TEMPO.CO;5 Januari 2014
Jakarta – Pengamat energi dari Reformer Institute, Pri Agung Rakhmanto, meminta pemerintah tegas dan langsung memberikan keputusan definitif terhadap persetujuan naik atau tidak naiknya harga elpiji 12 kg. Hal itu penting kata dia agar harga elpiji di pasaran tidak menjadi liar.
“Pertamina adalah BUMN yang 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah sehingga pasti akan dan harus tunduk pada apapun keputusan itu,” katanya kepada Tempo, Ahad, 5 Januari 2014.
Dalam konteks kebijakan energi khususnya minyak dan gas, Pri mengatakan pemerintah harus konsisten dan jelas di dalam penetapan komoditas yang dikategorikan subsidi dan non-subsidi. “Termasuk bagaimana pengaturan dan mekanismenya di dalam penentuan harga,” katanya.
Adanya ketidakjelasan antara subsidi dan nonsubsidi serta penentuan harga yang tidak jelas memunculkan kisruh yang tidak produktif seperti sekarang. “Jadi saling lempar tanggung jawab,” katanya.
Begitu juga dengan batasan mengenai komoditas energi yg dikategorikan menguasai hajat hidup orang banyak.”Harus jelas dan dituangkan secara eksplisit dalam peraturan resmi pemerintah,” katanya. Termasuk di dalamnya jika elpiji 12 kg dikategorikan sebagai komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak dan harganya.
Dalih pemerintah yang mengatakan tidak mengetahui wacana kenaikan harga elpiji menurut dia mengindikasikan dua hal. Pertama, Koordinasi di tingkat pemerintah tidak berjalan baik. Kedua, ada tendensi politisasi terhadap isu ini untuk kepentingan mencari simpati masyarakat dengan seolah-olah menjadi pahlawan yang membatalkan kenaikan harga.
“Mestinya sudah terlebih dahulu mengetahui adanya (rencana) penaikan harga elpiji ini karena sudah sejak lama audit BPK menyatakan adanya kerugian Pertamina.