TEMPO.CO, 06 Juni 2012
Jakarta – Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto memaparkan pemberian insentif kilang merupakan hal yang wajar diberikan pemerintah di luar negeri. “Negara Asia Pasifik itu berlomba kasih insentif. Mereka juga kasih sewa lahan murah dan lainnya,” ujar Pri, Rabu (06/06).
Insentif fiskal ini memang diterapkan untuk menarik minat investasi di kilang. Sebab, kebutuhan BBM di tiap negara dipastikan masih meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Namun hal tersebut berbeda dengan yang diterapkan di Indonesia. Pemerintah keberatan dengan pengajuan syarat investor Kuwait untuk pembangunan kilang di sini. Padahal, jika dibandingkan insentif yang diberikan negara lain terhadap investor kilang, apa yang diajukan ke Indonesia oleh Kuwait masih belum seberapa.
Ia membandingkan pemberian insentif yang diberikan pemerintah Thailand terhadap investor kilang misalnya. Pemerintah negara gajah putih itu menetapkan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan impor BBM, pemberian pinjaman lunak untuk pengembangan kilang biofuel dan investor diberikan pengurangan sebesar 50 persen hingga pembebasan bea impor untuk mesin dan komponen kilang.
Investor juga diberi tax holiday selama 3 – 8 tahun sejak awal pengusahaan, dan investor diberikan pengurangan pajak badan sebesar 50 persen selama 2 – 5 tahun setelah masa tax holiday.
Hal serupa juga dilakukan oleh pemerintah Vietnam dengan memberikan potongan tarif pajak korporasi. Pemerintah juga memberi fasilitas kredit dengan tingkat bunga yang murah. “Bahkan memberikan pembebasan sewa tanah secara keseluruhan selama proyek berjalan,” kata Pri.