Thursday, November 14, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2012Subsidi Listrik & Perencanaan Energi Primer Pembangkit

Subsidi Listrik & Perencanaan Energi Primer Pembangkit

Komaidi Notonegoro,
Wakil Direktur ReforMiner Institute
Koran Sindo, Senin, 26 Maret 2012

Dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2012, anggaran subsidi listrik mengalami kenaikan dalam jumlah yang signifikan.

Anggaran subsidi listrik yang semula di APBN 2012 dianggarkan sebesar Rp44,96 triliun, di RAPBN-P 2012 naik menjadi Rp93,05 triliun atau meningkat 106,96 persen. Peningkatan subsidi listrik tersebut lebih besar dibandingkan peningkatan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat sekitar 34,34 persen dari asumsi APBN 2012.

Sepanjang biaya pokok pengadaan (BPP) tenaga listrik lebih tinggi dari harga jual tenaga listrik (HJTL), pemerintah memang diharuskan mengalokasikan anggaran subsidi listrik di APBN.Sementara itu, besar-kecil subsidi listrik yang dianggarkan di APBN ditentukan oleh beberapa faktor.

Di antaranya volume penjualan tenaga listrik, harga energi primer pembangkit (BBM, batu bara, gas, dan lainnya), nilai tukar rupiah, volume pembelian listrik dari swasta, dan susut jaringan. Dari sejumlah faktor tersebut, secara umum subsidi listrik dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu volume penjualan tenaga listrik dan BPP tenaga listrik.

Energi Primer Pembangkit

Berdasarkan data yang ada, pemerintah dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN hampir selalu bermasalah dalam melakukan perencanaan energi primer untuk pembangkitnya. Bauran energi primer pembangkit yang ditargetkan terus membaik dengan cara mengurangi porsi penggunaan BBM,dalam realisasinya tidak sesuai dengan yang direncanakan.

PLN seringkali kesulitan memperoleh gas dan batu bara yang direncanakan untuk menyubstitusi penggunaan BBM. Karena pemanfaatan panas bumi, tenaga air,dan energi terbarukan yang lain relatif belum berkembang, pengoperasian pembangkit kembali lagi menggunakan BBM. Akibat itu, BPP tenaga listrik meningkat dan beban subsidi listrik di APBN juga meningkat.

Kondisi yang sama tampaknya juga terjadi pada perencanaan energi primer pembangkit PLN pada tahun anggaran 2012.Pada APBN 2012 bauran energi primer pembangkit untuk BBM, gas, dan batu bara, masing-masing ditargetkan sebesar 8,11 persen; 23,58 persen; dan 56,66 persen. Akan tetapi, dalam RAPBN-P 2012 target tersebut direvisi menjadi masing-masing 13,98 persen; 22,98 persen; dan 51,47 persen.

Dari revisi atau perubahan bauran energi primer tersebut diketahui bahwa PLN kesulitan memperoleh pasokan gas dan batubara sesuai dengan target semula.Untuk menyubstitusi berkurangnya pasokan gas dan batubara tersebut dilakukan dengan menambah porsi penggunaan BBM. Akibat itu, penggunaan BBM yang semula hanya ditargetkan sebesar 8,11 persen meningkat menjadi 13,98 persen.

Masalah Perencanaan

Pembengkakan subsidi listrik pada RAPBN-P 2012 hingga sekitar 106,96 persen dari target semula diperkirakan akibat permasalahan dalam perencanaan. Jika bertolak pada realisasi subsidi listrik pada tahun sebelumnya (2011), perencanaan subsidi listrik pada APBN 2012 terlihat lebih optimistis. Berdasarkan data, realisasi subsidi listrik pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp93,4 triliun.

Sedangkan dalam APBN 2012 subsidi listrik ditargetkan sebesar Rp44,96 triliun atau turun 51,86 persen dari realisasi subsidi listrik 2011. Itu merupakan perencanaan yang optimistis, terlebih target penjualan tenaga listrik di APBN 2012 juga ditargetkan meningkat menjadi 173,77 TWh atau meningkat 9,98 persen dari realisasi penjualan tenaga listrik 2011 yang sebesar 158 TWh.

Dalam perencanaan energi primer,utamanya bauran energi fosil juga terlihat lebih optimistis. Pada 2011 realisasi penggunaan BBM,gas,dan batubara dalam bauran energi primer pembangkit masing-masing sebesar 23,45 persen; 21,22 persen; dan 43,13 persen.

Sedangkan dalam APBN 2012 kombinasi penggunaan energi primer pembangkit masing-masing ditargetkan 8,11 persen; 23,58 persen; dan 56,66 persen. Artinya pada 2012 penggunaan BBM ditargetkan turun 15,34 persen dan penggunaan gas dan batu bara masing-masing ditargetkan meningkat 2,36 persen dan 13,43 persen.

Di antaranya volume penjualan tenaga listrik, harga energi primer pembangkit (BBM, batu bara, gas, dan lainnya), nilai tukar rupiah, volume pembelian listrik dari swasta, dan susut jaringan. Dari sejumlah faktor tersebut, secara umum subsidi listrik dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu volume penjualan tenaga listrik dan BPP tenaga listrik.

Energi Primer Pembangkit

Berdasarkan data yang ada, pemerintah dalam hal ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN hampir selalu bermasalah dalam melakukan perencanaan energi primer untuk pembangkitnya. Bauran energi primer pembangkit yang ditargetkan terus membaik dengan cara mengurangi porsi penggunaan BBM,dalam realisasinya tidak sesuai dengan yang direncanakan.

PLN seringkali kesulitan memperoleh gas dan batu bara yang direncanakan untuk menyubstitusi penggunaan BBM. Karena pemanfaatan panas bumi, tenaga air,dan energi terbarukan yang lain relatif belum berkembang, pengoperasian pembangkit kembali lagi menggunakan BBM. Akibat itu, BPP tenaga listrik meningkat dan beban subsidi listrik di APBN juga meningkat.

Kondisi yang sama tampaknya juga terjadi pada perencanaan energi primer pembangkit PLN pada tahun anggaran 2012.Pada APBN 2012 bauran energi primer pembangkit untuk BBM, gas, dan batu bara, masing-masing ditargetkan sebesar 8,11 persen; 23,58 persen; dan 56,66 persen. Akan tetapi, dalam RAPBN-P 2012 target tersebut direvisi menjadi masing-masing 13,98 persen; 22,98 persen; dan 51,47 persen.

Dari revisi atau perubahan bauran energi primer tersebut diketahui bahwa PLN kesulitan memperoleh pasokan gas dan batubara sesuai dengan target semula.Untuk menyubstitusi berkurangnya pasokan gas dan batubara tersebut dilakukan dengan menambah porsi penggunaan BBM. Akibat itu, penggunaan BBM yang semula hanya ditargetkan sebesar 8,11 persen meningkat menjadi 13,98 persen.

Masalah Perencanaan

Pembengkakan subsidi listrik pada RAPBN-P 2012 hingga sekitar 106,96 persen dari target semula diperkirakan akibat permasalahan dalam perencanaan. Jika bertolak pada realisasi subsidi listrik pada tahun sebelumnya (2011), perencanaan subsidi listrik pada APBN 2012 terlihat lebih optimistis. Berdasarkan data, realisasi subsidi listrik pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp93,4 triliun.

Sedangkan dalam APBN 2012 subsidi listrik ditargetkan sebesar Rp44,96 triliun atau turun 51,86 persen dari realisasi subsidi listrik 2011. Itu merupakan perencanaan yang optimistis, terlebih target penjualan tenaga listrik di APBN 2012 juga ditargetkan meningkat menjadi 173,77 TWh atau meningkat 9,98 persen dari realisasi penjualan tenaga listrik 2011 yang sebesar 158 TWh.

Dalam perencanaan energi primer,utamanya bauran energi fosil juga terlihat lebih optimistis. Pada 2011 realisasi penggunaan BBM,gas,dan batubara dalam bauran energi primer pembangkit masing-masing sebesar 23,45 persen; 21,22 persen; dan 43,13 persen.

Sedangkan dalam APBN 2012 kombinasi penggunaan energi primer pembangkit masing-masing ditargetkan 8,11 persen; 23,58 persen; dan 56,66 persen. Artinya pada 2012 penggunaan BBM ditargetkan turun 15,34 persen dan penggunaan gas dan batu bara masing-masing ditargetkan meningkat 2,36 persen dan 13,43 persen.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments