Kompas; 20 Agustus 2014
JAKARTA, KOMPAS Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal mencapai target subsidi bahan bakar minyak sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014. Usaha berikutnya yang dilakukan adalah membuat rekomendasi laporan strategi untuk presiden baru.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat program 100 hari terakhir masa kepemimpinannya Setiap kementerian ditugaskan untuk menuntaskan sejumlah pekerjaan rumah. Total terdapat 116 rencana aksi.
Salah satu rencana aksi Kementerian Koordinator Perekonomian adalah menyelesaikan laporan rekomendasi strategi penurunan subsidi energi yang mencakup subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik Rekomendasi akan diserahkan kepada presiden terpilih pada 10 Oktober.
“Rekomendasi itu tak banyak berguna. Apa yang harus direkomendasikan? Dalam konteks persoalan subsidi BBM, hampir semua pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan sudah tahu apa yang harus dilakukan, kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Selasa (19/8).
Rekomendasi itu, menurut Pri, semestinya telah dilakukan Yudhoyono selama memerintah. Namun, faktanya, Yudhoyono tak mengambil kebijakan berarti yang mampu mengurangi subsidi BBM.
Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi per 22 Juni 2013 sejatinya hanya mengembalikan kc harga pada 24 Mei-30 November 2008. Sebab, setelah periode itu, Yudhoyono menurunkan harga sebanyak tiga kali.
Pri berpendapat, masih ada waktu bagi Yudhoyono untuk memperbaiki catatan kegagalan di bidang subsidi BBM. Caranya adalah menaikkan harga BBM bersubsidi bersama dengan presiden terpilih.
Kenaikan harga, menurut Pri, adalah keniscayaan jika pemerintah ingin mengalokasikan anggaran negara ke hal-hal prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Kebijakan pembatasan sebagaimana dilalaikan selama ini sifatnya hanya menjaga agar kuota subsidi RRM tidak jebol.
“Kebijakan ini bukan sebatas urusan meringankan rezim mendatang, melainkan juga untuk kepentingan bangsa Indonesia. Ini jauh lebih penting daripada memberikan rekomendasi yang tidak ada manfaatnya, kata Pri.
Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014, subsidi BBM tahun 2013 dipatok Rp 51,1 triliun. RPJMN adalah jabaran visi-misi presiden.
Realisasinya mencapai Rp 210 triliun. Hal itu belum termasuk subsidi BBM yang belum dibayar pemerintah sekitar Rp 40 triliun. Artinya, realisasi subsidi BBM mencapai lima kali lipat target RPJMN.
“Lha wong selama menjabat saja dia tidak bisa melakukan, kok, malah sekarang mau memberikan strategi kepada pemerintah selanjutnya Seharusnya dilakukan selama menjabat. Saya kira ini hanya untuk menutupi kesalahan yang telah dilakukan selama ini dan untuk menunjukkan kontribusi ketika pemerintah mendatang melakukan pengurangan subsidi BBM, kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini di Jakarta.
Kesalahan Yudhoyono terakhir, menurut Hendri, adalah membatasi kuota BBM bersubsidi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 tanpa diikuti kebijakan menyeluruh. Langkah pembatasan kuota itu hanya melulu dilimpahkan kepada Pertamina melalui pengurangan pasokan.