Monday, October 14, 2024
HomeReforminer di Media2017Gross Split Baru Belum Bikin Iklim Investasi Hulu Migas Menarik

Gross Split Baru Belum Bikin Iklim Investasi Hulu Migas Menarik

www.bisnis.com; September 10, 2017 16:25 WIB

Bisnis.com, JAKARTA Upaya pemerintah memperluas penambahan bagi hasil kontraktor melalui Peraturan Menteri No.52/2017 belum berpengaruh secara signifikan untuk menaikkan iklim investasi hulu migas.

Dalam kaitannya dengan daya tarik dari segi fiskal, Lead Extractives Specialist World Bank Bryan C Land belum bisa menyebut apakah perubahan tersebut cukup menaikkan daya tarik Indonesia sebagai tujuan penanaman modal. Bila dibandingkan dengan skema sebelumnya, katanya, pemerintah telah melakukan perbaikan. Namun, dia menuturkan perubahan itu belum bisa menegaskan apakah posisi Indonesia lebih layak menjadi tujuan investasi atau belum. Alasannya, ujar Bryan, upaya yang sama sedang dilakukan negara lainnya.

Dari 12 lapangan yang menjadi acuan, penerapan gross split baru memberikan tambahan angka pengembalian investasi (internal rate of return/IRR). Dengan rentang penambahan IRR terendah sebesar 2,1% hingga yang tertinggi yakni 15,7%, rata-rata penambahan IRR melalui skema gross split baru lebih besar 6,5% dari gross split lama.

Dengan demikian, rerata IRR yang didapatkan pada gross split baru sebesar 28,8% atau lebih tinggi dari rerata IRR pada PSC cost recovery yakni 24,8%. Berdasarkan data Wood Mackenzie, IRR di Indonesia tidak lebih tinggi dari negara lain seperti Australia dengan 30,4%, Papua Nugini 38,2%, Irlandia 40,3% dan Inggris 41,5%.

“Negara-negara lain dengan iklim investasi yang sama tengah berupaya membuat ketentuan-ketentuan yang lebih menarik. Jadi kami harus melihat. Tapi kami memiliki kemampuan untuk membuat perbandingan itu dan bila kementerian tertarik untuk mendapatkan saran dari kami, kami mau membagikannya,” katanya.

Seperti diketahui, pemerintah menambah bobot split dan variabel baru yang bisa meningkatkan keekonomian melalui Permen 52/2017. Selain itu, tambahan split pun didapatkan di fase-fase awal pengembangan ketika kontraktor belum bisa menikmati hasil produksi. Kemudian, ruang tambahan split dari diskresi menteri pun tak lagi dibatasi sebesar 5%.

Pengamat Energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan untuk bisa memperbaiki iklim investasi, pemerintah perlu menyelesaikan masalah kemudahan berusaha (ease of doing business). Sebagai contoh, dia menyebut perizinan, birokrasi, konsistensi peraturan dan menghormati kontrak yang berjalan (sanctity of contract). Menurutnya, perubahan ini masih terlalu kecil dampaknya karena hanya menggunakan kondisi sebelumnya yakni Permen 8/2017 sebagai pembanding.

“Untuk sampai ke tahap menarik dan mendatangkan investasi lagi, menurut saya, masih perlu pembuktian dan penyelesaian hal-hal atau masalah lain yang menjadi kunci ease of doing business,” katanya.

Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Christina Verchere mengatakan perubahan yang dilakukan pemerintah diharapkan membawa angin segar terhadap investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi. Kendati demikian, kerja pemerintah belum usai karena split akhir yang didapatkan kontraktor belum termasuk pajak.

Menurutnya, faktor pajak yang belum pasti bisa menggoyah upaya pemerintah untuk memperbaiki keekonomian pengembangan lapangan melalui penambahan split.

“Kami meminta agar mekanisme perpajakan diperjelas dan meminta pemerintah agar tak menambah ruang ketidakpastian lainnya yang bisa bertentangan dengan kinerja positif yang telah dilakukan pada gross split,” katanya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments