Pernah Capai US$24 Miliar Setahun, Ini Penyebab Investasi Migas Anjlok

Katadata.co.id; 12 Juli 2022

Investasi migas di Indonesia pernah mencapai US$ 24 miliar setahun pada masa bonanza minyak bumi medio 1980-1990. Ada sejumlah penyebab mengapa kini investasi migas lesu.

SKK Migas mencatat torehan investasi pada kegiatan hulu migas pada sementer I tahun ini senilai US$ 4,8 miliar atau Rp 72 triliun dengan kurs saat ini. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 4,92 miliar. Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto juga mengatakan bahwa capaian tersebut relatif kecil di tengah momentum tingginya harga minyak mentah dan gas dunia.

Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro menilai minimnya investasi migas lantaran iklim investasi yang tidak menarik di mata para investor. Oleh karena itu, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama bagaimana pemerintah dapat membuat hulu migas Indonesia menarik lagi di mata investor.

“Kepergian pemain migas raksasa seperti Chevron, ConocoPhillips, dan Shell dari tanah air juga menjadi pertimbangan para investor untuk menanamkan modalnya. Salah satu alasan mereka pergi yakni punya opsi investasi di tempat lain yang lebih menarik,“ ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (12/7).

Komaidi menceritakan bagaimana investasi migas di Indonesia membuncah pada masa bonanza minyak medio 1980 hingga 1990. Dia menyebut investasi migas pada era kejayaan minyak mencapai US$ 24 miliar per tahun.

“Secara historis sempat dikisaran US$ 12 miliar per semester. Karena saat itu cadangan sangat besar dan iklim investasinya berada di bawah kendali atau koordinasi dari presiden langsung,“ ujarnya.

Komaidi menjelaskan, saat masa Orde Baru, investasi di sektor hulu migas seperti persoalan perizinan dan insentif pajak langsung ditangani oleh PT Pertamina. Kondisi yang demikian dinilai sebagai faktor pemikat para investor. “Kan waktu itu Pertamina bertanggungjawab secara langsung kepada presiden saat itu,“ ujar Komaidi.

Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya ini menambahkan, pemerintah harus membenahi aturan main di sektor hulu migas agar kondisinya lebih sehat dan stabil. Seperti jaminan yang harus dikatakan oleh pemerintah untuk tidak mengubah regulasi di tengah pengerjaan proyek.

Ia mencontohkan soal pengaturan dan skema produksi Blok Masela yang awalnya diproduksi di laut kemudian diubah ke darat. Menurutnya, hal itu mengubah keseluruhan proyek yang berimbas pada disinsentif yang besar yang menyebabkan Shell hengkang dari proyek itu.

“Kemudian, dalam aspek bagi hasil yang sebelumnya modelnya cost recovery murni di tengah jalan diubah. Karena diubah di tengah jalan oleh pemerintah, ukuran dan risikonya menjadi tidak terprediksi lagi karena segala sesuatu sangat dinamis,“ tukas Komaidi.

Pemerintah pun dinilai tak serius dalam memperbaiki iklim investasi migas. Pasalnya, revisi Undang-undang Migas hingga kini belum juga selesai. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, sikap tak serius pemerintah ditunjukkan dengan menarik bab khusus migas, yang sebelumnya tertulis di Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

“Waktu membahas UU Cipta Kerja, ada klausul revisi UU Migas dari pemerintah yang disebut akan merevisi dan membentuk badan pengganti SKK Migas. Pada akhirnya, pemerintah menarik bab terkait revisi UU Migas,“ kata Mulyanto beberapa waktu lalu, Rabu (15/6).

Ia menyampaikan, anggota Komisi VII mendorong pembahasan revisi UU Migas rampung tahun ini. Namun, hal ini tertunda karena tiap komisi di DPR hanya diberikan jatah satu rancangan undang-undang untuk diajukan ke rapat paripurna. Jatah tersebut sudah digunakan untuk meloloskan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) ke rapat paripurna pada Selasa (14/6).

RUU EBET dikabarkan akan disahkan menjadi UU sebelum pelaksanaan puncak G20 di Bali pada November. “Komisi VII selesaikan RUU EBET. Kalau sudah selesai, baru masuk ke revisi UU Migas,” ujar Mulyanto.

 

Harga BBM Subsidi dan LPG Tak Naik Menolong Rumah Tangga Masyarakat Miskin

Liputan6.com; 27 Juni 2022

Liputan6.com, Jakarta Ekonom menilai jika kebijakan pemerintah dan Pertamina yang tetap mempertahankan harga BBM subsidi jenis Solar dan Pertalite hingga LPG 3 kg memberikan dampak baik. Kenaikan tak dilakukan meski harga minyak mentah global terus bertahan di atas USD 110 per barel.

Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan subsidi BBM dan LPG 3 kg berdampak positif terhadap konsumsi rumah tangga khususnya kelompok 40 persen pengeluaran terbawah.

Selama ini penduduk miskin dan rentan memanfaatkan subsidi BBM dan LPG sehingga terdapat disposable income yang digunakan untuk belanja kebutuhan lain.

“Kalau ada sisa belanja karena BBM-nya disubsidi, orang miskin bisa beli keperluan sekolah anak, misalnya. Ini sangat membantu menjaga daya beli terlebih saat ini ancaman dari kenaikan harga pangan terjadi,” ujar Bhima melansir Antara di Jakarta, Senin (27/6/2022).

Langkah pemerintah mengalokasikan dana Rp500 triliun untuk subsidi energi dan dana kompensasi jelas tidak percuma. Ini sangat membantu percepatan pemulihan konsumsi rumah tangga dan jaga stabilitas inflasi.

“Bayangkan kalau harga Pertalite naik menjadi harga keekonomian di Rp 14.000 per liter yang pusing bukan hanya pemilik kendaraan bermotor tapi guncangan inflasi bisa melemahkan kurs rupiah dan membuat aliran modal keluar. Indonesia bisa terjun ke resesi ekonomi,” jelas Bhima.

Namun sebaiknya subsidi BBM dan LPG 3 kg tersebut bisa lebih tepat sasaran mengingat menahan harga BBM dan LPG subsidi memiliki konsekuensi terhadap peningkatan beban subsidi energi dan kompensasi yang harus digelontorkan pemerintah hingga mencapai Rp 500 triliun pada 2022.

Perbaiki Data 

Bhima menegaskan pendistribusian subsidi ini tidak boleh lagi serampangan. Perbaikan data demi memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.

Bhima menyatakan subsidi bisa lebih tepat sasaran kuncinya ada pada integrasi data kependudukan dengan data kendaraan.

Kriteria penduduk yang rentan dan miskin sudah ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), namun itu belum sinkron dengan data kendaraan bermotor.

2 Fungsi Subsidi BBM

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, mengungkapkan subsidi BBM memiliki dua fungsi yang sangat efektif di tengah ketidakpastian global.

Pertama, subsidi BBM dapat menahan laju inflasi yang dapat memberikan bantuan terhadap kebijakan pembiayaan sehingga Bank Indonesia (BI) tidak meningkatkan suku bunga.

Hingga saat ini, berdasarkan rilis kebijakan BI per 23 Juni 2022, BI masih berani tidak meningkatkan suku bunga REPO rate, masih tetap di 3,5 persen. BI juga cenderung untuk meningkatkan GWM agar menarik dana overliquid di sektor perbankan yang terjadi selama pandemi.

“Hal ini sangat membantu saat pemulihan ekonomi dimana masyarakat membutuhkan pembiayaan untuk kredit modal kerja, konsumsi, dan lain-lain,” kata Yayan.

Penggerak Ekonomi

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, secara konsep subsidi seharusnya untuk membantu peningkatan daya beli masyarakat. Namun untuk subsidi BBM, tidak sepenuhnya tepat.

“Mengingat ada filosofi yang kurang tepat karena yang dapat subsidi justru yang mampu atau pemilik mobil,” katanya.

Komaidi menyebutkan subsidi telah menggerakkan ekonomi nasional, meskipun tidak sepenuhnya. Subsidi menjadi katalis ekonomi, terutama subsidi untuk angkutan umum dan barang.

“Kalau dari sejumlah kajian (dampaknya) positif meskipun ada temuan bahwa dampaknya masih bisa dimaksimalkan,” kata doktor ekonomi dari Universitas Trisakti yang menulis disertasi soal BBM dan LPG Subsidi.

Mekanisme yang dipilih dalam pemberian subsidi, lanjut Komaidi, seharusnya menggunakan subsidi langsung sehingga bisa tepat sasaran. Penerapan subsidi langsung lebih memungkinkan masyarakat relatif siap. “Saya melihat kuncinya justru ada pada kesiapan pemerintah,” katanya.

Pentingnya Peran Migas dalam Transisi Energi dan Dukungan Insentif pada Sektor Hulu

Kontan.co.id 15 Juni 2022

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Transisi energi yang tengah gencar dilakukan di Indonesia dipastikan tidak akan menggeser peran energi fosil baik minyak maupun gas bumi. Sampai beberapa tahun bahkan puluhan tahun mendatang peran migas masih sangat vital untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia, termasuk menggerakkan perekonomian nasional.

Namun sayang, lapangan–lapangan migas yang saat ini berproduksi umurnya sudah sangat tua (mature) yang mempengaruhi keekonomian proyek maupun lapangan migas tersebut. Pemerintah masih optimistis produksi migas masih bisa ditingkatkan melalui investasi yang dalam praktiknya tidak mudah. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah memberikan insentif bagi kegiatan usaha hulu migas.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan produksi migas harus terus didorong meskipun ada anggapan migas sudah habis masanya tapi pada kenyataannya migas berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, di tengah kondisi sekarang saat harga minyak tinggi, negara juga menikmati keuntungan tersebut.

Akhir-akhir ini dengan harga minyak naik sudah tentu hilir tertekan, hulu ini menambah suasana kondusif. Harga naik, investasi diharapkan naik, harganya naik. Dugaan ini terkonfirmasi Pertamina di hulu makin bagus. Bu Sri Mulyani (Menkeu) mengakui migas berikan tambahan cukup besar PNBP maupun pajak ke pendapatan negara,” jelas Mulyanto dalam acara webinar, Rabu (15/6).

Dewan Perwakilan Rakyat, menurut Mulyanto, bahkan mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam mengejar target lifting migas sebesar 1 juta barel per hari (BPH) dan 12.000 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Salah satunya dengan menjadikan target tersebut dituangkan dalam regulasi yang jelas.

Target 1 juta bph itu jadikan Peraturan Presiden (Perpres) atau Instruksi Presiden (Inpres). Kalau ada itu, dorongan kuat dari sisi keuangan,” ujar dia.

Anggota Dewan Energi Nasional Satya W Yudha mengatakan, transisi energi perlu dilakukan secara bertahap. Hal itu otomatis membuat hulu migas masih sangat diperlukan.

Menurut dia cara tepat dalam pengembangan energi fosil atau migas adalah dengan memperhatikan keseimbangan pengembangan hulu migas dengan penurunan emisi melalui penggunaan energi. “Teman-teman di industri migas tidak usah khawatir dengan kehadiran EBT, kita masih gunakan fosil tapi dengan teknologi bersih,” ujar Satya.

Dia menegaskan, DEN terus mendorong perbaikan iklim investasi migas agar investor betah berinvestasi di Indonesia dengan memonetisasi dari lapangan yang ada. DEN mewanti-wanti agar produksi migas jangan terus turun. Pasalnya, berdasarkan skenario yang telah disusun oleh DEN, gas menjadi backbone dalam strategi transisi energi di Indonesia.

Migas masih jadi andalan sampai EBT siap mengambil sehingga tren migas ke depan bisa menuju energi lebih bersih,” ungkap Satya.

Dalam transisi energi menuju net zero emission, porsi energi fosil dalam bauran energi Indonesia pada tahun 2060 mendatang diproyeksikan masih akan sekitar 34%.

Gas bumi diproyeksi memiliki kontribusi besar dalam bauran energi primer Indonesia. Melalui RUEN pemerintah memproyeksikan kebutuhan gas bumi dalam negeri pada 2050 sebesar 25.869,1 MMSCFD.

Sekretaris SKK Migas Dr Taslim Z Yunus  mengungkapkan dalam outlook kebutuhan energi Indonesia menunjukkan bahwa masih ada ruang bagi industri migas untuk terus tumbuh. Apalagi pemerintah telah memberikan beberapa insentif kepada beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“Target kami pada 2030 produksi minyak mencapai 1 juta BOPD dan gas 12 BScf,” katanya.

Upaya pemerintah untuk mencapai target produksi tersebut salah satunya dilakukan melalui pemberian paket insentif hulu migas di antaranya, penundaan sementara pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau abandonment and site restoration (ASR), penundaan atau penghapusan PPN LNG (penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN).

Kemudian, pembebasan biaya pemanfaatan barang milik negara (BNN) sepanjang masih digunakan untuk kegiatan usaha hulu migas, lalu penundaan atau pengurangan hingga 100% atas pajak-pajak tidak langsung, memberikan insentif hulu migas, di antaranya depresiasi dipercepat, perbaikan split untuk KKKS, dan DMO price yang lebih baik. Dan masih banyak paket insentif hulu migas lainnya.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Dr Komaidi Notonegoro menambahkan, semua pihak sudah sepakat bahwa industri hulu migas masih sangat penting dan kini tinggal bagaimana mengelolanya secara bijaksana.

Indonesia harus belajar dari beberapa negara seperti Brasil, Australia, dan Kanada yang memberikan insentif kepada operator sehingga produksi migas di ketiga negara tersebut ikut meningkat. Hal ini pada gilirannya juga meningkatkan penerimaan negara dari sektor tersebut.

Kajian yang dilakukan Reforminer memperlihatkan bahwa dari 185 sektor industri di Indonesia, sekitar 145 sektor atau 70%-80 %, memiliki keterkaitan dengan sektor hulu migas. “Index multiplier effect mencapai 39. Jadi setiap investasi migas memberikan dampak 3,9 kali dalam perekonomian kita,” katanya.

Menurut Komaidi, sektor hulu migas masih berperan penting bagi perekonomian nasional kendati ada transisi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan. Apalagi, banyak produk derivatif yang dihasilkan dari minyak dan gas. “Kalau mau melangkah ke transisi energi tentu banyak hal-hal detail perlu bijak dalam melihatnya,” katanya.

 

 

Industri Migas Pegang Peranan Kunci Dalam Transisi Energi, Keseriusan Pemerintah Berikan Insentif Diperlukan

Dunia-energi.com; 15 Juni 2022

JAKARTA – Transisi energi gencar-gencarnya dilakukan di Indonesia dipastikan tidak akan menggeser peran energi fosil baik minyak maupun gas begitu saja. Sampai beberapa tahun bahkan puluhan tahun mendatang peran migas masif vital untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia.

Sayangnya lapangan – lapangan migas yang saat ini berproduksi umurnya sudah sangat tua atau mature yang turut mempengaruhi keekonomian proyek maupun lapangan migas tersebut.

Pemerintah sendiri masih optimistis produksi migas masih bisa ditingkatkan namun target tersebut tentu perlu investasi dan mendatangkan investasi ini untuk sekarang jadi perkara yang tidak mudah. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah memberikan insentif bagi kegiatan hulu migas.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, mengungkapkan produksi migas harus terus didorong meskipun ada anggapan migas sudah habis masanya tapi pada kenyataannya migas berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu ditengah kondisi sekarang saat harga minyak tinggi negara ternyata juga menikmati keuntungan hal itu diakui sendiri oleh pemerintah.

“Akhir-akhir ini dengan harga minyak naik sudah tentu hilir tertekan, hulu ini menambah suasana kondusif. Harga naik, investasi diharapkan naik, harganya naik. Dugaan ini terkonfirmasi Pertamina di hulu makin bagus. Bu Sri Mulyani (Menkeu) mengakui migas berikan tambahan cukup besar PNBP maupun pajak ke pendapatan negara,” jelas Mulyanto disela webinar digelar Reforminer Institute bertajuk Kebijakan Insentif untuk Mendukung Peran Penting Industri Hulu Migas dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia, Rabu (15/6).

DPR kata Mulyanto bahkan mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam mengejar target lifting migas sebesar 1 juta barel per hari (BPH) dan 12 ribu juta kaki kubik per hari (MMscfd). Salah satunya dengan menjadikan target tersebut dituangkan dalam regulasi yang jelas.

“1 juta bph itu jadikan Peraturan Presiden (Perpres) atau Instruksi Presiden (Inpres) deh. Kalau ada itu dorongan kuat dari sisi keuangan,” ujar Mulyanto.

Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menuturkan transisi energi perlu dilakukan secara bertahap. Hal itu otomatis membuat hulu migas masih sangat diperlukan. Menurut dia cara tepat dalam pengembangan energi fosil atau migas adalah dengan memperhatikan keseimbangan pengembangan hulu migas dengan penurunan emisi melalui penggunaan energi.

“Teman-teman di industri migas tidak usah khawatir dengan kehadiran EBT, kita masih gunakan fosil tapi dengan teknologi bersih,” ujar Satya.

Perbaikan kata Satya memang perlu dlilakukan. DEN mewanti-wanti jangan sampai  produksi migas terus turun karena berdasarkan skenario yang telah disusun oleh DEN gas itu backbone dalam strategi transisi energi di Indonesia.

“Tinggal bagaimana membuat gas kompetitif. Itu sudah berubah skenario, tadinya kan batu bara lalu tinggal lihat pengembangan industri migas sudah bisa membuat mereka betah berinvestasi di Indonesia, kita bisa lakukan monetisasi dari lapangan-lapangan yang ada. Migas masih jadi andalan sampai EBT siap mengambil sehingga tren migas ke depan bisa menuju energi lebih bersih,” ungkap Satya.

Sementara itu, Taslim Z Yunus, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan dalam outlook kebutuhan energi Indonesia menunjukkan bahwa masih ada ruang bagi industri migas untuk terus tumbuh.

“Dampak insentif fiscal revenue naik dan investasi naik goverment take naik. Pemberian insentif tidak kurangi penerimaan negara kalau kita tidak berikan insentif kita juga tidak dapat penerimaan negara,” ujar Taslim.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menegaskan semua pihak sudah sepakat sebenarnya industri hulu migas masih sangat penting dan kini tinggal bagaimana mengelolanya secara bijaksana. “Kajian yang kita lakukan sekarang ini 185 sektor industri di indonesia dimana sekitar 145 sektor atau 70-80 % memiliki keterkaitan dengan sektor hulu migas. Index multiplier effect mencapai 39. Jadi setiap investasi migas memberikan dampak 3,9 kali dalam perekonomian kita,” jelas Komaidi.

Menurutnya melihat migas dalam konteks investasi nilai tambah ekonomi dalam kontribusi pendapatan negara dan daerah masih sangat signifikan. “Sehingga kalau mau melangkah ke transisi energi tentu banyak hal-hal detail perlu bijak dalam melihatnya,” kata Komaidi.

Problem Pembatasan Konsumsi BBM dan Peran Penting Insentif Hulu Migas

Katadata.co.id; 10 Juni 2022

Opsi pembatasan konsumsi BBM yang sedang mengemuka kemungkinan tidak menyelesaikan akar permasalahan. Pemberian insentif untuk industri hulu migas dapat menjadi solusi.

Jika level produksi dan cadangan minyak Indonesia pada 1990-an dapat dipertahankan, wacana kebijakan pembatasan konsumsi BBM mungkin tidak pernah terjadi. Dengan level produksi minyak pada tahun tersebut, pemerintah memiliki ruang untuk mengintervensi kebijakan harga BBM. Hal itu karena konsumsi BBM dalam negeri masih dapat dipenuhi dari produksi sendiri.

Akan tetapi, realisasi produksi minyak Indonesia menurun signifikan, dari1,66 juta barel per hari pada 1991 menjadi 743 ribu barel per hari pada 2020. Sementara konsumsi justru meningkat dari 692 ribu barel per hari pada 1991 menjadi 1,44 juta barel per hari pada 2020.

Dengan kondisi tersebut, Indonesia menjadi relatif tidak banyak memiliki pilihan untuk menutup defisit selain melalui impor. Kondisi yang ada saat ini menggambarkan bahwa ruang gerak pemerintah untuk mengintervensi kebijakan harga BBM relatif terbatas.

Pekerjaan yang sulit bagi siapapun ketika dalam proses pengadaannya harus membeli sebagian besar minyak dengan harga pasar tetapi kemudian mesti menjual dengan harga subsidi. Intervensi pemerintah terhadap kebijakan harga BBM relatif hanya dapat dilakukan jika harga minyak berada pada level rendah. Akan tetapi, jika harga minyak tinggi pemerintah tidak memiliki banyak pilihan selain menaikkan harga BBM.

Opsi pembatasan konsumsi BBM yang saat ini sedang mengemuka kemungkinan tidak akan menyelesaikan akar permasalahan. Pembatasan konsumsi justru akan kontraproduktif dengan tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan berpotensi menimbulkan sejumlah masalah ikutan dalam implementasinya.

Peran Penting Insentif Hulu Migas

Dalam konteks Indonesia, kebijakan pemberian insentif untuk industri hulu migas dapat menjadi solusi permasalahan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa insentif hulu migas berperan penting untuk dapat menahan laju penurunan atau bahkan dapat meningkatkan produksi migas. Kebijakan pemberian insentif cukup relevan jika mengingat sebagian besar lapangan migas di Indonesia adalah mature field.

Hasil riset Inter-American Development Bank (IDB) 2020 menemukan bahwa pemberian insentif untuk mature field dapat menambah umur keekonomian proyek rata-rata sekitar 30 tahun. Insentif untuk mature field umumnya ditujukan untuk menahan laju penurunan produksi migas dari lapangan tertentu. Sementara pada lapangan baru yang belum mencapai puncak produksi, pemberian insentif umumnya dimaksudkan untuk meningkatkan produksi.

Riset Haliburton menemukan bahwa sekitar 70 % lapangan migas produksi di dunia merupakan mature field. Karena itu, insentif fiskal menjadi kunci dan instrumen penting untuk dapat menjaga keekonomian dan tingkat produksi migas. Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar insentif lebih banyak dialokasikan untuk mempertahankan tingkat produksi.

Praktik kebijakan pemberian insentif hulu migas di sejumlah negara menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berdampak positif terhadap produksi migas mereka. Brazil, misalnya, memberikan insentif hulu migas melalui pengurangan royalti dan penggantian kerugian biaya eksplorasi.

Pemerintah Brazil mengurangi tarif royalti pada mature field sebesar 5 % untuk skala kecil dan 7,5 % untuk skala besar. Pengurangan royalti sebesar 5 % juga diberlakukan untuk setiap tambahan produksi.

Selain dalam bentuk pengurangan royalti, pemerintah Brazil memberikan insentif dengan mengganti kerugian pada tahap eksplorasi sebesar 30 % dari total kerugian tanpa batasan waktu. Kebijakan pemberian insentif tersebut berdampak positif yang tercermin dari produksi minyak dan gas Brazil selama 2010-2019 masing-masing meningkat 35,36 % dan 71,89 %.

Kebijakan insentif untuk hulu migas juga terbukti berhasil meningkatkan produksi migas di Kanada. Dalam kebijakannya, Kanada (Negara bagian Alberta) memberikan insentif dalam bentuk lain yaitu melalui pengurangan pajak pendapatan dan penangguhan kerugian pajak.

Pemerintah Kanada menurunkan bagian pajak pendapatan bagi pemerintah federal dari 30 % menjadi 15 %. Pemerintah Kanada juga menangguhkan kerugian pajak hingga 20 tahun untuk setiap WK Migas.

Untuk mendorong investasi hulu migas di wilayahnya, Negara Bagian Alberta menerapkan tarif corporate income tax sebesar 12 %. Tarif pajak tersebut lebih rendah dibandingkan negara bagian lainnya.

Pemerintah Negara Bagian Alberta juga memberikan kredit pajak sebesar 10 % dengan batasan maksimal USD 400.000 untuk setiap tahunnya. Dengan pemberian insentif tersebut, produksi minyak dan gas di Kanada selama periode 2010-2019 masing-masing tercatat meningkat 63,47 % dan 15,72 %.

Pemberian insentif untuk hulu migas sesungguhnya sangat relevan dan dapat menjadi instrumen untuk mempertahankan tingkat laju penurunan produksi migas nasional. Berdasarkan data sekitar 70 % WK Migas, produksi di Indonesia telah mengalami penurunan produksi alamiah.

Produksi migas Indonesia sebagian besar dikontribusikan oleh mature field yaitu 4 WK Migas berumur lebih dari 50 tahun dan 36 WK Migas berumur 25-50 tahun. Biaya produksi dan pemeliharaan mature field dilaporkan terus meningkat sejalan dengan penurunan kemampuan produksinya.

Mencermati kondisi dan perkembangan yang ada tersebut, serta belajar dari kisah sukses negara lain seperti Brazil dan Kanada, perbaikan tata kelola pada industri hulu merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan sektor migas di Indonesia. Permasalahan tekanan fiskal yang hampir selalu datang setiap kali harga minyak meningkat kemungkinan relatif dapat diredam atau bahkan dapat dibalikkan menjadi windfall profit jika potensi dan cadangan migas yang dimiliki Indonesia dapat dioptimalkan.

Tata Kelola Hulu-Hilir Migas Bermasalah, ReforMiner Minta Pemerintah Kaji Efektivitas Pembatasan Konsumsi BBM

Dunia Energi.com; 6 Juni 2022

JAKARTA- ReforMiner Institute, lembaga kajian independent di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM), menyatakan rencana pembatasan konsumsi BBM Subsidi dan BBM Khusus Penugasan (JBKP) adalah refleksi adanya permasalahan tata kelola hulu dan hilir migas nasional. Peningkatan harga minyak yang signifikan menyebabkan kapasitas fiskal 2022 menjadi semakin terbatas dan tidak cukup lagi untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Insitute, mengatakan pemerintah perlu mengkaji efektivitas terutama menyangkut biaya dan manfaat yang akan diperoleh dari rencana pembatasan konsumsi BBM sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan. Efektivitas dari penerapan kebijakan serupa yang telah dilaksanakan sebelumnya perlu menjadi pertimbangan.

“Meskipun tidak populis, menyesuaikan harga BBM Subsidi dan JBKP secara terbatas perlu dipertimbangkan karena kemungkinan relative lebih efektif untuk dapat menyelesaikan permasalahan dibandingkan melakukan pembatasan konsumsi BBM,” ujar Komaidi dalam keterangannya kepada Dunia Energi, Senin (6/6/2022).

Selain kompleksitas dalam implementasinya cukup tinggi, lanjut Komaidi, pembatasan konsumsi BBM akan kontraproduktif dengan tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mengingat porsi terbesar penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dari sektor konsumsi.

Menurut Komaidi, edukasi mengenai meningkatnya kebutuhan anggaran subsidi dan kompensasi BBM perlu tersampaikan secara utuh kepada publik. Kebutuhan subsidi BBM meningkat salah satunya karena harga Solar Subsidi dipertahankan sebesar Rp 5.150 per liter, sedangkan harga Solar di negara tetangga seperti Filipina misalnya sudah dikisaran Rp 20.800 per liter.

“Kebutuhan kompensasi BBM meningkat karena pemerintah melalui Kepmen ESDM No.37.K/HK.02/MEM.M/ 2022 memperluas wilayah distribusi JBKP dari sebelumnya hanya untuk wilayah di luar Jawa-Madura-Bali menjadi seluruh Indonesia. Jenis JBKP juga diubah dari BBM RON 88 menjadi BBM RON 90 yang harganya lebih tinggi dan volume konsumsinya lebih besar,” katanya

Komaidi menyebutkan, pemerintah dan publik juga dapat memilih opsi kebijakan untuk tetap mempertahankan harga BBM subsidi dan tidak membatasi konsumsi BBM subsidi dan JBKP dengan catatan para pihak telah memahami dan konsekuen dengan pilihan tersebut. Termasuk dapat memahami jika alokasi anggaran untuk kepentingan yang lain seperti subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, subsidi pupuk, dan subsidi lainnya berkurang.

Penurunan kinerja hulu migas Indonesia dapat dikatakan sebagai bagian dari akar masalah permasalahan subsidi dan kompensasi BBM. Kemampuan produksi dan cadangan migas Indonesia turun signifikan yang mengakibatkan harus bergantung pada impor. Produksi minyak Indonesia turun dari 1,58 juta barel per hari pada 1980 menjadi 743 ribu barel per hari pada 2020.Sementara cadangan minyak turun dari 11,60
miliar barel pada 1980 menjadi 2,44 miliar barel pada 2020,” katanya.

Penurunan produksi salah satunya akibat produksi migas Indonesia bergantung pada mature field yang memerlukan perlakuan khusus. Selama 10 tahun terakhir produksi minyak dan gas Indonesia masing-masing tercatat turun sekitar 31% dan 19%.

Produksi minyak Indonesia turun sekitar 31% selama 10 tahun terakhir. Produksi gas Indonesia turun sekitar 19% selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan data, sekitar 70% WK Migas produksi di Indonesia telah mengalami penurunan produksi alamiah. Produksi migas Indonesia diantaranya dikontribusikan oleh mature field yaitu 4 WK Migas berumur lebih dari 50 tahun dan 36 WK Migas berumur 25-50 tahun. Biaya produksi dan pemeliharaan mature field dilaporkan terus meningkat sejalan dengan penurunan kemampuan produksinya.

“Insentif fiskal menjadi kunci dan instrument penting untuk menjaga keekonomian dan tingkat produksi migas pada mature field. Hasil riset Inter-American Development Bank (IDB) 2020 menemukan bahwa pemberian insentif untuk mature field dapat menambah umur keekonomian proyek rata-rata sekitar 30 tahun,” ujarnya.

Riset Haliburton, lanjut Komaidi, menemukan bahwa sekitar 70% lapangan migas produksi di dunia merupakan mature field. Akan tetapi data menunjukkan bahwa produksi migas dunia dalam 15 tahun terakhir tercatat masih meningkat. Produksi minyak rata-rata meningkat sekitar 1,08% per tahun dan produksi gas meningkat sekitar 2,67% per tahun.

Penerapan insentif pengurangan royalti dan insentif penggantian kerugian biaya eksplorasi terbukti telah dapat meningkatkan produksi migas di Brazil. Selama periode 2010-2019 produksi minyak dan gas di Brazil masing-masing meningkat sekitar 35,35 % dan 71,89%. Kanada (Negara bagian Alberta) menerapkan insentif model lain yaitu melalui pengurangan pajak pendapatan dan penangguhan kerugian pajak. Selama periode 2010-2019 produksi minyak dan gas Kanada masing-masing meningkat sekitar 63,47 % dan 15,7%.

Data menunjukkan dalam 5 tahun terakhir investasi hulu migas global rata-rata meningkat 1,30% per tahun. Selama tahun 2016-2020 investasi hulu migas global tercatat meningkat sebesar 9,52%. Investasi hulu migas global diproyeksikan akan meningkat dari US$418 miliar pada 2021 menjadi sekitar US$476 miliar pada 2024. Realisasi dan proyeksi investasi tersebut menegaskan bahwa peran hulu migas masih penting di tengah tren transisi energi.

Peningkatan harga minyak kemungkinan tidak secara otomatis meningkatkan nilai investasi hulu migas global. Pertumbuhan investasi kemungkinan masih akan tetap bervariasi dengan mempertimbangkan stabilitas global dan geopolitik, penanganan pandemi covid-19, komitmen COP-26, dan kebijakan transisi energi,” jelas Komaidi.

Sementara itu, investasi hulu migas Indonesia selama periode 2016-2021 rata-rata tercatat mengalami penurunan sekitar 1,70% per tahun. Sementara pada periode yang sama, investasi hulu migas di Australia, Brazil, dan Malaysia masing-masing meningkat sekitar 5%, 4%, dan 1% per tahun. Faktor-faktor yang diidentifikasi menjadi penyebab menurunnya investasi hulu migas di Indonesia diantaranya WK mature field, risiko eksplorasi tinggi, insentif hulu migas terbatas, perizinan hulu migas kompleks, dan isu transisi energi.

“Pengaturan dalam tata kelola hilir migas yang kurang tegas diidentifikasi menjadi salah satu penyebab terjadinya kompleksitas dalam penanganan permasalahan subsidi dan kompensasi BBM di Indonesia,” ujarnya.

Komaidi mengatakan, penetapan kuota BBM subsidi dan JBKP dilakukan oleh pihak yang tidak berperan sebagai pemegang kuasa anggaran maupun pelaksana PSO/penugasan. Akibatnya risiko bisnis, teknis operasional, dan konsekuensi anggaran subsidi/kompensasi seringkali belum menjadi bagian dari variabel penentu di dalam menetapkan target kuota BBM subsidi dan JBKP.

“Penyelesaian proses revisi UU Migas yang telah berjalan sejak tahun 2008 (14 tahun yang lalu) merupakan kunci utama untuk dapat menyelesaikan tidak hanya permasalahan subsidi dan kompensasi BBM, tetapi perbaikan terhadap tata kelola hulu-hilir migas nasional secara keseluruhan. Perbaikan tata kelola hulu-hilir migas melalui revisi UU Migas berpotensi dapat mengembalikan era kejayaan hulu migas Indonesia. Jika hal tersebut dapat terjadi, Indonesia akan memperoleh windfall profit ketika harga minyak meningkat bukan mengalami tekanan fiskal di APBN seperti saat ini, “katanya. (RA)