Saturday, December 7, 2024
HomeReforminer di Media2012KILANG BBM: Hanya 2 Opsi, Dibangun Pemerintah Atau Gandeng Investor

KILANG BBM: Hanya 2 Opsi, Dibangun Pemerintah Atau Gandeng Investor

Bisnis.com06 Juni 2012

JAKARTA: Pilihan dalam percepatan pengembangan kilang BBM nasional hanya ada dua, yakni dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah atau memberikan insentif fiskal dan nonfiskal yang diperlukan investor.

Menurut Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, pembangunan kilang sangat berdampak besar terhadap neraca perdagangan, ketersediaan devisa, dan stabilitas makroekonomi.

Saat ini, sekitar 60 % konsumsi energi final nasional adalah BBM, dan sekitar 30 % konsumsi BBM nasional dipenuhi dari impor dan akan semakin meningkat jika tidak dibangun kilang baru.

Berdasarkan sumber RDP Komisi VII DPR dengan PT Pertamina (Februari 2012), pada periode 2012, produksi kilang existing yang ada sekitar 40,60 juta KL, sedangkan permintaan domestik sekitar 57,10 juta KL atau dikatakan defisit 16,50 juta KL.

“Jika tidak dibangun kilang baru, pada 2014 nanti bisa defisit sampai 22,20 juta KL,” ujar Pri Agung dalam seminarMewujudkan Ketahanan Energi Nasional melalui Kebijakan Diversifikasi Energi dan Penguatan Sektor Migas, Rabu 6 Juni 2012.

Menurut Pri, neraca perdagangan minyak defisit terutama disebabkan oleh impor produk kilang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspornya. Keterbatasan kilang merupakan penyebab utamanya. Pilihannya hanya dua, pemerintah yang bangun sendiri atau memfasilitasi.

“Kalau mau bangun ya bangun, kalau tidak ya harus jadi fasilitator yang baik, harus konsekuen ada penugasan khusus ke Pertamina untuk bangun kilang,” tambahnya.

Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, mengatakan bahwa komitmen pemerintah dalam membuat kilang sendiri bergantung pada kebijakan subsidi. “Ya artinya kalau kita berkomitmen mau bangun, kita sediakan bisa lewat PNM ke pertamina, penugasan ke Pertamina,” ucapnya.

Ketika ditanya kapan akan mulai berkomitmen, Bambang mengatakan bahwa hal tersebut bergantung pada kebijakan subsidi. Yang pasti, pihaknya tidak bisa menentukan apakah 2013 sudah bisa diputuskan atau tidak.

Ardhy Mokobombang, Vice President Strategic Planning Business Development & Operational Risk-Refining PT Pertamina, mengatakan bahwa diperlukan 6 kilang baru untuk mencukupi kebutuhan konsumsi minyak sampai 2020. Asumsi ini sudah ditambah dengan pembangunan 2 kilang baru yang rencananya akan beroperasi 2019 dan 2020, yakni Kilang Balongan dan Kilang Tuban.

Ibaratnya, kalau bangun 6 kilang lagi, baru mencukupi kebutuhan minyak sampai 2020. “Kapasitasnya masing-masing 300.000 BOPD dikali enam kilang saja,” kata Ardhy.

Namun, enam lokasi tersebut masih harus dicari, harus disesuaikan dengan kemampuan investasi, investor, serta ketahanan energi.

Dia belum mengetahui rencana lokasinya lantaran belum ada kajian lebih lanjut. Menurut Ardhy, kilang tersebut dibutuhkan, mengingat tidak ada keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan.

Jika pada 2020 dibutuhkan 8 kilang baru, pada 2025 dibutuhkan sekitar 11 kilang baru (sudah termasuk Balongan dan Tuban) untuk memenuhi pasokan.

Lebih lanjut Ardhy mengatakan, jika pemerintah berencana membangun kilang sendiri, diharapkan ada penugasan ke Pertamina.

Jika modelnya penugasan seperti itu, Pertamina siap tetapibelum bisa dalam waktu dekat.”Membangun kilang butuh waktu, kajian itu 2-3 tahun, kemudian membangun 4-5 tahun,” tambahnya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments