Kejar target 1 juta bph dan 12.000 MMSCFD, kolaborasi naikan investasi penting

Kontan, 06 Desember 2021

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menyelenggarakan 2nd  International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 (IOG 2021).

Dalam gelaran itu, semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam panel diskusi sepakat bahwa industri hulu migas harus terus tumbuh. Caranya dengan kembali menggairahkan iklim investasi, meningkatkan kolaborasi, dan mengkaji insentif yang berdampak pada peningkatan produksi.

Dalam salah satu panel IOG 2021, Managing Director Eni Indonesia, Diego Portoghese, mengungkapkan, koordinasi dengan stakeholder di hulu migas sangat penting. Salah satu yang utama ketika mengajukan insentif yang bervariasi agar dapat diimplementasikan di proyek migas. Hal ini mengingat tidak semua kontraktor migas membutuhkan insentif yang sama.

Sebaiknya, pemerintah membuka dialog dengan masing-masing kontraktor migas untuk menentukan insentif yang tepat untuk diimplementasikan. “Tujuannya agar lapangan migasnya bisa lebih menguntungkan, menarik, dan berkesinambungan,” kata Diego dalam keterangan tertulis, Senin (6/12).

Kebutuhan energi di Indonesia masih ditopang oleh bahan bakar fosil berupa minyak dan gas bumi (migas). Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, terlihat volume migas meningkat, meskipun secara persentase menurun.

Dalam RUEN porsi minyak mencapai 28,8% dalam bauran energi nasional pada tahun 2020 atau secara volume mencapai 1,66 juta Barel Per Hari (BPH). Sementara gas bumi sebesar 6.557 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau sebesar 21,2% dari bauran energi nasional.

Pada tahun 2030 secara persentase bauran minyak sebesar 23%, namun secara volume meningkat menjadi 2,27 juta BPH. Sementara itu, porsi gas bumi naik hsmpir dua kali lipat sebesar 11.728 MMsccfd atau 21,8%.

Kemudian pada tahun 2050, volume kebutuhan minyak diperkirakan terus meningkat mencapai 3,97 juta BPH dengan sementara persentase sebesar 19,5%. Lalu, untuk gas bumi secara persentase meningkat menjadi 24% dengan volume menjadi 26.112 MMscfd.

Anggota Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman, menyatakan melihat perkiraan konsumsi energi yang terus meningkat, ketahanan energi yang merupakan kepentingan nasional itu perlu terus diupayakan bisa tercapai.

Indonesia perlu mengamankan pasokan energi yang tetap bergantung pada migas. “Tidak berlebihan jika target peningkatan produksi migas menjadi prioritas nasional,” katanya

Dia berharap, seluruh pihak terkait memiliki visi yang sama yakni mengamankan kepentingan nasional tersebut. Target produksi minyak sebesar 1 juta BPH serta gas bumsi sebanyak 12 ribu MMSCFD pada tahun 2030, menurut Maman, masih bisa tercapai asal seluruh pihak berkolaborasi dalam menjalankan perannya masing-masing.

Dia mengatakan, DPR berencana untuk kembali membahas Revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas). Salah satu poin yang direvisi adalah memastikan adanya kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS).

Saat ini mekanisme untuk mendorong Kontraktor KKS melakukan eksplorasi melalui Komitmen Kerja Pasti (KKP). Strategi pemerintah tersebut patut didukung. “KKP akan juga diatur dalam UU Migas yang baru,” kata Maman.

UU Migas diharapkan juga mengatur insentif yang menumbuhkan minat kontraktor KKS dalam melakukan eksplorasi. Eksplorasi, kata dia, menjadi kata kunci untuk menemukan cadangan migas baru, sehingga target produksi bisa tercapai.

Pemenuhan target produksi sangat penting jika dilihat dari proyeksi kebutuhan migas dalam RUEN. “Kami berupaya agar UU Migas bisa mendukung iklim investasi, khususnya eksplorasi,” katanya.

Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, menjelaskan, peran pemerintah menjadi penting agar secara konkret menarik investor untuk bersedia eksplorasi dan eksploitasi. Dalam tataran operasional, Pemerintah dituntut untuk mempercepat proses perizinan, persetujuan progam-program kerja dan anggaran, serta mempercepat eksekusi program.

Sementara itu, Parlemen diminta mengawal dalam membuat regulasi yang jelas, yang membuat investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Pasalnya, dengan dana Pemerintah yang terbatas, dibutuhkan dana investor untuk temukan cadangan migas yang baru yang siap diproduksikan.

Peran kontraktor KKS, kata dia, tidak hanya menjalankan operasi eksisting saja. Kontraktor dituntut secara proaktif memberikan input masukan kepada pemerintah tentang apa-apa yang mereka perlukan untuk merealisasikan investasi mereka di eksplorasi dan eksploitasi tahap lanjut di wilayah non existing.

“Secara kolektif, semuanya mesti berkolaborasi untuk membuktikan kepada publik bahwa industri migas tetap strategis di era transisi energi dan bukan merupakan sunset industri,” kata Pri Agung.

Setop Impor BBM, Butuh Subsidi Biodiesel Rp 113 T

Investor.id; 02 Desember

JAKARTA, investor.id  – Mandatori penggunaan biodiesel perlu dinaikkan dari tahun ini sekitar 9,2 juta kilo liter (kl) menjadi 20,8 juta kl, guna mendukung rencana penghentian impor BBM pada 2027 atau dipercepat tiga tahun dari rencana semula 2030. Dana yang dibutuhkan untuk menutup selisih biaya produksi dengan harga biodiesel subsidi diperkirakan akan naik, dari sekitar Rp 50 trliun tahun ini menjadi Rp 113 triliun.

Selain meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati biodiesel dari minyak sawit, untuk menyetop impor BBM harus didukung pula tiga rencana strategis yang lain. Ini mencakup program percepatan peningkatan kapasitas kilang minyak melalui pembangunan 1 kilang baru dan 4 pengembangan untuk memproduksi solar sesuai kebutuhan, mendorong penggunaan kendaraan bahan bakar gas (BBG) sebanyak 440 ribu unit, serta mendorong penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) sebanyak 2 juta mobil dan 13 juta sepeda motor.

Peningkatan penggunaan biodiesel yang dapat diproduksi di dalam negeri ini akan mengurangi defisit neraca perdagangan minyak dan gas (migas) yang masih tinggi, yang selama ini banyak menggerogoti surplus neraca perdagangan nonmigas.

Selain itu, renewable fuel ini akan mendorong laju pemulihan ekonomi nasional; mendukung implementasi environmental, social, and governance (ESG) atau tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan yang baik; serta bisa menopang komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 29% tahun 2030 dengan upaya sendiri atau 41% dengan bantuan internasional.

Hal ini juga mendorong transformasi green economy, termasuk transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan yang sejalan dengan tren global.

Demikian benang merah rangkuman keterangan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Ketua Umum Gapki Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto, serta Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Mereka memberikan keterangan secara terpisah.

Komaidi Notonegoro mengatakan, secara objektif, kebijakan pemerintah mempercepat penghentian impor BBM berbasis fosil ini tentu baik dalam program pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) maupun memperbaiki defisit neraca perdagangan.

Ia mengapresiasi arah kebijakan pemerintah menyetop impor BBM, yang di antaranya ditempuh dengan melanjutkan mandatori penggunaan biodiesel dan mengoptimalkan produksi bahan bakar nabati (BBN) dalam negeri.

“Penghentian impor BBM itu tentu juga akan menghemat devisa hingga meningkatkan nilai tambah dari hilirisasi kelapa sawit, dan pada ujungnya akan menaikkan penerimaan pajak. Kebijakan tersebut perlu dikalkulasi secara matang dari tinjauan aspek fiskal dan moneter, ini ibarat masuk kantong kanan, keluar dari kantong kiri untuk subsidi,” ujarnya kepada Investor Daily, Rabu (1/12) malam.

Sebagai gambaran, Komaidi menyebutkan, selisih biaya produksi solar dari minyak mentah dibanding solar dari minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) berkisar Rp 2.000-3.000 per liter. Biaya produksi pencampuran fatty acid methyl esters (FAME) dalam minyak diesel berbasis minyak fosil sebesar 30% (B30), lanjut dia, masih lebih mahal dari solar biasa. Apalagi, harga CPO saat ini sedang tinggi- tingginya.

Dengan menggunakan asumsi selisih biaya produksi tersebut, lanjut Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti ini, bisa dihitung gambaran besaran dana subsidi yang mesti disiapkan pemerintah untuk menyetop impor BBM. Saat ini, kuota solar subsidi sebesar 15,8 juta kilo liter per tahun dan premium sekitar 11 juta kilo liter per tahun.

Berdasarkan kuota itu, selisih biaya produksi dengan harga jual B30 mencapai Rp 50 triliunan per tahun. Selisih yang disebut sebagai insentif untuk program biodiesel ini dibayar dari sebagian hasil pungutan ekspor sawit yang dikumpulkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Nah, berapa kilo liter yang akan disubsidi pemerintah per tahun dan besaran subsidi tetap yang akan diberikan pemerintah? Bagaimana agar dana subsidi itu setara dengan dampaknya pada laju perekonomian dan transformasi ke green economy? Ini perlu dikaji lebih mendalam dari aspek finansial dan moneter,” ujarnya.

Komaidi menuturkan, program mandatori biodiesel yang berjalan saat ini baru sampai pada tahap biodiesel 30% (B30).

Komaidi mendukung keberlanjutan mandatori penggunaan B30 yang akan dinaikkan menjadi B40. Ia berharap pemerintah juga memperbaiki masalah teknis penggunaan biodiesel ini, sehingga serapannya lebih optimal.

Dadan Kusdiana (Direktur Jenderal EBT KESDM) menjelaskan, pada tahun 2021, pemerintah menargetkan serapan biodiesel mencapai 9,20 juta kl untuk pelaksanaan mandatory B30.

“Penyerapan akan naik, dan alokasi biodiesel tahun 2022 menjadi sekitar 10 juta kilo liter,” ujarnya dalam acara “17th Indonesian Palm Oil Conference and 2022 Price Outlook (IPOC 2021)”, Rabu (1/12).

Sementara itu, Djoko Siswanto mengatakan dalam kesempatan terpisah, pemerintah sebelumnya menargetkan untuk menghentikan impor BBM tahun 2030. Ini antara lain dengan didukung pemakaian bahan bakar nabati atau BBN yang dinaikkan menjadi 20,8 juta kl, dari tahun 2020 yang sekitar 8 juta kl, sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“Penghentikan impor BBM itu dilakukan dengan empat langkah utama. Ini mencakup percepatan peningkatan kapasitas kilang minyak melalui pembangunan 1 kilang baru dan yang untuk 4 pengembangan produksi solar disesuaikan dengan kebutuhan, mendorong penggunaan kendaraan BBG sebesar 440 ribu kendaraan, mendorong penggunaan KBLBB sebesar 2 juta mobil dan 13 juta motor dan untuk itu butuh insentif pembebasan pajak 10 tahun, serta mengoptimalkan biofuel dengan mengintensifkan penggunaan B30-B100, serta produksi BBN,” katanya belum lama ini. (es/en)

Lelang Blok Migas Tahap 1 Kurang Laku, Tahap 2 Bakal Laku?

CNBCIndonesia,30 November 2021

Pemerintah baru saja membuka lelang wilayah kerja (WK) atau blok minyak dan gas bumi (migas) tahap 2 tahun 2021. Kali ini ada delapan blok migas yang ditawarkan, terdiri dari empat blok ditawarkan melalui mekanisme penawaran langsung dan empat blok dengan mekanisme lelang reguler.

Dari lelang tahap 1 2021 pada 17 Juni 2021 lalu, hanya ada dua pemenang yakni untuk dua blok dari empat blok yang ditawarkan melalui penawaran langsung. Lalu, apakah lelang tahap 2 ini akan lebih laku daripada tahap 1?

Pri Agung Rakhmanto, Ahli Ekonomi Energi dan Perminyakan Universitas Trisakti dan juga pendiri ReforMiner Institute, mengatakan terkait dengan ketentuan-ketentuan yang ditawarkan, menurutnya sudah ada tambahan insentif atau pembaruan ketentuan untuk membuat lelang menjadi lebih menarik.

“Seperti misalnya potensi tambahan split (bagi hasil), bonus yang bisa ditawar, DMO 100% harga, tidak harus ada relinquishment (pelepasan) WK dan lain-lain,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/11/2021).

Akan tetapi, menurutnya hal yang sama yakni penawaran perbaikan fiskal secara prinsip menjadi hal yang selalu dilakukan di lelang-lelang sebelumnya. Dan kebijakan fiskal, imbuhnya, juga bukan satu-satunya aspek yang menentukan menarik investasi hulu migas.

“Yang penting sebenarnya tetap kualitas (prospektivitas, skala blok/perkiraan potensi cadangan) blok yang ditawarkan dan tingkat kematangan data informasi terkait blok tersebut,” jelasnya.

Faktor penting lainnya dia sebut adalah iklim investasi yang kondusif, meliputi kepastian aturan main, kebijakan fiskal yang ditawarkan, kemudahan proses birokrasi perizinan, dan pengambilan keputusan.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan mengamati berbagai aspek tersebut dan dengan melihat skala estimasi dari cadangan yang dapat dipulihkan dan sumber daya dari blok migas yang ditawarkan dalam lelang saat ini.

“Kemungkinan agak berat untuk bisa menarik investor kelas IOC (International Oil Company) majors,” ucapnya.

Peluang blok migas untuk laku menurutnya tetap ada, khususnya yang melalui skema joint study atau penawaran langsung.

“Bukan sekedar penawaran reguler,” lanjutnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, lelang blok migas tahap 2 2021 ini dilakukan dengan ketentuan term & conditions lelang sebagai berikut:

– Perbaikan profit split kontraktor dengan mempertimbangkan faktor risiko wilayah kerja,
- Signature bonus terbuka untuk ditawar,
– FTP menjadi 10% shareable,
– Penerapan harga DMO 100% selama Kontrak,
– Memberikan fleksibilitas bentuk kontrak (PSC Cost Recovery atau PSC Gross Split),
– Ketentuan baru relinquishment (tidak ada pengembalian sebagian area di tahun ke-3 kontrak),
– Kemudahan akses data melalui mekanisme membership Migas Data Repository (MDR)
– Pemberian insentif dan fasilitas perpajakan sesuai peraturan yang berlaku.

Transisi EBT, RI Tak Bisa Langsung Selamat Tinggal ke Energi Fosil

Sindonews.com; 27 November 2021

JAKARTA – Indonesia menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, tidak bisa langsung mengucapkan selamat tinggal kepada energi fosil . Diterangkan bahwa impor migas sangat tinggi, sehingga RI diperkirakan masih bergantung pada energi fosil hingga 2050.

“Secara paralel EBT ( Energi Baru Terbarukan ) harus dikembangkan, tetapi tidak bisa kemudian selamat tinggal fosil,” katanya dalam webinar bertajuk “Energi Bangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi”, di Hotel Aston Kartika Grogol, Jakarta.

Ia menyebut, target Energi Baru Terbarukan di 2025 bisa mencapai 23 persen. Tentu sisanya 25 persen dari minyak bumi dan batu bara 30 persen. Indonesia menurut dia, memiliki potensi panas bumi yang luar biasa. Kendati, data pemerintah tingkat konsumsi energi di 2050 tertinggi dari fosil.

“Pengembangan EBT harus terus didorong, tapi jangan kemudian percepatan ini langsung meninggalkan fosil. Karena sampai 2050, data pemerintah konsumsi masih besar dari fosil. Ini untuk apa? Agar tidak membebani neraca ekonomi kita,” paparnya.

Sementara itu pemerintah menegaskan terus berkomitmen memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam memulihkan ekonomi Indonesia melalui sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Energi. Nantinya transisi energi akan mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca dan menciptakan lapangan kerja.

Pemerintah juga berupaya menciptakan pasar energi terbarukan melalui program renewable energy-based industry development dan renewable energy-based economic development.

Program tersebut dirancang untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta mendukung pengembangan ekonomi lokal di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menuturkan, pemerintah terus mendorong terwujudnya ketahanan energi nasional.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014. Ketahanan energi, menurut Jisman, merupakan suatu kondisi ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau dalam jangka panjang dengan memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup.

“Akses kita telah menjangkau masyarakat tidak hanya di kota, tetapi juga mereka yang berada di pinggiran,” ujarnya.

Listrik yang terjangkau oleh masyarakat, akan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga pertumbuhan industri. “Kondisi kelistrikan nasional ada tiga siaga di Bangka, Manokwari dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jisman.

Untuk Bangka, lanjutnya, mengalami pengurangan. Kendati pemerintah tengah menyiapkan kabel laut untuk mensuplai listrik ke Bangka. Yang diperkirakan energi akan bertambah dua kali lipat untuk wilayah Bangka.

“Kita tengah kebut untuk kabel bawah laut dan nanti bisa mensuplai 2 kali lipat energi ke Bangka. Demikian pula Manokwari dan NTT,” ungkap Jisman

Ia menyebut energi listrik saat ini ada 73,7 gigawatt dengan kepemilikan oleh PLN 60 atau 43 gigawatt. Untuk jenisnya sendiri ada 50 persen PLTU atau 37 gigawatt, PLTG 28 persen, PLTD 7 persen, EBT 11 persen.

“Untuk rasio elektriikasi 100 persen di 2022, saat ini baru 99,4 persen, kami melaksanakan program bantuan pasang baru listrik (PBL) 450 VA bagi rumah tangga miskin,” ujar Jisman.

Ia menuturkan, pertumbuhan listrik saat ini cukup baik. Namun saat awal pandemi 2019 menurun hingga -0,8 persen. Untuk itu, menurut Jisman, pihaknya tengah mengajukan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru. RUPTL 2019 pertumbuhan demand 6,4 persen.

“Untuk di 2021, berdasarkan pertumbuhan ekonomi kita tetapkan 4,9 persen. Apabila kita gunakan RUPTL lama, maka akan terjadi oversuplai dan menimbulkan cos,” katanya.

Menurut Jisman, Kementerian ESDM terus mendorong pemanfaatan EBT mencapai 23 persen di 2025 nanti. “Di RUPTL baru kami tidak ada perencanaan batubara, tidak menjadi opsi lagi,” ucapnya.

Lebih jauh dia mengungkapkan, pada RUPTL 2021-2031 ada penambahan 40,6 gigawatt. Di antaranya 10,4 gigawatt dari PLTA, PLTB 59 gigawatt, panas bumi 3,3 gigawatt dan tenaga surya 4,7 gigawatt dan sumber lainnya.

Dikatakan dia, pada 2060 nanti Indonesia menuju zero emisi. Untuk menuju kesana, peta jalan trasisi energi menuju karbon netral di antaranya: pembuatan UU EBT di 2022, pada 2025 EBT 23 persen, pada 2027 penurunan impor LPG secara bertahap, 2030 EBT 26,5 persen hingga 2060 EBT 100 persen dengan dominasi PLTS dan angin.

“PLTU/ PLTGU tidak ada tambahan, tambahan pembangkit EBT 2030 didominasi PLTS diikuti PLTB dan PLTAL. PLTP dimaksimalkan hingga 75 persen dan PLTA dimaksimalkan,” terangnya

Insentif Hulu Migas Diperlukan untuk Tingkatkan Produksi

Beritasatu.com; 22 November 2021

Jakarta, Beritasatu.com – Di tengah dorongan global untuk beralih ke energi baru terbarukan (EBT), pemerintah dinilai tetap perlu memberi perhatian lewat insentif kepada sektor hulu migas karena peran strategisnya sebagai sumber energi transisi. Secara ekonomi, sektor ini masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara sekaligus komponen utama penggerak perekonomian nasional.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, peningkatan investasi dibutuhkan untuk mendongkrak produksi migas. Pemerintah kata dia, harus mewaspadai laju penurunan kinerja sumur-sumur migas di Tanah Air. “Kinerja sumur berdampak langsung pada produksi migas nasional. Hal yang paling krusial adalah untuk mengantisipasi produksi migas yang menurun. Padahal konsumsi kita naik terus,” kata Komaidi, dalam keterangan yang diterima Senin (22/11/2021).

Pada tahun 2020, kontribusi hulu migas pada penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau 144% dari target APBN-P 2020. Hingga kuartal tiga 2021, realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$ 9,53 miliar atau melebih target tahun ini sebesar US$ 7,28 miliar.

Dilihat dari kontribusi hulu migas menurut Komaidi, sektor ini masih realistis untuk terus dijaga dan dikembangkan. Salah satu cara yang harus dikedepankan adalah pemberian insentif. Menurut dia pemerintah sebenarnya sudah mulai terbuka terhadap insentif yang sering diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). “Inisiatif dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Migas (SKK Migas) agar blok Mahakam mendapatkan insentif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) patut untuk diduplikasi,” kata dia.

Masih ada tiga insentif yang saat ini sedang dalam pembahasan yakni tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. Lalu penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU. Selain itu, dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

SKK Migas telah mencanangkan target besar untuk tahun 2030, yaitu produksi minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD. Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Luky Agung Yusgiantoro, mengatakan SKK Migas berupaya mencapai target dan memonitor pencapaian usaha-usaha yang dilakukannya. Salah satu wadahnya adalah, melalui gelaran The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 yang akan berlangsung dari 29 November hingga 1 Desember 2021. “Melalui konvensi ini, kami berharap kolaborasi antar stakeholder yang sudah terbangun sejak tahun lalu, dapat semakin ditingkatkan, sehingga usaha peningkatan investasi dan produksi, dapat dilakukan semakin massif,” ujarnya.

Sementara Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyatakan peningkatan produksi migas harus terus diupayakan. Hal itu selain menjawab kebutuhan energi fosil yang tidak bisa dengan singkat menurun begitu saja, tetapi ada pengalihan penggunaan migas untuk sektor industri petrokimia. “Industri petrokimia bisa menjadi peluang, sebagai produk turunan dari migas.Selain itu, demand migas untuk sektor industri manufaktur masih dimungkinkan sampai tahun 2060,” kata Mulyanto.

Atasi Pengeboran Minyak Ilegal Butuh Payung Hukum Tertinggi

Beritasatu.com; 22 November 2021

Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, untuk menekan kegiatan pengeboran minyak ilegal di sumur minyak tua diperlukan payung hukum tertinggi yang bisa mengkoordinasikan antar lembaga dari pusat sampai ke daerah.

“Karena peraturan yang sifatnya teknis selama ini terbukti tidak berhasil. Di lapangan terjadi praktik penambangan yang tidak mengedepankan good minning practice. Makanya sering kita dengar dan lihat ada pipa kebakaran, sumur menyembur, risiko-risiko itu yang perlu diminimalkan,” kata Komaidi di Jakarta, Senin (22/11/2021).

Komaidi menyarankan, dalam hal penyelesaian masalah illegal drilling dan illegal tapping itu juga tidak bisa hanya dituntaskan melalui aspek penegakan hukum saja, melainkan juga harus ada aspek ekonomi dan pendekatan kultur di setiap daerah.

“Jika tidak begitu, ditindak seperti apapun maka mereka akan kembali lagi. Lagi-lagi ini adalah persoalan ekonomi masyarakat,” ungkapnya.

Komaidi mengusulkan revisi Permen ESDM 1/2008 itu individu-individu yang melakukan illegal drilling dan illegal tapping di wadahi dalam satu payung yaitu BUMD dan Koperasi, tujuannya untuk bisa memudahkan koordinasi atau monitoring.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal merevisi Peraturan Menteri nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Sumur Tua. Revisi beleid itu diharapkan mampu menyelesaikan kegiatan pengeboran minyak ilegal.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji sebelumnya pernah mengatakan, pihaknya akan merevisi Permen ESDM 1/2008. Hal itu untuk melegalkan BUMD dan Koperasi Unit Desa (KUD) agar bisa mengelola sumur minyak rakyat.

Adapun sumur yang boleh dikelola adalah sumur tua yang berdasarkan Permen tersebut telah dibor sebelum 1970 dan pernah diproduksi.