Blok Migas Cepu dan Mahakam Butuh Perhatian Pemerintah

Bisnis.com, 03 Februari 2021

Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan produksi alamiah yang membayangi capaian kinerja untuk Blok Cepu dan Blok Mahakam perlu menjadi perhatian pemerintah mengingat kontribusinya yang cukup besar untuk kinerja hulu minyak dan gas bumi nasional.

Staf pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menilai kedua wilayah kerja tersebut berperan vital untuk menopang produksi nasional. Untuk itu, dia berpendapat bahwa SKK Migas perlu memberikan dukungan dalam hal keekonomian kedua lapangan itu.

Menurut dia, insentif fiskal perlu diberikan kepada Blok Cepu dan Blok Mahakam. Bahkan, apabila diperlukan, penyesuaian kebijakan fiskal pada kedua lapangan itu dapat dilakukan. Dukungan kemudahan operasional yang perlu diberikan seperti persetujuan yang dipercepat, fasilitasi perizinan dengan instansi lain dan atau pemerintah daerah.

“Namun, yang lebih prinsip adalah agar di dalam penerapannya itu prinsip assume and discharge dalam hal perpajakan itu dijalankan. Adapun jenis-jenis pajaknya bisa seperti yang diusulkan SKK Migas,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/2/2021).

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menilai peranan Blok Cepu dan Blok Mahakam berpengaruh untuk kepentingan nasional.

Untuk menekan penurunan produksi kedua blok migas tersebut, pemerintah perlu memberikan insentif untuk mendukung peningkatan produksi.

“Ya, bisa [usulan insentif SKK Migas], kalau itu semua bisa dilaksanakan,” jelasnya.

 

 

Pengamat: Proyek IDD Masih Berpotensi Onstream Tepat Waktu

Kontan.co.id, 02 Februari 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai masih ada peluang agar proyek Blok Indonesia Deepwater Development (IDD) tahap II onstream tepat waktu di 2025 mendatang.

Dia menjelaskan, diperlukan sinergi pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam memastikan jalannya proyek pasca alih kelola rampung nantinya.

“Kunci ada di pemerintah dan KKKS, jika segala sesuatu bisa dipercepat masih memungkinkan,” jelas Komaidi kepada Kontan.co.id, Selasa (2/2).

Dia menambahkan, perizinan ini termasuk di dalamnya berkaitan dengan rencana pengembangan alias Plan of Development (PoD).

Menurutnya, dengan perizinan yang dipercepat maka akan menjadi insentif tersendiri bagi KKKS. Terlebih saat ini kunci utama industri hulu migas tanah air dinilai terletak di wilayah Tengah dan Timur Indonesia.

“Kalau IDD berhasil akan menjadi contoh untuk proyek lain,” kata Komaidi.

Di sisi lain, Komaidi menilai langkah pemerintah yang menargetkan proses alih kelola Blok IDD dari Chevron Pacific Indonesia ke ENI dapat rampung pada kuartal I 2020 merupakan hal yang positif.

Sekedar informasi, Chevron menjadi operator pada Proyek IDD yang terdiri dari Lapangan Bangka, Gendalo Hub dan Gehem Hub. Dari ketiganya, baru Lapangan Bangka yang memulai produksi pada 2016 silam dengan kapasitas produksi sebesar 110 MMSCFD.

Nantinya, jika mengelola Proyek IDD maka ENI berpotensi mengintegrasikan fasilitas Gendalo Hub dan Gehem Hub dengan fasilitas Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau yang mereka kelola.

Adapun, konsorsium proyek IDD terdiri dari kepemilikan saham Chevron sebesar 62%, sisanya dipegang oleh ENI sebesar 20% dan Sinopec 18%.

 

Pasar LNG Global dan Neraca Gas Indonesia

Investordaily, 02 Februari 2021

Penulis: Komaidi Notonegoro

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister
Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Global Gas Report 2020 menginformasikan bahwa pada tahun 2019 pasar gas dunia berada pada kondisi oversupply. Permintaan gas dunia tumbuh sekitar 2,3 %, sementara produksi gas dunia meningkat sekitar 3,5 %. Kondisi tersebut menyebabkan harga gas pada global hub utama mengalami penurunan hingga 37 %. Harga gas Henry Hub turun sekitar 18 %, TTM turun sekitar 38 %, dan JKM turun sekitar 42 %.

Data menunjukkan, saat ini porsi gas dalam bauran energi primer global sekitar 25 %. Sejumlah lembaga memproyeksikan konsumsi gas dalam beberapa tahun ke depan akan meningkat. Kebijakan transisi energi yang mengarah pada penggunaan energi yang lebih bersih diyakini akan semakin meningkatkan porsi gas dalam bauran energi primer global.

Pasar LNG Global

Pada tahun 2019, volume perdagangan gas global dilaporkan meningkat sekitar 2,9 %. Perdagangan gas pada periode tersebut terdistribusi 53 % gas pipa dan 47 % LNG. Porsi LNG dalam perdagangan gas global meningkat dari 43 % pada 2018 menjadi 47 % pada 2019. Volume impor LNG di pasar global pada 2019 dilaporkan meningkat sekitar 40,9 MT menjadi 354,7 MT (metric ton) atau sekitar 13 % dari tahun 2018.

Impor LNG Jepang dan Korea Selatan selama periode tersebut dilaporkan turun sekitar 7 %. Sementara impor LNG China dilaporkan meningkat sekitar 14 %. Impor LNG Asia Selatan, India, Pakistan, dan Banglades pada 2019 dilaporkan meningkat signifikan. Impor LNG oleh wilayah tersebut dilaporkan meningkat sekitar 20 %. Banglades tercatat menjadi
pasar LNG terbesar kedua di wilayah Asia setelah China.

Dari sisi produsen, Qatar, Australia, dan Amerika Serikat tercatat menjadi eksportir LNG terbesar di dunia. Pada 2019, Qatar mengekspor 77,8 MT (22 %), Australia 75,4 MT (21 %), dan Amerika Serikat 33,8 MT (10 %). Sementara, Indonesia merupakan negara eksportir LNG terbesar ketujuh dengan 15,5 MT (4 %). Jumlah ekspor LNG Indonesia menurun dari
18,2 MT pada 2018 menjadi 15,5 MT pada 2019 MT. Hal tersebut salah satunya akibat menurunnya produksi LNG dari kilang Bontang.

Peningkatan ekspor LNG pada tahun 2019 berasal dari produsen utama LNG global yaitu Amerika Serikat 13,1 MT, Rusia 11 MT, Australia 8,7 MT, dan Malaysia 1,8 MT. Ditengah ekspor LNG global yang dilaporkan meningkat, terdapat tiga eksportir LNG yang volumenya menurun yaitu Indonesia, Equatorial Gunia, dan Norwegia. Penurunan volume ekspor LNG Indonesia tercatat sebagai yang terbesar dengan 2,7 MT.

Dari sisi infrastruktur, kapasitas kilang LNG global tercatat mengalami peningkatan sekitar 11 % yaitu dari 388 MTPA pada 2018 menjadi 430,5 MTPA pada 2019. Dengan memperhitungkan proyek kilang LNG di Amerika Serikat, Mozambique, Rusia, dan Nigeria yang telah memasuki tahap final investment decision (FID) pada 2019, kapasitas kilang LNG Global pada akhir 2020 diproyeksikan bertambah menjadi 454,8 MTPA.

Kapasitas kilang LNG gobal diproyeksikan akan meningkat signifikan jika mengingat pada tahun 2019 terdapat proyek kilang LNG dengan kapasitas sekitar 907,4 MTPA yang telah memasuki tahap pre-FID. Proyek kilang LNG yang memasuki tahap pre-FID pada 2019 diantaranya adalah proyek di Amerika Serikat 350,5 MTPA, Canada 221,8 MTPA, Australia 50 MTPA, Qatar 49 MTPA, dan Rusai 42,2 MTPA.

Neraca Gas Indonesia

Pada saat pasar gas global sedang oversupply, kondisi yang terjadi pada Indonesia justru dapat dikatakan sebaliknya. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2020-2030, jika hanya mengandalkan produksi eksisting pada tahun 2022 mendatang Indonesia sudah akan mengalami defisit pasokan gas. Sejak tahun 2022, contracted demand yaitu volume kebutuhan gas bumi berdasarkan PJBG/GSA lebih tinggi dari existing supply yaitu perkiraan gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang sedang berproduksi.

Dari region yang ditetapkan dalam Neraca Gas Indonesia yaitu region I (Aceh dan Sumatera Bagian Utara), region II (Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, Kepri, dan Jawa Bagian Barat), region III & IV (Jawa Bagian Tengah dan Timur), region V (Kalimantan dan Bali), dan region VI (Papua, Sulawesi, dan Maluku), terdapat sejumlah region yang memerlukan LNG untuk menutup kekurangan pasokan gas di region yang bersangkutan.

Untuk region III & IV misalnya, sejak tahun 2020 telah memerlukan LNG sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan gas di region tersebut. Pada tahun 2020 volume kebutuhan gas bumi berdasarkan PJBG/GSA di region tersebut sekitar 700 MMSCFD, sementara perkiraan gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang sedang berproduksi di region yang sama di bawah 600 MMSCFD.

Jika project supply yaitu perkiraan gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang POD-nya sudah disetujui maupun yang sedang dalam proses persetujuan, serta dari unit penyimpanan dan regasifikasi yang telah mendapat kepastian pasokan dan potensial supply yaitu perkiraan volume gas bumi yang POD-nya belum diajukan oleh KKKS namun telah terindikasi memiliki cadangan terbukti yang diperkirakan ekonomis untuk dikembangkan dan diproduksikan diperhitungkan, kondisi neraca gas region III & IV selama 2021 dan 2022 akan relatif membaik. Akan tetapi sejak tahun 2023 produksi tersebut sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi contracted demand dan committed demand gas di region yang sama.

Neraca Gas Indonesia menginformasikan, jika di dalam perkembangannya tidak terdapat penambahan penemuan cadangan, Indonesia akan mengalami defisit neraca gas pada 2030 mendatang meskipun seluruh sumber daya gas yang ada telah diproduksikan. Pada tahun 2030 mendatang volume dari contracted demand, committed demand, dan potential demand telah lebih besar dari existing supply, project supply, dan potential supply gas Indonesia.

Mencermati kondisi yang ada tersebut, saya menilai pemanfaatan LNG termasuk impor LNG untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri pada dasarnya hanya masalah waktu. Karena itu, sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan ketahanan energi nasional pemerintah perlu memformulasikan suatu kebijakan agar Indonesia dapat memanfaatkan dan memperoleh benefit dari tren harga LNG dunia yang saat ini sedang relatif murah.

Peningkatan Permintaan Listrik Pascapandemi Harus Diantisipasi

Investordaily, 1 Februari 2020

JAKARTA, investor.id – Salah satu dasar pembangunan pembangkit listrik dalam proyek nasional penyediaan energi listrik 35.000 MW adalah asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 6% ke atas. Pandemi kemudian menurunkan pertumbuhan ekonomi namun diyakini sektor industri akan tumbuh positif (rebound) setelah pandemi usai.

Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro mengatakan jika pandemi usai, industri akan tumbuh, aktivititas masyarakat pun akan pulih dan konsumsi listrik pasti dengan cepat akan pulih dan membaik.

Ia menyarankan pemerintah untuk merampungkan pelaksanaan proyek 35.000 MW guna menjaga ketersediaan listrik, nantinya akan ada penurunan demand terhadap listrik lebih disebabkan pandemi dan pembatasan yang berimbas terhadap banyak sektor ekonomi.

Kondisi dunia usaha yang membaik usai vaksinasi tahun ini, menuntut ketersediaan listrik yang cukup, rencana pemerintah yang ingin menghentikan pembangunan PLTU dengan total daya 15,5 GW pada RUPTL 2021-2030 dinilainya harus dikoreski.

Kementerian Perindustrian menyatakan adanya tren perbaikan investasi dan proyeksi lonjakan pasca pandemi.

Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Iklim Usaha dan Investasi, Imam Haryono mengatakan sepanjang tahun 2020 pertumbuhan sektor industri masih kontraksi dan ia menegaskan bahwa tren perbaikan tetap ada.

Dari sisi persepsi pelaku industri, ada indikator penting yaitu Purchasing Managers Index (PMI) adalah indikator ekonomi yang dibuat dengan melakukan survei terhadap sejumlah Purchasing Manager di berbagai sektor bisnis, semakin tinggi angka Purchasing maka menunjukkan optimisme pelaku sektor bisnis tersebut terhadap prospek perekonomian ke depan.

Indeks PMI Indonesia memang terus membaik sejak September dan pada Desember PMI naik signifikan menjadi 51,3, tren ekspansi sektor industri dan peningkatan nilai PMI adalah modal penting dalam mendorong pertumbuhan sektor industri di tahun 2021.

“Pada tahun 2021 diproyeksikan semua subsektor industri mampu tumbuh positif,” ujar Imam dalam siaran persnya yang diterima Investor Daily, di Jakarta, Senin (1/2).

Kondisi pandemi Covid-19 yang menekan pertumbuhan sektor manufaktur tidak banyak mempengaruhi sisi investasi, kontraksi investasi di Indonesia cukup rendah jika dibandingkan negara Asean lainnya.

BKPM mencatat pada Januari-Desember 2020, realisasi investasi sektor industri mencapai Rp 272,9 triliun, angka ini menyumbang 33% dari total nilai investasi nasional yang mencapai Rp 826,3 triliun. Kementerian Perindustrian menargetkan realisasi penanaman modal di sektor industri manufaktur pada tahun 2021 mencapai Rp 323,56 triliun naik 18,56% dari realisasi 2020 sebesar Rp 272,9 triliun.

Optimisme ini didukung dengan implementasi Undang Undang Cipta Kerja dan perbaikan perekonomian dunia pasca vaksinasi, semua infrastruktur yang dibutuhkan termasuk listrik harus terpenuhi dengan pasokan yang stabil.

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyebutkan permintaan listrik sebelum Covid-19 hanya tumbuh di bawah angka 5%, angka ini semakin merosot setelah musibah Covid-19.

Di tengah kondisi surplus listrik yang berdampak pada keuangan PLN, ia menilai bahwa kebutuhan terhadap PLTU tidak terhindarkan selain biaya murah terdapat alasan lain berupa cadangan batu bara yang melimpah.

Biden Moratorium Kontrak Migas, Ini Momen RI Gaet Investor AS

CNBCIndonesia, 28 Januari 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengeluarkan peraturan baru guna memerangi dampak perubahan iklim, salah satunya menghentikan (moratorium) kontrak minyak dan gas (migas) baru di wilayah darat dan perairan AS. Bahkan, Biden juga memotong subsidi bahan bakar fosil.

Kebijakan baru Pemerintah AS ini dinilai sebagai peluang bagi Indonesia untuk menggaet investor yang tak lagi bisa menambang migas di negeri Paman Sam tersebut.

 

Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari ReforMiner Institute, menilai kebijakan Biden tersebut memang sudah diduga sebelumnya karena dia pro energi baru terbarukan. Kebijakan terbaru ini menunjukkan konsistensi Joe Biden untuk menggencarkan pengembangan energi baru terbarukan.

Namun di sisi lain, lanjutnya, ini berdampak positif bagi negara-negara lain yang masih memiliki sumber cadangan migas yang besar. Pasalnya, perusahaan migas yang berada di AS menurutnya pasti akan mencari sumber migas baru yang bisa digarap, termasuk Indonesia.

“Saya kira positif bagi negara-negara lain yang punya cadangan migas. Ada kemungkinan mereka akan berusaha di tempat lain,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/01/2021).

Meski kebijakan Joe Biden akan mengutamakan proyek energi baru terbarukan, namun menurutnya perusahaan migas tidak akan semudah itu untuk beralih ke proyek energi baru terbarukan.

“Perusahaan AS sektor migas saya kira mereka tidak sederhana untuk begitu saja beralih ke bisnis EBT,” imbuhnya.

Oleh karena itu, dia menilai ini merupakan sebuah peluang, khususnya bagi Indonesia yang sedang mencari investor di sektor hulu migas, untuk menggaet perusahaan migas dari AS tersebut.

“Saya kira kalau di sana tidak ada peluang berkembang, mereka akan tetap mencari alternatif lain. Sepanjang ada margin, mereka akan tetap jalan,” ujarnya.

Gejolak Pasokan Batu Bara dan Ancaman Byar Pet Listrik PLN

CNNIndonesia, 28 Januari 2021

Kabar pemadaman listrik secara bergilir hingga Maret 2021 masih menjadi perbincangan hangat. Isu itu berawal dari unggahan Instagram Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Faisol Riza.

“Situasi listrik nasional kita hari ini sudah prihatin. Kemungkinan akan ada pemadaman secara bergilir karena pasokan batu bara yang tidak stabil,” tulisnya dalam akun Instagram-nya bernama @faisol8418, dikutip Kamis (28/1).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana angkat bicara mengenai kabar pemadaman listrik bergilir ini. Ia mengakui ada kendala pengiriman batu bara karena masalah cuaca dan banjir.

Kendala tersebut membuat pasokan batu bara di sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menipis. Bahkan, Rida menyatakan persediaan di sejumlah pembangkit milik PT PLN (Persero) kritis.

“Stok batu bara (di PLTU) berkurang. Biasanya, aman 15 hari kemudian perlambatan (pengiriman batu bara) ini yang menggerus stok. Yang normal jadi siaga, ada yang kondisi darurat, malah ada yang kritis,” kata Rida.

Menurut Rida, banjir hingga masalah cuaca membuat jangka waktu pengiriman batu bara dari Kalimantan Selatan ke pembangkit di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) bertambah lama. Biasanya, pengiriman batu bara hanya butuh waktu empat hari, tapi kini bertambah menjadi tujuh hari atau lebih.

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, ada empat perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Selatan yang terdampak karena banjir. Perusahaan-perusahaan tersebut, antara lain PT Prolindo Cipta Nusantara, PT Binuang Mitra Bersama, PT Arutmin Indonesia, dan PT Bhumi Rantau Energi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan produsen batu bara terbesar berada di Kalimantan Selatan. Tak ayal, bila ada masalah di wilayah itu, maka akan berdampak buruk pada pembangkit listrik di kawasan lain khususnya Jawa.

“Faktor cuaca sebabkan transportasi batu bara ke pembangkit listrik PLN terganggu. Cuaca buruk, gelombang tinggi, itu membuat bongkar muat juga tidak bisa cepat,” kata Fabby.

Berdasarkan informasi yang ia dapat, cadangan batu bara PLTU milik PLN biasanya cukup sampai 20 hari. Namun, masalah cuaca di Kalimantan Selatan membuat cadangan batu bara hanya cukup selama lima sampai enam hari.

“Kalau cadangan lima sampai enam hari cukup berisiko untuk pembangkit PLN,” kata Fabby.

Selain karena cuaca, Fabby melihat masalah pasokan batu bara di pembangkit listrik PLN juga disebabkan tingginya permintaan batu bara dari China. Hal ini membuat produsen lebih mengutamakan penjualan ekspor.

“Aktivitas ekonomi di China meningkat setelah ada covid-19, ditambah musim dingin jadi ada permintaan batu bara dan dampaknya juga harga naik, jadi produsen lebih mementingkan ekspor dulu untuk dapatkan untung,” papar Fabby.

Dengan kata lain, produsen batu bara sedang mengesampingkan kebutuhan dalam negeri. Hal ini demi meraup untung besar ketika harga batu bara sedang tinggi-tingginya.

“Bisa jadi mereka (produsen) ekspor dulu, mumpung harga lagi tinggi. Mau ambil untung kan lumayan untung selisih US$5-US$10 per ton,” ujar Fabby.

Lalu, ketika harga batu bara mulai melandai, produsen batu bara akan kembali fokus untuk memenuhi kebutuhan lokal. Artinya, upaya produsen untuk memenuhi kewajiban kebutuhan batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) baru akan dilakukan ketika harga batu bara di pasar internasional turun.

“Jadi pas harga batu bara internasional turun, baru produsen jual ke dalam negeri,” imbuh Fabby.

Diketahui, porsi DMO adalah 25 persen dari rencana jumlah produksi batu bara 2021 yang disetujui oleh pemerintah. Pemerintah menetapkan harga DMO batu bara maksimal US$70 per ton.

Sementara, Trading Economics mencatat harga batu bara di pasar internasional berada di level US$87,05 per ton pada perdagangan Rabu (27/1). Harga batu bara naik 7,49 persen dari harga akhir 2020 lalu sebesar US$87,05 per ton. Secara historis, tren kenaikan harga batu bara mulai terjadi sejak November 2020 lalu.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, target produksi batu bara mencapai 550 juta ton sepanjang 2020. Sementara, target penjualan di domestik sebanyak 155 juta ton.Melihat situasi ini, Fabby mengingatkan pemerintah untuk tegas kepada produsen agar memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri. Pasalnya, jumlah produksi batu bara jauh lebih besar dari kebutuhan PLN.

Realisasinya, produksi batu bara sepanjang 2020 sebesar 558 juta ton. Lalu, penjualan di dalam negeri cuma 132 juta ton.

Tahun ini, target produksi batu bara sama seperti 2020, yakni sebanyak 550 juta ton. Kemudian, penjualan baru bara dalam negeri ditargetkan sebanyak 137,5 juta ton.

Sementara, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat ada masalah manajemen stok. Dengan demikian, muncul isu pemadaman listrik secara bergiliran sampai Maret 2020.”Jadi intinya harusnya pemadaman tidak terjadi, karena sebenarnya produksi batu bara cukup, pembangkit cukup,” jelas Fabby.

Kendati begitu, seharusnya persoalan ini bisa segera diantisipasi. Pemerintah masih punya waktu untuk mengusahakan pengiriman batu bara dari Kalimantan ke Pulau Jawa.

“Ini masih Januari, untuk Februari sama Maret masih ada waktu untuk bawa batu bara dari Kalimantan ke Jawa,” kata Komaidi.

“Produksi 550 juta ton targetnya, kebutuhan dalam negeri di bawah itu. Harusnya sangat cukup,” ujar Komaidi.Terlebih, sambung Komaidi, kebutuhan dalam negeri jauh lebih rendah dari total produksi batu bara. Dengan begitu, seharusnya tak ada alasan pemadaman listrik terjadi karena masalah pasokan batu bara.

Menurutnya, ini tinggal bagaimana pemerintah tegas kepada produsen batu bara dalam memenuhi kebutuhan lokal sesuai aturan DMO. Jika produsen bandel karena lebih mengutamakan permintaan luar negeri, maka pemerintah bisa menjegal izin ekspor untuk produsen tersebut.

“Kalau produsen tidak menurut, tinggal setop izinnya, kan yang memberika izin pemerintah. Ini kan sederhana,” ucap Komaidi.

Ia menambahkan harus ada perbaikan dalam mengelola stok batu bara untuk pembangkit listrik. Ini untuk mengantisipasi jika banjir dan masalah cuaca di Kalimantan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan.

Masalah Harga Picu Pertamina Batalkan Kontrak Pembelian LNG dari Andarko?

Dunia Energi, 25 Januari 2021

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) hingga kini belum mau membeberkan secara detail alasan pembatalan pembelian LNG milik Anadarko dari Mozambik yang berujung pada tuntutan ganti rugi senilai Rp39,5 triliun.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyayangkan sikap manajemen Pertamina yang masih bungkam terkait pembatalan tersebut.  Padahal itu bisa berimbas pada image Pertamina sebagai perusahaan migas Indonesia yang bertekad go internasional.

Komaidi pun menyarankan agar manajemen tidak lagi tertutup ke publik mengenai hal itu. Padahal sepanjang hal tersebut merupakan keputusan bisnis biasa maka manajemen tidak perlu khawatir untuk dapat disampaikan kepada publik.

“Saya kira sebaiknya terbuka kepada publik agar diketahui detail masalahnya dan tidak terdapat persepsi yang keliru di publik. Jika tidak tersampaikan secara proporsional dikhawatir justru berpotensi negatif terhadap Pertamina,” kata Komaidi kepada Dunia Energi, Senin (25/1).

Pada 2019, Pertamina menandatangani Sales Purchase Agreement (SPA) dengan Mozambique LNG 1 yang dimiliki Anadarko Petroleum Corporation, perusahaan asal Amerika Serikat. Total volume LNG yang dibeli sebesar 1 juta ton per tahun selama 20 tahun. Pembelian akan dimulai pada 2024. Tapi tiba-tiba Pertamina membatalkan pembelian LNG tersebut dengan alasan yang masih belum diketahui hingga kini.

Menurut Komaidi, jika berdasarkan neraca gas Indonesia ada kekurangan gas saat dimana impor mulai dilakukan. Karena itu salah satu faktor pembatalan perjanjian jual beli ini terletak pada formula harga LNG. Anjloknya harga LNG memicu keinginan untuk ada negosiasi harga LNG.

“Tentu kontraknya harus lebih detail di dalam formulasi harganya, yang jadi masalah saya kira saat ini harga LNG turun signifikan karena sedang oversupply. Ini yang perlu klarifikasi di harga berapa dan bagaimana formulanya,” ungkap Komaidi.

Dia menilai Pertamina menyadari anjloknya harga LNG dan melihat ada peluang mendapatkan LNG dengan harga yang lebih murah. “Saya menduga demikian (terlalu mahal harga LNG Anadarko). Kemungkinan ada opsi lain yang lebih murah,” ujarnya.

Pemerintah juga diminta tidak tinggal diam dalam masalah ini akrena bagaimanapun impor LNG tersebut tentu memiliki pertimbangan terkati pemenuhan energ dalam negeri. “Saya kira negara juga perlu terlibat. Dalam banyak hal aksi korporasi Pertamina tidak hanya murni untuk kepentingan badan usaha murni tetapi juga mengakomodasi kepentingan negara,” kata Komaidi.(RI)