbeda dengan rezim cost recovery. “Hanya lebih dimodifikasi di sana-sini,” ujarnya, dalam satu diskusi pada Senin (19/12/2016) di Jakarta. Namun intinya tetap sama.
Sementara Bobby Gafur, Ketua Bidang Oil and gas Kadin Indonesia, berharap pemerintah memberikan panduan Gross Split kepada pengusaha. “Semoga regulasi ini dapat diimplentasikan di lapangan,” kata Bobby.