KOMPAS, 8 Januari 2014
JAKARTA a�� Polemik harga elpiji non- bersubsidi 12 kilogram sepekan terakhir ini menunjukkan koordinasi di dalam pemerintahan tidak berjalan dengan baik. Hal ini sebagai dampak ketidakjelasan aturan main mengenai siapa yang berwenang menetapkan harga elpiji non-bersubsidi itu. Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto, Selasa (7/1), di Jakarta, mekanisme penetapan harga elpiji masih belum jelas. Hal ini berpotensi kembali menimbulkan polemik setiap kali harga elpiji 12 kg akan naik.
Kalau keputusan kenaikan harga elpiji 12 kg itu diambil saat rapat umum pemegang saham, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan tahu tetapi tidak atau belum melaporkannya kepada Presiden RI, hal itu mungkin terjadi. a�?Itu artinya, koordinasi antarpemerintah tak berjalan dengan baik,a�? ujarnya. Namun, hal seperti itu memang bisa terjadi karena aturan main menyangkut siapa yang berwenang menetapkan harga elpiji 12 kg tidak jelas, apakah pemerintah atau PT Pertamina (Persero). a�?Jika pemerintah, siapa itu, apakah Presiden, Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Menteri BUMN, atau Menteri Koordinator Perekonomian,a�? kata Pri Agung.
Jika pemerintah konsisten dan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, seharusnya penetapan harga elpiji 12 kg dilakukan pemerintah, dalam hal ini adalah kementerian teknis terkait atau institusi yang ditetapkan dalam peraturan tertentu. Mahkamah Konstitusi telah mencabut Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, yang menyatakan harga migas tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar.
Dalam konteks elpiji 12 kg, aturan itu tidak jelas. Hal ini sama halnya dengan Pertamax dan bahan bakar minyak nonbersubsidi lain, yang juga menjadi rancu lantaran yang menetapkan harga adalah pelaku atau berdasarkan mekanisme pasar. a�?Seharusnya, jika konsisten menjalankan putusan MK, maka pemerintah yang menetapkan harganya,a�? kata dia menegaskan.
Penetapan harga oleh pemerintah ini tidak hanya untuk elpiji 12 kg, tetapi juga untuk harga energi migas non-bersubsidi lain, seperti Pertamax dan sejenisnya. Karena itu, pemerintah perlu membuat aturan siapa yang berwenang menetapkan harganya dan bagaimana mekanismenya. Contohnya, harga gas yang dijual di dalam negeri melalui pipa jelas siapa yang mengatur dan menetapkan, yakni Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, dan itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009.
Secara terpisah, pengamat energi Fabby Tumiwa menyatakan, harga elpiji CP Aramco tidak tepat jika dijadikan acuan penetapan harga elpiji dan jadi perhitungan klaim kerugian, karena tidak semua elpiji diimpor. a�?Yang diperlukan adalah transparansi biaya produksi elpiji Pertamina, sehingga pemerintah dan publik tidak dirugikan, baik harga jual elpiji maupun penetapan subsidi elpiji 3 kg,a�? ujarnya. Pemerintah juga perlu membenahi tata niaga elpiji. Perbedaan harga di tingkat agen dan pengecer menunjukkan praktik tata niaga yang tidak sehat. a�?Bisnis elpiji berada dalam situasi regulasi yang vakum. Jelas BPH Migas gagal, demikian juga Kementerian ESDM,a�? kata Fabby.
Sementara itu dari Ambon, Maluku, dilaporkan, meski harga elpiji 12 kg telah diturunkan, pembeli elpiji di Ambon dan Ternate tetap harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli tabung gas tersebut daripada pembeli elpiji di Jawa.
Di Pontianak, Kalimantan Barat, agen penjualan elpiji pada hari Selasa mulai menyesuaikan harga penjualan. a�?Kami langsung menyesuaikan harga penjualan ke sub-agen. Kami tidak mau diberi sanksi Pertamina,a�? kata agen elpiji di Siantan, Pontianak Utara, Lili.
Di Palangkaraya, sejumlah agen di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tetap menjual elpiji 12 kg dengan harga Rp 145.000 per tabung untuk persediaan elpiji lama, sedangkan untuk persediaan baru dengan harga Rp 111.500 per tabung. Adapun di tingkat pengecer, harga berkisar Rp 150.000-160.000 per tabung. Hal itu masih terjadi meski PT Pertamina telah mengumumkan harga elpiji 12 kg per tabung di tingkat agen Rp 89.000 sampai Rp 120.100 mulai 7 Januari pukul 00.00.
Di Jayapura, Papua, PT Pertamina Region VIII yang beroperasi di area Maluku dan Papua menetapkan harga penjualan elpiji 12 kilogram di Jayapura sebesar Rp 223.000. Angka tersebut mengalami sedikit penurunan dari harga sebelumnya melonjak Rp 260.000. Di Denpasar, Provinsi Bali, jajaran Kepolisian Daerah Bali memantau pendistribusian elpiji pasca-perubahan harga elpiji.