Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di Media2014Roadmap Gas Nasional Diperlukan

Roadmap Gas Nasional Diperlukan

JAKARTA- Pemerintah diharapkan segera menyelesaikan roadmap kebijakan gas nasional untuk mendukung program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas.

Direktur eksekutif Indonesian Resource Studies (Iress) Marwan Batubara mengungkapkan program ini harus didorong dan dikembangkan secara masif.

“Bahkan kalau perlu melalui konsesus nasional” ujarnya, senin (9/6)

Pasalnya, dia menilai bila program ini tidak segera digenjot maka indonesia akan defisit dan kemungkinan paling buruk akan krisis ekonomi.

Menurutnya, saat ini kebutuhan energi tinggi dan tumbuh mencapai 8% per tahun dan subsidi BBM yang terlampau besar. Belum lagi, nilai tukar rupiah yang semakin lemah.

Dia berpendapat program ini terkesan mandeg lantaran tidak ada kemauan dari pemerintah. Padahal, misalkan roadmap kebijakan gas dibuat, maka sektor swasta bisa dilibatkan untuk mendongkrak pengembangan konversi secara masif.

Sementara, pemerintah kini tengah menyelesaikan roadmap tersebut yang akan berlaku hingga 2030. Sayangnya, rencana pemerintah ini dinilai tidak mencermikan sikap pemerintah untuk merampungkan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).

Mantan Ketua Dewan Gubemur Organization of the Petroleum Exporting Countries  (OPEC) Maizar Rahman menilai bila pemerintah memiliki niat untuk konversi seharusnya pada 2020 Indonesia akan memiliki 1.000 unit stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

Padahal, pemerintah dalam roadmap tersebut hanya menargetkan 83 SPBG saja.

“Bayangkan, Thailand saja punya 400 lebih SPBG. Pakistan yang seluruh gasnya impor punya lebih dari 1.000 unit SPBG,” ujarnya.

Dia berharap agar kebijakan konversi ini didukung dengan roadmap yang jelas dan detail hingga pelaksanaannya agar sektor swasta juga mampu berkontribusi untuk menggenjot pembangunan SPBG dan infrastruktur pendukung.

Maizar mencatat setidaknya ada 3 poin penting yang harus dikaji oleh pemerintah. Pertama, soal pasokan gas. Kedua, soal kesiapan infrastruktur. Ketiga, soal harga.

Dia memberi catatan khusus soal kesiapan infrastruktur yang rendah, juga soal disparitas harga gas dengan harga BBM.

“Harga perlu disesuaikan agar bisa diterima baik masyarakat sebagai konsumen, produsen dan investor,” ujarnya.

Padahal, ujarnya konsumsi BBG saat ini hanya 0,8% dari produksi gas nasional sehingga perlu ada langkah peningkatan konsumsi BBG.

Di sisi lain, Wakil Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan bila salah satu penghambat program ini justru soal pengadaan konverter kit dan industri otomotif.

Pasalnya, dia menilai biaya pemasangan konverter kit mahal. Bahkan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo pernah mengungkapkan bila pemasangan per unit konverter kit mencapai Rp15 juta.

Komaidi menilai bila kendaraan di Indonesia memang hanya didesain untuk mengkonsumsi BBM. Padahal, di Brasil, konverter itu telah terpasang sejak kendaraan tersebut dibeli dari produsen. (Lukas Hendra)

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments